Laporkan Jika Ada Link Mati!

Dari Jendela Hauzah

Judul : Dari Jendela Hauzah
Penulis : Otong Sulaeman
Penerbit : Mizania

Pembuatan E-Book ini terpaksa pending, sebab file-nya hilang.

“Bagiku, agama seperti model pakaian,” kata Dewia memecah keheningan. “Aku kenakan model pakaian tertentu karena masyarakat sekitarku mengenakan model seperti itu. Aku menjadi Muslim karena ayah dan ibuku orang Islam, dan itu pun karena lingkungan kami adalah orang-orang Islam. Kalau kami berada di Eropa, jelas kami harus memeluk agama yang sesuai dengan agama masyarakat sana.”

Dewa teringat teman-teman kuliahnya di Delft. Hampir semuanya beragama Kristen. Dewa yakin, semuanya menjadi Kristen karena kedua orangtua mereka memang Kristen. Tapi, keluarga Kristen tidak mesti menghasilkan anak yang Kristen. Ada dua orang teman Dewa yang mengaku tidak bertuhan, padahal keluarga mereka Kristen Ortodoks. Kepada semua orang, mereka menunjukkan kebanggaan karena berhasil menendang agama dari kehidupan. Mereka adalah orang yang mengaku paling rasional dan sering bicara filosofis. “Itulah akibatnya jika agama dirasionalkan,” kata salah seorang teman Dewa. “Agama itu ada untuk dipercayai, bukan dipahami. Kalau mencoba dirasionalkan, agama menjadi kabur. Percayai saja Tuhan, maka kau akan merasakan kehadiran-Nya.”

“Aku kira, kau tidak akan merasakan perubahan apa pun kalau kau masuk Islam. Kau hanya berganti model pakaian. Kau akan seperti aku. Lihatlah, apa yang sekarang membedakan kita? Tidak ada, kan?" lanjut Dewa sambil tersenyum mengedipkan mata. Daniel membalas dengan senyuman yang samar-samar, ia sangat tidak setuju dengan kata-kata sobatnya itu. Tapi, ia hanya terdiam.

“Kau sendiri bagaimana? Apa yang kau bayangkan jika masuk Islam?” tanya Dewa sambil memandang lazuardi yang semakin mengabur.

“Aku harus mengatakan bahwa aku akan sangat bahagia. Aku akan hidup bersama Wafa. Apa pun yang terjadi di depan akan menjadi sangat indah jika Wafa bersamaku,”kata Daniel sambil tersenyum. Senyumannya masih menyimpan kepahitan.

“Maksudku bukan itu, melainkan soal agama barumu nanti. Kalau Wafa berkerudung, itu berarti ia sangat taat pada agamanya. Bagaimana kau harus menjalaninya?”

“Aku tidak paham.”

“Misalnya, bagaimana kau nantinya harus membuang-buang waktu untuk melakukan shalat tiap beberapa jam dalam sehari? Dan, itu harus kau lakukan tiap hari. Kau tahu shalat, kan?”

“Oh, tentu saja aku tahu apa itu shalat. Itu adalah ibadah paling utama dalam agama Islam. Dan, kau bilang shalat itu adalah perilaku membuang-buang waktu?”

“Aku kira, iya."

“Aku kira, tidak! Sepanjang yang aku tahu, shalat itu semacam relaksasi pikiran sehingga yang melakukannya memiliki ketenangan. Dan, itu adalah kebutuhan hidup sehari-hari. Kita semua memerlukan pikiran yang tenang, mulai bangun tidur di pagi hari, siung, sore, malam, dan menjelang tidur. Dan, itu bisa diperoleh dari shalat. Kau tentu tidak akan menyebut orang yang melakukan yoga sedang membuang-buang waktu, bukan? Nah, begitulah kira-kiranya shalat. Ia adalah kegiatan yang membuat pikiran pelakunya menjadi tenang, segar dan positif”

Sungguh sebuah keajaiban. Di sebuah pantai di Pulau Bali, pulau yang sebagian besar penduduknya beragama Hindu, seorang Muslim sedang mempertanyakan doktrin agamanya sendiri. Di sampingnya, seorang penganut agama Yahudi malah berusaha membela doktrin agama yang dipertanyakan itu.

“Wafakah yang mengajarimu soal itu?”

Terkadang Wafa, tapi lebih seringnya lagi aku diajari oleh Husein, abangnya. Husein itu lulusan sekolah agama di Damaskus. Bagiku, Husein adalah orang yang paling hebat. Ia mampu menjawab permasalahan apa pun terkait dengan agama.”

“Tapi, bukankah kau sendiri pernah mengatakan bahwa agama itu tempat pelarian orang-orang yang kalah dalam hidup?”

“Itu keyakinanku dulu. Setelah belajar dari Husein, aku punya perspektif yang betul-betul berbeda tentang agama. Ia mengajariku kebenaran agama melalui penalaran rasional. Awalnya, ia bela semua agama. Kemudian, ia tunjukkan kebenaran Islam sebagai agama yang benar. Sangat brilian!"


Share this article :

+ komentar + 4 komentar

Anonim
21 Juli 2017 pukul 14.43

Min. Belum rampung ya pembuatan ebooknya? Segera posting min kalo udah selesai. Thanks ya

21 Juli 2017 pukul 15.05

Sebenarnya udah hampir jadi, cuma hardisk mimin tiba-tiba elor dan wajib format. alhasil, data word-nya ke hapus. lagi pelan-pelan dikerjain lagi... ditunggu aja :)

Anonim
21 Juli 2017 pukul 18.38

Wah sayang banget tuh hahaha.. ok min semangat ya! Makasih..

3 Januari 2018 pukul 18.31

BRAVO RAHBAR, IRAN, SYI'AH 12

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger