Laporkan Jika Ada Link Mati!
Koleksi Buku

Hilanglah Si Anak Hilang

"Pintu taubat tetap terbuka lebar, Kuning," katanya pelan. MBertaubatlah kau dan bersihkan diri. Aku tidak sampai hati melihatmu hancur. Aku bersedia membantumu. Dengarkanlah! Aku tetap berhasrat mengawinkan kau dengan si Meinar. Dengan syarat, kau bertaubat dan membersihkan diri. Semoga kesucian yang ada dalam diri Meinar, bisa membasuhmu. Oh, Kuning, berat buatku untuk mengorbankan kesucian Meinar jadi air pembasuhmu. Tapi kejahanaman akan suci bila tersentuh kesucian itu sendiri. Apa katamu?"

"Tak usahlah bersusah payah," kataku mengkal. "Biarlah kita tegak sendiri di tanah masing-masing. Biarlah si Meinar suci di langit, dan aku di lumpur!"

Putusanku terkatakan sudah! Ani berdiri. Bergerit tajam kursi di lantai. Ia mengucap dan menyeru-nyeru nama Tuhan Akhirnya katanya, "Betul-betul kau tidak mau diperbaiki lagi?"

"Tidak ada yang perlu diperbaiki pada diriku.”

"Tuhanku, Tuhanku! Setan dan iblis sudah merajalela di hatimu."

Dan kemudian, setelah sepi entah berapa lama, Ani mendesis tajam, "Tadi malam kau melakukan zina lagi! Tidak?"

"Aku tidak mau bicara lagi, Ni. Maafkanlah aku."

"Tidak ada maaf dan ampun lagi! Kau sudah berzina lagi malam tadi."

"Diam! Diam, Ani. Diam atau nanti celaka kau, Ani."

Tapi Ani menantang mataku dengan matanya yang berapi-api.

"Begitu?” katanya menahan berang yang bergejolak. "Bila kau sanggup membunuhku, lakukanlah!"

Didekatinya aku. Terbuka dan menantang. Terasa seluruh badanku dijalari lesu. Ditusuki matanya yang tajam aku membuang pandang ke luar. Dan ketenangan menyelusup di dadaku, ketenangan tidak mau tahu dan tidak peduli segala lagi.

"Di depan hidung Mak, hanya beberapa ratus meter dari rumah, kau melalaikan perbuatan terkutuk. Tidak ada yang kauhormati lagi. Pun tidak rambut Mak yang sudah putih!"

Di samping rumah terdengar tapak orang lewat. Kedi-kedi dan tertegun-tegun. Dan di belakang, tentunya di dapur terdengar suara bisikan. Tentunya si Inem, bujang di rumah kedatangan tamu!

"Berzina dengan perempuan pelacur neraka jahanam!"

Aku berbalik padanya tiba-tiba. Marahku menyala, kembali seluruh badanku menggigil.

"Kau jangan sembrono mengeluarkan kata, Ni!"

Ia tertawa merendahkan dengan jijik. Katanya, “Ya, belalah perbuatanmu. Belalah perempuan terkutuk itu!"

"Kau tidak berhak menghukum orang lain, Ani"

Tertawanya tajam dan sinis. Mengoyak-ngoyak perasaanku.

"Aku sudah diceritai si Akbar semua tentang hidupmu sepagi tadi. Tentang kemasyuranmu, tentang kejahanamanmu. Tidak ada artinya kemasyuranmu, bila kau tidak bersih jiwa dan raga. Kau tidak berhak membawa-bawa nama keluarga dengan kemasyuran namamu yang kau dapat dengan kekotoran pribadi dan jiwamu.”

"Kau pikir kau Nabi, Ani," letupku tak bisa menahan marah lagi. “Nabi dan suci? Janganlah menghukum orang. Kalau kau Nabi aku sembah kakimu. Tapi kau bukan Nabi. Kau manusia biasa seperti akui."

"Aku bukan Nabi. Aku hanya ingin keluarga dan rumpun yang bersih ini tidak kau lumuri dengan noda-nodamu. Ya Allah. Si Akbar tadi pagi sudah kacau pikirannya. Ingin membunuh kau, membunuh si Marni pelacur itu ke rumahnya, bila tak kutengahkan. Laki-laki macam apa kau dan perempuan macam Marni itulah yang pantas dibunuh, dan dilempar ke neraka. Karena perbuatan terkutuk semacam kalian perbuat itulah, hidup si Akbar hancur. Mengerti kau? Mengerti?"

Dari ujung kaki sampai ujung rambut, bulu romaku menggeletar. Aku ingin berlalu dari kamar itu. Tawa dan suara Ani terlalu mendera dan menyiksa. Baru selangkah aku menuju pintu, terdengar suara Ani, "Baru sebentar ini aku perlukan singgah ke rumah perempuan jalang itu, Kuning. Ada suaminya di situ, tua bangjka yang dikhianatinya dan dicuranginya.”

Aku berbalik. Hitam dan sengit mukaku. Campur tangan si Ani sudah keterlaluan.

"Dia mengaku di depan suaminya yang malang itu. Sujud memagut debu di kala si tua bangka. Mengakui perbuatannya berzina dengan kau tadi malam. Tapi si tua bangka itu manusia tolol. Enak-enak saja dia, tenang menghadapi, “Rejamlah dia, kataku pada si tua, lempari dengan batu runcingi” Perempuan jalang itu bisa sempat menangis. Mengeluarkan air mata buaya. Tapi dia sudah kuremukkan dengan dosa-dosanya sendiri.

Tanganku tiba-tiba mencekal leher baju Ani. Terasa jari-jariku tembus mengoyak cita bembergnya yang halus.

"Kau bukan manusia.” desisku. "Setan alas!"

Kutolakkan dia dengan mual, hingga terjelepak di tepi ranjang. Dipandanginya aku dengan takjub.

"Pergilah, pergi dari sini.” kataku pelan tajam. "Pergi."

Tenang dan lamban ia memperbaiki letak bajunya. Ia berdiri penuh dengan rasa keheranan dan harga diri.

"Sesuka hatimulah," katanya. "Kini kita tahu tempat kita masing-masing berdiri."

Tenang ia keluar. Pintu kubantingkan sekuat tenaga di punggungnya. Berdentam di kekosongan rumah Aku menelentang di ranjang, air mata kemarahanku yang tertahan memanasi pipiku. Terdengar suara detak-detak selop Ani, meninggalkan rumah, lalu hilang di halaman. Ditelan keramaian di gang.

Download

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger