Laporkan Jika Ada Link Mati!

Catatan Hati Seorang Isteri


Ya, saya pernah mendengar kisah dari guru mengaji saya maupun beberapa teman, tentang trend menikah di mana ikhwan memutuskan tidak melihat calon istri. Pernikahan dengan guru ngaji sebagai perantara. Sama seperti mediator yang kadang dibutuhkan dalam perjodohan. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan itu.

Umumnya mereka diberikan foto, jadi bisa memiliki gambaran tentang wajah calon istri. Tetapi ada juga yang bercerita, bahwa kebalikan dari situasi muslimah yang kerap tidak punya banyak pilihan hingga laki-laki yang kemudian melamar adalah satu-satunya calon yang muncul, para ikhwan justru seringkah mendapatkan banyak penawaran pada detik mereka memutuskan akan menikah.

Penawaran dan banyak alternatif foto, yang kemudian membuat sebagian aktifis muda itu mungkin agak sungkan, seperti teman di hadapan saya yang lalu berusaha 'ikhlas'.

Saya pernah mendengar cerita bagaimana beberapa ikhwan membalikkan atau menutup foto-foto muslimah yang disodorkan kepada mereka, untuk kemudian menunjuk salah satu, tanpa melihat lebih dulu. Awalnya, cerita ini membuat saya salut, sungguh. Menikah tanpa melihat wajah dan fisik.Sesuatu yang makin langka, di jaman sekarang.

"Jadi saya baru melihatnya ketika kami di pelaminan," lelaki itu menyambung kalimatnya dengan nada murung,

"betapa kagetnya saya... karena perempuan itu sama sekali tidak cantik!"

Tidak cantik dan karenanya tidak bisa mencintai?

Tapi mereka sudah dikaruniai empat orang anak, bagaimana mungkin? Mudah-mudahan saya tidak subjektif ketika menilai raut istrinya yang di mata saya tergolong manis.

Sungguh perkataannya membuat saya seketika ingin protes.

Lihat Rasulullah yang bersedia menikahi perempuan yang 25 tahun lebih tua darinya, bahkan ada yang lebih tua lagi dari itu!

Lihat para sahabiyah... perempuan yang menerima pinangan Bilal Bin Pabah!

Tetapi saya pun mengerti, betapa berlikunya jalan menuju keikhlasan. Betapa berat menjaga suasana hati yang sudah terkondisi agar tidak terkotori. Karenanya, saya tetap menghormati sikap si teman yang tidak melarikan diri, dan tetap berusaha menjadi ayah yang bertanggung jawab bagi anak-anaknya. Dan tentu saja siapapun tidak boleh dan tidak berhak menghakimi. Meski jika dibenarkan, ingin sekali saya meninjunya.
 
Download

Catatan Hati Seorang Isteri

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger