Laporkan Jika Ada Link Mati!

The Air Asia Story

Manusia pada dasarnya punya rasa ingin tahu, sehingga kita berusaha keras untuk memahami dan menggapai apa yang secara alamiah merupakan di luar jangkauan kita. Ambillah contoh kemampuan untuk terbang: kita tidak dapat. Tetapi itu tidak menghentikan upaya Orville dan Wilbur Wright dalam mengejar impian mereka untuk terbang. Akhirnya, mereka berhasil mengirim orang-orang ke angkasa.

Lebih dari seabad kemudian, terbang melintas jarak yang jauh adalah hal yang wajar, bahkan rutin bagi banyak orang. Tetapi bagi banyak orang yang lain, keinginan untuk melihat ke bawah ke tanah pemukiman jauh dari atas awan tetap merupakan impian. Harga tiket pesawat yang mahal cukup beralasan bagi mereka untuk tetap menginjakkan kakinya di tanah karena tak mampu terbang. Duduk di depan televisi melihat orang-orang terbang dan berbagi pengalaman terbang, hanya itu yang dapat mereka lakukan.

Untungnya Tony Fernandes punya pikiran berbeda. Tony menyukai pesawat. Tony suka terbang. Jauh sebelum Kuala Lumpur International Airport (KLIA) dibangun, dan bahkan jauh lebih lama lagi sebelum ia menjadi pemilik maskapai yang paling dinamis, per-tumbuhannya paling cepat dan maskapai hemat biaya yang terbesar, Tony biasa berdiri di Sultan Aziz Airport di Subang. Ia hanya sekadar ingin melihat pesawat-pesawat terbang dan menyentuhkan rodanya di landasan.

Tetapi belakangan ini, Tony, yang dianugerahi gelar Dato's Ship di tahun 2005 namun tetap bersahaja dan tidak mau dipangggil dengan julukan itu, tidak punya banyak waktu untuk memandang burung raksasa itu. Waktunya tersita untuk mengejar bisnis besar, yang didominasi oleh AirAsia Bhd., armada biaya rendah pertama Malaysia.

Model bisnis armada biaya rendah pertama, yang dipelopori oleh Maskapai AS berbasis di Southwest Rollin King dan Herb Kelleher, menginspirasi Tony untuk melakukan hal yang sama di Malaysia. Sayangnya, kesempatan yang diperoleh Tony menimbulkan sebuah tragedi—kecelakaaan helikopter.

AirAsia yang awalnya adalah armada nasional, didirikan oleh DRB-Hicom Bhd pada akhir 1996. Armada itu lahir sejalan dengan rencana ekspansi yang ambisius, tetapi rencana itu tertunda ketika Tan Sri Yahya Ahmad, pemilik awal DRB-Hicom, meninggal pada kecelakaan helikopter pada Maret 1997.

Konglomerat itu terjerembab dalam krisis manajemen. Segalanya menjadi jauh lebih kelam ketika pada saat yang sama krisis keuangan Asia menimpa wilayah itu. AirAsia merugi dan banyak berhutang.

DRB-Hicom secara serius mulai mencari seorang pahlawan yang gagah berani untuk mampu mengeluarkannya dari kemelut itu. Selanjutnya datanglah Tony Fernandes, darah segar dari industri musik dan dengan RM1 juta, atau senilai Rp 2,5 milyar, di tangannya mengambil alih perusahaan angkutan udara itu dan menyelamatkannya.

Air Asia yang kita kenal seperti hari ini telah lahir.

Itulah titik balik bagi perusahaan itu, bagi Tony, dan sesungguhnya bagi industri penerbangan Malaysia maupun regional.

Apa yang menyebabkan Tony Fernandes beralih dari industri musik ke industri yang berbeda delapan puluh derajat seperti penerbangan?

Ya, tentu saja kecintaannya terhadap dunia penerbangan dan terhadap pesawat terbang. Ditambah dengan ketidak-sukaannya terhadap pembajakan musik cukup membuatnya secara serius mempertimbangkan peluang yang ditawarkan AirAsia dan tantangan untuk mengubahnya.

Mata visinya melihat dengan jelas masa depan yang cerah yang memungkinkan bagi maskapai udara berbiaya rendah. Jika diperkenalkan dan didukung dengan strategi yang tepat, model maskapai ini dapat menjadi usaha baru yang menarik di Malaysia, yang memberi pemasukan bagi pendapatan negara maupun menyebarkan nama baik negara.

Contoh yang tepat untuk maskapai biaya rendah adalah Southwest Airlines di AS. Sebagai maskapai yang dikenal sebagai maskapai    biaya rendah    pertama, ia didirikan di Dallas 18 Juni 1971. Southwest saat ini adalah salah satu maskapai AS    terbesar    dalam    volume    penumpang domestik.

Armada itu meraih keuntungan setiap tahun sejak 1973, hanya dua tahun    setelah    pendiriannya,    yang membuktikannya sebagai    model    bisnis    yang    menguntungkan. Rumusan Southwest untuk keberhasilan dengan cepat diadopsi oleh armada Eropa setelah liberalisasi industri penerbangan.

Ryanair berbasis di Irlandia dan dibentuk pada 1991, dan pesaingnya easyJet berbasis di London didirikan pada 1995. Keduanya beroperasi mengikuti model bisnis Southwest Airline. Sampai saat ini, keduanya telah menunjukkan bahwa model tersebut benar-benar berhasil. Ryanair dan easyJet adalah armada biaya rendah terbesar di Eropa.

Ketika Tony Fernandes membuat keputusan untuk beralih jalur, ia menjabat Wakil Presiden Times Warner Music Southeast Asia. Saat itu untuk pertama kalinya ia berpikir untuk menjalankan bisnis maskapai hemat biaya ketika singgah dalam penerbangannya di London dan melihat pendiri easyJet, Stelios Haji-Ionnou, di televisi.

Mendengar bagaimana easyJet membangun bisnisnya dalam periode waktu yang singkat, Tony jatuh hati terhadap konsep tarif rendah tanpa embel-embel dari layanan angkutan udara itu, dan memutuskan untuk melakukan perjalanan sehari ke basis easyJet di Luton Airport.

Ia berbicara di depan staf easyJet dan penumpangnya, dan menjadi makin kuat dalam mengambil keputusan meskipun orang-orang sekitarnya mengatakan dirinya gila.

Akan melakukan sesuatu selalu lebih mudah untuk diucapkan. Namun melakukan sesuatu itulah yang sesungguhnya akan membuat Anda berhasil atau sebaliknya akan hancur.

Sebagai orang musik, Tony tidak tahu apa pun tentang dunia penerbangan atau bagaimana menjalankan perusahaan maskapai penerbangan. Namun justru itulah, ia tidak merasa kehilangan waktu sedikit pun mencari bantuan dari seorang eksekutif di GE Capital Aviation Services untuk menjelaskan kepadanya bagaimana sistem kerja industri penerbangan.

Hubungan itu membawa pada suatu pertemuan dengan Conor McCarthy, Chief Operating Officer pertama di Ryanair di tahun 2001.

Kita tahu, AirAsia saat ini menjalankan penerbangan jarak pendek (tidak lebih dari tiga jam) dan biayanya rendah, tanpa makan-minum atau embel-embel lainnya dalam perjalanannya di wilayah Asia. Kita mungkin takjub dengan rencana awal Tony untuk jarak jauh, biaya rendah dan tanpa embel-embel, dan sama dengan armada biaya rendah Eropa (yang sama dengan rencana AirAsia X). Untungnya, McCarthy membatalkan proposal itu; jika tidak, tidak akan ada AirAsia yang kita bicarakan saat ini.

Tony dan investornya, McCarthy dan wirausahawan Malaysia Datuk Pahamin Rajab, Datuk Kamarudin Meranun dan Aziz Bakar, merancang rencana baru berdasarkan maskapai hemat biaya seluruh dunia dan menggunakan model itu untuk menyesuaikan operasinya di Malaysia. 
 
Download


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger