Laporkan Jika Ada Link Mati!

Aku Menggugat Maka Aku Kian Beriman

Yang paling banyak dikeluhkan oleh para muslim Amerika menyangkut komunitasnya sendiri adalah perlakuan Islam terhadap perempuan, dan di sini keluhan pokoknya diarahkan pada praktik pemisahan antara lelaki dan perempuan. Inilah salah satu rintangan terbesar mengapa Islam sulit diterima di Barat dan juga salah satu sebab utama ketidakpuasan kaum muslim non-imigran terhadap agama dan komunitas mereka. Mereka jamaknya memprotes mengapa perempuan dicegah untuk mengikuti salat berjemaah, dan dipisahkan dari kaum lelaki dalam acara-acara pertemuan komunitas.

Di Amerika Serikat, tempat perempuan telah sejak lama berjuang keras menentang diskriminasi jender, konsep bahwa mereka harus dipisahkan dari lawan jenis karena mereka dianggap menjijikkan. Lagi pula, pemisahan jenis kelamin dalam segala bentuknya mengingatkan bangsa Amerika akan sejarah gelap mereka yang dijejali dengan sikap fanatik, dan pemisahan ini disamakan dengan prasangka dan penindasan. Seorang mualaf musli-mah Amerika Afrika bertutur, "Kaumku baru saja mendapatkan hak untuk makan di restoran-restoran dengan siapa saja dan untuk menyalip bus-bus di jalanan, tetapi sekarang mereka malah menyuruhku duduk di ruang belakang masjid [bukan di ruang utamanya]!"

Dalih umum untuk memisahkan perempuan dari lelaki adalah bahwa praktik ini mencegah perzinaan semenjak dini zina telah menjadi sebuah budaya Amerika yang oleh banyak muslim dianggap tak bisa dikendalikan. Mereka khawatir bahwa jika lelaki dan perempuan diperbolehkan saling berinteraksi di masjid-masjid dan acara-acara komunitas, perilaku amoral dengan segenap konsekuensi destruktif ikutannya bagi keluarga dan masyarakat akan merebak dalam komunitas muslim. Aturan hukum kuno bahwa "semua yang menyebabkan haram adalah haram" sering kali dipakai untuk menunjukkan pentingnya pemisahan perempuan. Aturan ini, yang mungkin dulunya tampak masuk akal, sekarang dapat lantaran dipraktikkan secara luas menjadi sangat mengekang.

Andai pembauran lelaki dan perempuan dalam acara-acara publik diharamkan karena dapat mengarah pada perzinaan, bukankah perempuan seharusnya sekalian dilarang pergi keluar rumah kecuali untuk urusan yang benar-benar penting, sebab meninggalkan rumah bisa mendo-rong pembauran yang kebablasan? Para ulama konservatif mendukung gagasan ini. Aturan yang sama juga dipakai untuk berargumen bahwa seorang perempuan tak boleh memiliki SIM (surat izin mengemudi), lantaran seandainya mobilnya mogok di jalan padahal ia sendirian, seorang lelaki yang mengetahuinya akan menampik untuk membantunya kecuali perempuan itu mau melayani hasrat seksual lelaki tadi.

Kekuatan argumen-argumen semacam itu bergantung pada seberapa jauh kaum muslim bersedia membatasi kebebasan pribadi untuk mempertipis kemungkinan terjadinya pelanggaran hukum dan seberapa jauh mereka mau menepikan kemungkinan efek-efek negatif. Andai Amerika Serikat, misalnya, tiba-tiba melarang kaum perempuan mengemudikan kendaraan, negara ini mau tak mau harus mengimpor sopir-sopir kurang lebih satu sopir untuk satu keluarga untuk mengantar perempuan dan anak-anak ketika muhrim lelaki mereka tak bisa menemani mereka.3 Sopir-sopir ini juga terpaksa harus dibayar murah lebih rendah daripada upah minimum yang sekarang berlaku agar keluarga-keluarga kebanyakan mampu mem-pekerjakan mereka. Akibatnya, tentu saja sekitar lima puluh juta buruh lelaki berupah rendah akan menimbulkan masalah-masalah dan risiko-risiko besar tersendiri.

Oleh karena Alquran selalu mengecam bidah dan pembakuan tradisi, isu tentang penerapan adat-istiadat kaum muslim dalam kehidupan Islam Amerika menyangkut tidak sekadar dampak-dampak sosialnya, tetapi juga menyangkut persoalan apakah adat-istiadat tersebut selaras dengan Islam atau tidak. Ini merupakan sebuah tema penting dalam Alquran, sebab pembakuan pendapat, kecenderungan, atau adat-istiadat dapat sungguh-sungguh mengganggu pencarian kebenaran.

Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu menjadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya lagi) halal." Katakanlah: "Apakah Allah telah memberi izin kepadamu (tentang hal ini) atau kamu me-ngadaadakan saja terhadap Allah?" (Q.S. 10: 59)

Dan janganlah kamu mengatakan tentang apa yang di-sebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "ini halal dan ini haram" untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. (Q.S. 16: 116)

Adalah penting bagi kaum muslim di Amerika untuk terus-menerus menimbang kembali tradisi-tradisi mereka guna memilah mana yang sesuai dan mana yang bertentangan dengan Islam. Tradisi-tradisi yang dianggap tak sesuai atau menghambat kemajuan Islam di Amerika harus dibuang, atau setidaknya orang-orang yang memilih tak mengikuti tradisi-tradisi tersebut harus diakomodasi. Dan, yang paling pokok adalah bahwa tradisi-tradisi itu tak boleh dianggap sebagai kewajiban agama karena bisa menimbulkan keragu-raguan yang tak semestinya bagi kaum muslim kelahiran Amerika, dan bisa merintangi orang-orang nonmuslim untuk mendalami dan kemudian memeluk Islam.

Akan tetapi, menyaring kepercayaan-kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan yang menyimpang dari Islam tidak selalu menjadi proses yang mudah. Kebanyakan kebiasaan kaum muslim adalah "religius" dalam arti dilatari oleh niat yang baik dan dapat diberi penjelasan keagamaan dengan mengaitkan kebiasaan-kebiasaan itu asumsi, implikasi, dan kesimpulan mereka pada Alquran atau hadis Nabi. Larangan bagi perempuan untuk menyetir kendaraan sendiri merupakan contoh penting: zina dilarang oleh Al-quran dan hadis Nabi; seorang sopir perempuan berisiko betapapun kecilnya mengalami pelecehan seksual; sehingga, perempuan dilarang menyopir. Namun, justifikasi keagamaan mengenai sebuah praktik kehidupan tak cukup untuk membuktikan bahwa praktik tersebut selaras dengan ajaran agama itu; bukti-bukti, premis-premis, dan inferensi-inferensi yang mendasari sebuah praktik harus dikaji secara kritis; dan bukti-bukti, argumen-argumen, dan pertimbangan-pertimbangan baliknya juga harus diperhatikan dan dipelajari. Perdebatan tentang pemisahan perempuan dari lelaki ini mungkin akan lebih jelas jika kita mengurainya lebih lanjut.

Aku tak menemukan sumber tekstual Islam yang secara langsung mendukung pemisahan perempuan (misalnya ayat Alquran atau hadis sahih yang secara eksplisit melarang muslim dan muslimah berinteraksi), dan bukti-bukti tak langsungnya pun tak banyak. Surah al-Ahzab ayat 53 lumrahnya dipakai sebagai bukti bahwa pemisahan perempuan merupakan kewajiban bagi umat Islam. Ayat ini selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang, masuklah dan bila kamu telah selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya, yang demikian itu akan mengganggu Nabi, lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruhmu pergi), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta suatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian ini lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. (Q.S. 33: 53)

Ayat ini melarang para sahabat, lelaki dan perempuan, memasuki rumah-rumah para istri Nabi tanpa izin, yang sebelumnya telah menjadi kebiasaan sebagian dari mereka. Para mufasir terdahulu mengatakan bahwa turunnya ayat tersebut dilatari oleh beberapa peristiwa yang membuat Nabi malu. Ayat itu memerintahkan kepada para sahabat agar ketika memiliki keperluan untuk berbicara dengan seorang istri Nabi, mereka harus tetap berada di luar rumahnya dan berbicara dengannya di luar tabir pintunya. Orang-orang yang mendukung pemisahan perempuan juga mengutip hadis-hadis yang menceritakan bagaimana istri-istri Nabi berbincang-bincang dengan para sahabat seperti yang digambarkan dalam ayat tadi.

Argumen bahwa surah al-Ahzab ayat 53 memerintahkan pemisahan perempuan dari lelaki bukannya tidak bisa dibantah. Pertama, ayat ini tak secara jelas menggariskan bentuk pemisahan perempuan yang ketat sebagaimana yang dipraktikkan di banyak masjid Amerika sekarang ini, apalagi ayat tersebut menyangkut penghormatan kepada istri-istri Nabi. Ayat ini mungkin hanya bermaksud melindungi keluarga Nabi dan beliau sendiri dari situasi-situasi yang buruk dengan memberi mereka semacam privasi. Pada masa itu di halaman luar rumah-rumah keluarga Nabi selalu berseliweran orang-orang, yang banyak di antaranya adalah para mualaf baru dari kalangan Badui yang tak tahu sopan santun.

Kedua, nada perkataan ayat ini tidak memberikan sebuah ketentuan umum yang berlaku bagi semua orang. Ayat ayat lain dalam surah yang sama memuat beberapa ketentuan yang hanya berlaku secara khusus pada Nabi dan istri-istrinya, yang oleh Alquran dilukiskan "tidaklah seperti perempuan-perempuan lain" Ketiga, terdapat banyak sekali bukti dalam kitab-kitab kumpulan hadis bahwa pemisahan perempuan tidak dipraktikkan secara luas dalam sejarah Islam terdahulu. Ada perkataan-perkataan Nabi dan para sahabat tentang jatuhnya kutu-kutu dari rambut para perempuan bukan muhrim selama pelaksanaan ibadah wada', tentang perempuan perempuan bukan keluarga Nabi yang makan bersama beliau dengan hidangan yang sama, tentang istri seorang sahabat yang melayani tamu-tamu lelakinya, tentang Nabi yang duduk bersama sepasang suami-istri dan bercakap-cakap dengan si istri mengenai mimpi yang baru dialami Nabi...
 
Download


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger