Laporkan Jika Ada Link Mati!

Babi Ngepet

“Cinta? Puih!” bapaknya meludah.

Lalu ibu Nyi Imas menukas, “Sugriwa orang kota. Sudah lulus sekolah tinggi dan sudah bekerja. Bahkan di kota ia sudah punya rumah, lalu sebuah motor untuk kalian pakai kalau mau menemui ibumu. Tidak puaskah kau, Nak?”

Meskipun Nyi Imas bersikeras, tahan hidup melarat asal bersama Dudung, orang tuanya tetap memaksa. Akhirnya Imas dikawinkan dengan Sugriwa, diboyong ke kota. Dan tinggallah Dudung menangisi dirinya. Tetapi sehari sebelum Nyi Imas dibawa Sugriwa ke kota, sempat mereka bertemu di kaki bukit, sembunyi-Sembunyi. Mereka bertangis-tangisan dan Dudung berbisik di telinga Imas, “Aku akan merebutmu kembali, suatu hari. Percayalah!”

"Tetapi Kang, aku sudah menjadi isterinya."

“Aku yakin kalian tak lama. Dan kita akan berumah tangga seperti yang telah lama kita cita-citakan”

Lalu Nyi Imas dibawa Sugriwa ke kota dan memang diberi sebuah rumah. Tetapi Sugriwa hanya mesra dan sayang pada Nyi Imas sebulan dua bulan saja. Setelah itu ia pun jarang di rumah dan sering marah-marah kalau datang. Setahun telah berlalu, Sugriwa kemudian tidak muncul-muncul lagi. Ketika Nyi Imas menanyakan ke kantor tempat suaminya bekerja, ia peroleh jawaban bahwa Sugriwa punya sebuah ruman lain bersama seorang isteri dan lima orang anaknya. Nyi Imas kontan minta cerai dan pulang ke kampung.

Orang tuanya tidak dapat berbuat lain kecuali menerima Imas kembali ke rumah mereka. Mereka pun menyatakan penyesalan, tetapi semuanya telah terlambat. Imas menjadi sakit dan kurus. Karena begitu tiba di kampung ia tidak berjumpa lagi dengan Dudung. Baru seminggu setelahnya ia mendapat keterangan-keterangan dari teman-temannya semenjak kecil bahwa Dudung telah melarikan diri setahun yang lalu. Konon Ia bertapa di puncak gunung di sebelah utara perkampungan mereka. Imas lalu berpesan pada setiap pencari kayu bahkan pada pemburu-pemburu babi hutan yang datang dan kota, kalau bertemu Dudung di gunung agar memberitahu bahwa Imas telah kembali. Ia yakin kekasihnya itu masih hidup dan akan kembali padanya, seperti yang mereka janjikan.

Dan benar saja. Tiga bulan setelah Imas kembali ke kampungnya, muncullah seorang laki-laki tinggi tegap dengan Wajah berseri-seri. Ia adalah Dudung. Ia tidak muncul dengan tangan kosong, tetapi dengan sejumlah uang. Uang itu banyak sekali. Jarang orang kampung mereka memiliki uang sebanyak itu.

Dudung dan kekasihnya segera kawin dan kemudian pindah ke kampung yang berdekatan dengan kota.

“Di sana kemungkinan menjadi kaya lebih cepat.” kata Dudung yang rupa-rupanya mulai memikirkan soal kekayaan saja, karena tersinggung oleh penolakan orang tua Imas waktu Ia miskin dan melarat. Dan memang Dudung cepat menjadi kaya.

Imas berbahagia bersama suaminya.

Tetapi lama kelamaan, ia mulai curiga. Siang hari suaminya jarang ke luar rumah dan kalau ditanya Ia tidak pernah memberitahu di mana ia bekerja. Dudung baru sering keluar pada malam hari dan pulang menjelang Subuh. Dan Imas beberapa kali terkejut, ketika Ia mengetahui bahwa beberapa saat sebelum suaminya tiba di rumah maka di atas tempat tidur di sisi Nyi Imas tahu-tahu telah ada segumpal uang atau sejumlah barang perhiasan, bagaikan jatuh dari langit. Dan kalau Ia membukakan pintu untuk suaminya, selalu Dudung bertanya lebih dulu, “Uang itu sudah ada/” atau, “Perhiasan itu sudah kau lihat?”

Dan Nyi Imas yang tadinya merasa Ia bermimpi segera saja berlari-lari ke kamar tidurnya. Dan benar saja. Gumpalan uang itu nyata. Barang-barang perhiasan emas dan intan itu asli adanya. Ia takjub dan tidak mengerti bagaimana itu semua bisa terjadi.

Sampai pada suatu hari Dudung pulang menjelang Subuh dengan tubuh berlumuran darah. Matanya liar, seluruh tubuhnya penuh keringat dan sebilah bambu runcing menghujam di paha kanannya. Nyi Imas terkejut dan cepat-cepat membawa suaminya ke kamar dan membaringkannya di atas tempat tidur.

Download

Download


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger