Lucy mempelajari wajah Kate selama beberapa saat. Kate membalas tatapannya, tanpa berani berkedip. Ia tahu, jika ia menunjukkan sedikit saja tanda bahwa dirinya gugup, Lucy akan tahu kalau ia berbohong. Kate harus membuat Lucy berpikir bahwa ia benar-benar berpihak padanya, bukan pada Nora.
"Apa lagi yang Nora ceritakan pada kalian?" tanya Lucy, jelas ingin menguji Kate.
Kate menelan ludah. Ini saat-saat yang menentukan. "Ia menceritakan pada kami soal jimat itu. Yang dibuat Alice untuk mencegah Mary melakukan sihir."
Mata Lucy mengerjap-ngerjap selama beberapa saat sebelum ekspresinya yang dingin kembali. "Mary tidak boleh kembali," katanya tenang. "Jika ia kembali, segalanya akan hancur."
Kate mengangguk. "Aku tahu. Jimat itulah kuncinya." Ia berhenti sejenak lalu mengajukan pertanyaan yang selama ini ada dalam hatinya. "Kau tahu di mana tempat jimat itu?"
"Mungkin," jawab Lucy. "Tapi untuk apa kukatakan padamu? Selama Nora tidak bisa menemukan dan mengembalikannya pada Mary, semua akan baik-baik saja."
Kate dan teman-temannya sudah memperkirakan respon itu, dan mereka mengarang alasan yang mereka harap bisa diterima oleh Lucy. "Kami pikir jimat itu mungkin menjadi lemah," kata Kate.
Keraguan merebak di mata Lucy. "Apa maksudmu menjadi lemah?" katanya dengan napas tersentak. "Jimat itu sudah bekerja selama lebih dari 25 tahun. Mana mungkin sekarang jadi lemah?"
"Entahlah. Tapi hantu Mary menjadi semakin kuat, jadi pasti akan terjadi sesuatu."
Lucy memalingkan wajah, menatap keluar jendela lagi. Selama beberapa saat Kate mengira pembicaraan mereka selesai dan Lucy sudah memutuskan bahwa Kate berbohong. Tapi kemudian Lucy menoleh lagi padanya. Kali ini matanya tampak sedih. "Jika kukatakan tempatnya, apa yang akan kaulakukan dengan jimat itu?"
"Kami akan berusaha menambah kekuatannya," jawab Kate. "Cooper, Annie, dan aku. Kami sudah sering melakukan sihir, dan kami pikir kami bisa menambahkan cukup energi untuk mencegah hantu Mary menyeberang kembali ke dunia ini."
"Apa lagi yang Nora ceritakan pada kalian?" tanya Lucy, jelas ingin menguji Kate.
Kate menelan ludah. Ini saat-saat yang menentukan. "Ia menceritakan pada kami soal jimat itu. Yang dibuat Alice untuk mencegah Mary melakukan sihir."
Mata Lucy mengerjap-ngerjap selama beberapa saat sebelum ekspresinya yang dingin kembali. "Mary tidak boleh kembali," katanya tenang. "Jika ia kembali, segalanya akan hancur."
Kate mengangguk. "Aku tahu. Jimat itulah kuncinya." Ia berhenti sejenak lalu mengajukan pertanyaan yang selama ini ada dalam hatinya. "Kau tahu di mana tempat jimat itu?"
"Mungkin," jawab Lucy. "Tapi untuk apa kukatakan padamu? Selama Nora tidak bisa menemukan dan mengembalikannya pada Mary, semua akan baik-baik saja."
Kate dan teman-temannya sudah memperkirakan respon itu, dan mereka mengarang alasan yang mereka harap bisa diterima oleh Lucy. "Kami pikir jimat itu mungkin menjadi lemah," kata Kate.
Keraguan merebak di mata Lucy. "Apa maksudmu menjadi lemah?" katanya dengan napas tersentak. "Jimat itu sudah bekerja selama lebih dari 25 tahun. Mana mungkin sekarang jadi lemah?"
"Entahlah. Tapi hantu Mary menjadi semakin kuat, jadi pasti akan terjadi sesuatu."
Lucy memalingkan wajah, menatap keluar jendela lagi. Selama beberapa saat Kate mengira pembicaraan mereka selesai dan Lucy sudah memutuskan bahwa Kate berbohong. Tapi kemudian Lucy menoleh lagi padanya. Kali ini matanya tampak sedih. "Jika kukatakan tempatnya, apa yang akan kaulakukan dengan jimat itu?"
"Kami akan berusaha menambah kekuatannya," jawab Kate. "Cooper, Annie, dan aku. Kami sudah sering melakukan sihir, dan kami pikir kami bisa menambahkan cukup energi untuk mencegah hantu Mary menyeberang kembali ke dunia ini."
Posting Komentar