Laporkan Jika Ada Link Mati!
Koleksi Buku

Dewi Ular [1] - Roh Pemburu Cinta

Pramuda segera bergegas dekati mobilnya. Mak Supi hanya sampai di pintu pagar, menunggu perintah selanjutnya. Karena menurut dugaannya, Kumala dan Pramuda akan pergi lagi. Jika benar begitu berarti ia harus membuka pintu pagar yang sudah ditutup sebagian saat mobil masuk tadi.

"Bagaimana?" tanya Pramuda dengan wajah tegang.

"Kita pergi dulu dari sini! Lekas bawa aku pergi ke mana saja!" kata Kumala dengan nada datar, wajahnya tampak tegang.

Pramuda pun segera masuk ke dalam mobil setelah memberi isyarat kepada Mak Supi agar membuka pintu pagar lebar-lebar.

"Apa yang terjadi sebenarnya, Mala?" tanya Pramuda sambil sibuk memundurkan mobilnya.

"Tidak ada apa-apa. Nanti saja ceritanya." jawab Kumala masih datar.

Pramuda juga tak berani mendesak karena ia tahu keadaan Kumala sedang tegang sekali. Agaknya ada sesuatu yang telah terjadi pada dirinya, sehingga gadis yang mengaku sebagai bidadari Dewi Ular itu merasa harus cepat-cepat menjauhi bahaya yang ada di dalam rumah.

"Mak, kunci pintu dan kau tidur di rumah Pak RT dulu. Ceritakan kejadian ini pada beliau!"

"Baik, Tuan," jawab Mak Supi dengan gugup, lalu Pramuda melesat pergi bersama mobilnya. Padahal Mak Supi sebenarnya ingin ikut, karena ia sangat takut di rumah sendirian. Tapi begitu mendengar perintah untuk ke rumah Ketua RT, Mak Supi sedikit lega karena mendapat tempat aman di rumah Ketua RT nanti.

"Sudah sana, Mak... ke rumah Pak RT saja!"ujar Maryati. "Apa kataku tadi, lapor saja sama Pak RT, kan?"

"Tapi... tapi pintu garasi dan pintu ruang tamu belum kukunci tuh!" Mak Supi tampak bingung, karena ia merasa takut untuk mendekati teras.

"Tinggalkan saja dulu. Biar kuawasi dari sini!" ujar Kasmi. "Nanti kau minta bantuan petugas Hansip untuk mengunci pintu rumah. Sekarang pergilah ke Pak RT dulu."

Namun ketika Maryati ingin menimpali kata-kata Kasmi, tiba-tiba matanya terbelalak kaget, demikian pula Kasmi dan Mak Supi. Mereka memandang ke arah garasi yang masih dalam keadaan terbuka. Dari dalam garasi tampak ada orang yang melangkah setengah berlari keluar. Dan ternyata orang itu adalah Kumala Dewi yang wajahnya penuh keringat.

"Mak Supi... Kemana Tuan Pram dan mobilnya?" seru Kumala sambil melangkah mendekati Mak Supi yang masih di luar pagar. Maryati dan Kasmi lebih mendekat lagi, karena mereka ingin memperjelas penglihatannya, benarkah gadis itu adalah Kumala Dewi yang tadi tampak berada dalam mobil bersamaPramuda.

Ketiga pelayan itu akhirnya saling tertegun bengong memandangi Kumala yang terengah-engah Mak Supi sempat melirik ke bawah, ternyata kedua kaki Kumaia menapak di tanah.

Download

Download


Wanita Dirindu Surga

Diceritakan dari Ali, bahwa ketika Rasulullah menikahkannya dengan Fatimah, beliau mengirimkan pakaian dan bantal dari sabut serta dua piring makan dan dua kendi minum kepadanya. Pada suatu hari, Ali berkata kepada Fatimah, "Demi Allah, aku telah menimba air dari sumur sampai dadaku merasa sakit, sedangkan bapakmu memiliki banyak tawanan perang. Pergilah kepada bapakmu untuk minta seorang pembantu!"

Fatimah berkata, "Demi Allah, aku telah memasak makanan sampai kedua tanganku kasar dan membengkak."

Ia kemudian datang kepada Rasulullah.

Melihat putrinya datang, Rasulullah kemudian bertanya, "Ada apa engkau kemari, wahai Putriku?"

Fatimah menjawab, "Aku datang untuk mengucapkan salam kepadamu."

Fatimah merasa malu untuk mengutarakan maksudnya. Oleh karena itu, ia kemudian kembali ke rumahnya.

Melihat istrinya telah kembali, Ali langsung bertanya, "Apa yang telah engkau katakan pada ayahmu?

Fatimah hanya menjawab, “Aku merasa malu untuk meminta sesuatu kepada beliau."

Maka keduanya kemudian datang ke tempat Rasulullah secara bersama-sama. Ali kemudian berkata kepada Rasulullah, "Demi Allah, wahai Rasul! Aku telah begitu banyak menimba air dari sumur sampai dadaku terasa sakit."

Lalu Fatimah juga berkata, "Demi Allah, aku juga capai memasak sampai tanganku kasar dan membengkak, sementara Allah telah memberikan banyak tawanan dan kelapangan. Maka berikanlah seorang pembantu untuk kami."

Rasul kemudian berkata, "Demi Allah, aku tidak bisa memenuhi permintaan kalian berdua, sementara aku membiarkan ahlus suffah (sekelompok sahabat yang miskin dan tinggal dipemondokkan dekat masjid nabi serta sibuk dalam ketekunan beribadah)perutnya kelapatan, dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk menafkahi mereka. Lebih baik aku menjual para tawanan dan hasilnya aku gunakan untuk menafkahi mereka.”

Akhirnya, mereka berdua kembali dengan tangan kosong.

Rasulullah kemudian mendatangi mereka berdua. Saat itu, mereka berdua sedang berada dalam selimut kecil (jika keduanya menutup kepalanya maka kedua kaki mereka akan terbuka dan jika keduanya menutupi kedua kaki mereka, kepala mereka terbuka). Keduanya kemudian bangkit dengan malu-malu.

Rasulullah kemudian berkata, "Tetaplah dalam posisi kalian berdua. Maukah kalian aku beri kabar tentang sesuatu yang lebih baik dari apa yang kalian minta?"

Keduanya kemudian menjawab "Iya. Kami mau."

Rasul bersabda, Beberapa kalimat yang telah diajarkan Jibril kepadaku, kalian bisa membaca tasbih setiap selesai shalat sebanyak 10 kali, membaca tahmid 10 kali, dan membaca takbir 10 kali. Jika kalian hendak beranjak tidur, hendaknya kalian membaca tasbih sebanyak 33 kali, membaca hamdalah sebanyak 33 kali, serta membaca takbir sebanyak 34 kali."

Ali berkata, "Demi Allah aku tidak pernah meninggalkan amalan ini sejak Rasu mengajarkannya kepadaku." (HR Bukhari dan Muslim)

Pinokio

Pada awalnya Pinokio berpura-pura tak peduli dan bertindak sebaik mungkin, tapi akhirnya karena kehilangan kesabaran dia menantang mereka yang paling keterlaluan mempermainkannya dan berkata pada mereka dengan sangat marah, "Urus diri kalian sendiri! Aku datang kemari bukan untuk menjadi bulan-bulanan kalian. Aku menghormati orang lain dan aku ingin dihormati."

"Hai si mulut besar! Kau telah bicara seperti buku!" teriak para bajingan muda yang kemudian dikuasai tawa dan salah satu dari mereka, yang lebih tidak sopan diantara yang lainnya, mengangkat tangannya bermaksud untuk memegang ujung hidung Pinokio. Tapi dia kalah cepat karena Pinokio mengayunkan kakinya dari bawah meja dan menendang tulang kering bocah itu.

"Aduh, kakinya keras sekali!" erang bocah itu sambil menggosok-gosok memar yang disebabkan oleh tendangan Pinokio.

"Sikutnya bahkan lebih keras dari kakinya!" teriak yang lain yang mendapatkan pukulan di perutnya karena mempermainkan Pinokio dengan kasar.

Tendangan dan pukulan itu membuat Pinokio mendapatkan simpati dan hormat dari seluruh bocah di sekolah. Mereka semua berkawan dengannya dan benar-benar menyukainya. Bahkan kepala sekolah memujinya karena dia sangat penuh perhatian, tekun belajar, dan pandai, selalu datang ke sekolah paling awal dan paling akhir meninggalkan sekolah. Tapi dia membuat satu kesalahan, dia memiliki terlalu banyak teman dan beberapa dari mereka adalah anak-anak nakal yang terkenal malas belajar dan suka melakukan keburukan.

Kepala sekolah menegurnya setiap hari dan Sang Peri juga mengingatkannya berkali-kali, "Hati-hatilah, Pinokio! Teman sekolah yang nakal cepat atau lambat akan membuatmu malas belajar dan mungkin suatu saat membuatmu celaka."

"Tak perlu khawatir akan hal itu!" jawab Pinokio sambil mengangkat bahunya dan menyentuh dahinya seperti berkata, "Aku terlalu pintar untuk membiarkan itu terjadi!"

Pada suatu hari ketika dalam perjalanan ke sekolah, dia bertemu beberapa teman jahatnya yang bertanya, "Sudahkah kau mendengar datangnya berita luar biasa?"

"Belum."

"Di laut dekat sini telah muncul paus sebesar gunung."

"Benarkah? Apakah itu paus yang sama dengan yang muncul ketika Papaku tenggelam?"

"Kami akan pergi ke pantai untuk melihatnya Maukah kau bergabung?"

"Tidak. Aku akan pergi ke sekolah."

"Apa urusannya dengan sekolah? Kita akan pergi ke sekolah besok. Baik kita mendapatkan pelajaran atau tidak kita tetap keledai juga."

"Tapi apa yang akan dikatakan kepala sekolah?" 

"Kepala sekolah boleh berkata apa saja sesukanya. Dia dibayar untuk mengomel sepanjang hari."

"Dan mamaku?"

"Para mama tidak tahu apa-apa, "jawab bocah-bocah kecil nakal itu.

"Kalian tahu apa yang akan kulakukan?" kata Pinokio. "Aku memiliki alasan untuk melihat paus itu, tapi aku akan pergi melihatnya sepulang sekolah saja."

“Keledai malang!” seru salah satu bocah. “Kaupikir paus sebesar itu mau menunggumu? Begitu dia capek berada di sana, dia akan pindah ke tempat lain dan semuanya akan terlambat.”

download

Wiro Sableng (104) Peri Angsa Putih

"Sosok cebol, makhluk apa kau sebenarnya? Siapa dirimu? Apakah kau punya nama?"

Murid Eyang Sinto Gendeng menyeringai. "Kau boleh memanggil saya Si Cebol, Si Kontet atau Si Katai! Suka-sukamulah wahai Peri Angsa Putih...."

Peri cantik itu tertawa lebar mendengar kata-kata Pendekar 212.

"Mendengar tutur bicaramu jelas kau bukan penduduk Latanahsilam, walau kau bicara coba meniru logat orang sini. Pakai wahai segala! Aneh terdengarnya. Apa benar kau berasal dari dunia seribu dua ratus tahun lebih tua dari dunia kami?"

"Saya dan kawan-kawan memang berasal dari dunia lain. Kami kesasar datang ke sini...."

"Bagaimana bisa kesasar?"

"Itu yang masih kami selidiki. Tapi saat ini yang kami inginkan adalah kembali ke dunia kami. Jika tidak mungkin, jika nasib kami harus tetap mendekam di negeri ini maka kami ingin agar sosok kami bisa dibuat sebesar sosok orang-orang yang ada di sini. Kalau tidak bahaya akan selalu mengikuti kemana kami pergi."

"Katamu kau datang kesasar ke negeri ini. Berarti sulit mencari jalan pulang. Untuk memenuhi keinginanmu menjadi sebesar kami, siapa pula yang bisa melakukan nya?"

"Hanya ada satu orang. Hantu Tangan Empat." jawab Wiro.

"Mengapa kau begitu yakin kakek satu itu bisa menolongmu?" tanya Peri Angsa Putih.

"Kami pernah bertemu dengannya di Tanah Jawa...."

"Tanah Jawa? Di mana itu?" tanya Peri Angsa Putih.

Wiro garuk-garuk kepalanya. "Negeri asai kami. "Sulit bagaimana menerangkannya padamu. Waktu berada di Tanah Jawa, sosok Hantu Tangan Empat sama besarnya dengan sosok tubuh kami. Kalau dia berada di sini tentu sosoknya sama besar dengan orang-orang di sini. Berarti dia punya ilmu membesar dan mengecilkan tubuh...."

"Kau cerdik." kata Peri Angsa Putih seperti memuji.

"Tidak, itu jalan pikiran wajar-wajar saja," jawab Wiro polos. "Peri Angsa Putih, melihat kepada wajahmu yang cantik dan tutur bicaramu yang sopan, saya tahu kau seorang Peri baik hati. Tetapi mengapa kau tidak mau menolong diriku mempertemukan dengan Hantu Tangan Empat?"

"Soalnya aku tidak tahu di mana dia berada."

Wiro tersenyum. "Tadi saya dengar kau berkata tidak mau membawa saya pada kakek itu tanpa ijinnya. Bagi saya berarti kau tahu di mana Hantu Tangan Empat berada. Malah saya menduga kau punya hubungan dekat dengan orang tua itu.... Seingat saya Hantu Tangan Empat hidungnya mancung bagus. Hidungmu juga mancung bagus. Mungkin itu Embanmu atau...."

"Apa itu Emban?" tanya Peri Angsa Putih.

Wiro jadi garuk-garuk kepala lagi.

"Maksud saya mungkin dia kakekmu...."

Peri Angsa Putih kembali tertawa. "Kalau aku tidak mau menolongmu, apa yang akan kau lakukan?"

"Ya, bagaimana ya? Tapi saya tidak percaya suara mulutmu sama dengan suara hatimu        "

Peri Angsa Putih tersenyum. Makin banyak bicara dengan makhluk di atas telapak tangannya itu makin senang hatinya.

"Makhluk cebol yang tak mau memberitahu nama...."

"Nama saya Wiro. Wiro Sableng." ujar Wiro.

Peri Angsa Putih tertawa cekikikan.

"Ada yang lucu wahai Peri Angsa Putih?"

"Kau tahu apa arti sableng di negeri Latanahsilam ini?" tanya Peri Angsa Putih.
Wiro menggeleng.

"Di Latanahsilam sableng artinya kencing kuda! Hik... hik... hik." Sang Peri tertawa cekikikan.

Asap Itu Masih Mengepul

Rasa-rasanya dia jujur. Yang dituturkannya bukan cerita rekaan. Menurut data dia dilahirkan pada tahun 1959 sedangkan pemberontakan PKI terjadi tahun 1965, Jadi ceritanya masuk akal juga.

Bagaimanapun dia kuminta mengganti nama orangtua yang tertera dalam biodatanya.

Masalah yang menyangkut diri guru itu menjadi rumit dan berlarut-larut diawali dengan datangnya surat kaleng yang kuterima dari seseorang yang menamakan dirinya “wakil masyarakat desa Kalijambe. Dalam surat itu dipersoalkan mengapa seorang anak gembong PKI dapat diangkat menjadi pegawai negeri dan bahkan menjadi guru yang mengajar Pancasila. Andaikata surat kaleng tersebut tanpa disertai tembusan ke instansi lain, antara lain ke Kandep Dikbud, sebenarnya aku tidak perlu melayaninya. Akan tetapi, karena ada tembusan, aku terpaksa melapor ke kandep. Kebetulan waktu aku datang melapor di ruang kerja kakandep ada tamu pengawas. Kepada kedua pejabat itu aku menceritakan secara kronologis kejadian-kejadian yang menyangkut diri anak buahku itu. Ternyata kedua pejabat itu sependapat bahwa kehadiran guru anak tokoh PKI itu telah menimbulkan keresahan di masyarakat. Karenanya aku diminta membuat laporan tertulis kepada kakanwil, tembusannya dikirim ke kandep. Tentu saja permintaan itu kupenuhi.

Sehari kemudian pengawas datang ke sekolahku. Di buku pembinaan dia menulis catatan, “Sambil menunggu kebijaksanaan kakanwil, Saudara dibebaskan dari tugas mengajar, bisa membantu kegiatan perpustakaan,” Kepadaku Pak Pengawas bercerita bahwa pada masa Orla di kabupaten ini ada dua Ramli yang tergolong PKI kelas kakap. Satu Ramli BTI dan yang lain Ramli PGRI-NV, Ayah anak buahku adalah Ramli BTI.

Sejak kedatangan pengawas ke sekolahku, guru tersebut tidak kuberi jam mengajar. Dia tidak memprotes, patuh saja pada perintahku. Sebagai kepala sekolah aku merasa harus lapor kepada kepala bidang di kanwil. Aneh, atasanku di bidang teknis-edukatif itu tidak sependapat dengan pengawas.

“Yang berdosa terhadap Bangsa dan Negara adalah ayahnya, bukan dia. Mengapa dia harus menanggung dosa ayahnya? Tidak ada dosa keturunan!”

“Akan tetapi, Bapak Kakandep dan Pengawas menilai kehadirannya di sekolah saya tidak diterima oleh masyarakat, menimbulkan keresahan dan kerawanan,”

“Kehendak masyarakat tidak selamanya harus kita turuti,” kata kepala bidang lagi, “Api keributan sudah lama padam. Asapnya sempat melambung tinggi, tetapi asap itu jangan dibiarkan mengepul terus.”

“Kalau begitu saya mohon Bapak sudi membantu saya.”

“Membantu bagaimana?”

“Buatlah sekadar memo yang menyatakan Bapak mengizinkan dia mengajar kembali,” kataku.

Atasanku itu diam. Sesudah berpikir sejenak dia berkata, “Coba temui Bapak Kabag Kepegawaian, Beliau adalah ketua tim skrining,”

Kembali terjadi kejutan. Ketua tim skrining itu ternyata terheran-heran mendengar laporanku. Dia merasa kebobolan, ada anak tokoh PKI bisa diangkat menjadi guru mata pelajaran Pancasila.

“Jelas tidak boleh. Coba Saudara bayangkan, bagaimana dia bisa berbicara tentang pemberontakan G30S. Lidahnya mesti kaku. Kelu. Karena itu, orang semacam itu harus dikantorkan.” kata pejabat itu, “Pulang sajalah, Saudara. Tunggu sampai kami mengambil ke putusan. Untuk sementara dia tidak boleh mengajar.”

Dengan demikian, kepergianku ke Semarang tidak mengubah nasibnya. Anak buahku itu tampak sangat kecewa, Soalnya dia sudah sangat tidak betah jadi petugas perpustakaan.

“Anak-anak sinis terhadap saya, Pak,” katanya pada suatu kesempatan, “Malah sebagian di antara mereka ada yang terang-terangan mengejek saya. Martabat saya di perpustakaan lebih rendah daripada pesuruh. Omongan saya sama sekali tidak mereka hargai.”

Pada kesempatan lain dia menuturkan ketidak enakannya sebagai guru yang dilarang mengajar. “Yang dirugikan bukan cuma saya pribadi,” katanya, “Adik perempuan saya ikut merasakan getahnya. Beberapa waktu yang lalu sudah ada pemuda yang mendekatinya, mau resmi melamar. Begitu mendengar saya dinonaktifkan sebagai guru, pemuda itu mundur. Luka lama kambuh kembali. Masalah ayah sedikit demi sedikit mulai dilupakan orang, tetapi begitu saya terkena hukuman, orang pun kembali membicarakan masa lalu ayah. Saya mohon Bapak bisa merasakan penderitaan kami.”
Aku tidak bisa banyak bicara. Paling-paling menasihatinya agar bersabar dan jangan mudah berputus asa.

Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa kerjanya sebagai petugas perpustakaan makin hari makin jelek. Aku prihatin sekali sebab pada dasarnya dia memiliki rasa tanggung jawab besar. Kembali aku melapor kepada kepala bidang di Semarang, “Beri dia tugas mengajar, selain Pancasila.” begitu bunyi memo yang kubawa pulang. Keputusan itu membuat hatinya agak lega. Dia kuberi tugas mengajar Tatanegara, mata pelajaran yang juga dikuasainya.

Asap Mengepul
Download

Never Trust A Dead Man

Penduduk desa berhenti, sekitar lima atau enam langkah darinya. Jauhnya kira-kira satu lemparan sekop.

"Melangkahlah ke sini, Nak," kata Linton, keponakan Miller. Selwyn belum tahu maksud perkataan itu.

"Tetap di situ," perintah ayah Selwyn seolah-olah Selwyn tidak mencurigai apa-apa.

"Kami hanya ingin berbicara dengannya," kata Thorne.

"Baik. Bicaralah," kata ayah Selwyn. "Pendengarannya cukup baik."

Thorne menatapnya selama beberapa saat. Lalu ia berkata, "Farold mati. Ia dibunuh di penggilingan tadi malam."

Farold adalah keponakan Derian, tukang penggiling, sepupu Linton. Selwyn terkejut bahwa seseorang telah dibunuh dalam komunitas mereka yang tenang, tapi tidak kaget kalau korbannya Farold. Ia bahkan lega karena Farold yang mati, bukan yang lain. Senang, kalau boleh dikatakan dengan jujur, bahwa jika itu memang harus terjadi pada seseorang, hal itu terjadi pada Farold. Namun dia tahu bahwa dia tidak boleh membiarkan hal semacam itu terlihat pada air mukanya. Ia mencoba memikirkan hal-hal yang baik saja.

Farold tidak seburuk itu sebenarnya, katanya pada diri sendiri. Farold lebih baik dari... Ah, lebih baik daripada duduk di atas paku. Ia juga lebih baik daripada mematahkan gigi karena biji keras persik.
Ayahnya bertanya, "Apa yang menyebabkan kalian berpikir bahwa Selwyn yang melakukannya?"

Ada banyak alasan. Sebenarnya dengan melihat penam pilan mereka, hanya itulah alasan mereka ke sini. Bagaimana mereka bisa berpikir bahwa Selwyn akan membunuh seseorang, bahkan orang yang menjengkelkan dan bertingkah seperti Farold? Tapi Thorne memandang tepat ke arahnya dan bertanya kepadanya, bukan kepada ayahnya, "Kamukah yang melakukannya?"

Selwyn perlu beberapa saat untuk mengeluarkan suara.

"Bukan," katanya. Ia heran karena Thorne yang sudah mengenal dirinya begitu lama dapat bertanya dengan mimik muka yang datar seperti itu.

"Baiklah kalau begini," kata Thorne.

"Hal ini tidak mungkin," pikir Selwyn. Mereka telah ber jalan jauh dari Penryth dan tidak mungkin langsung berbalik kembali hanya dengan keterangan bahwa dirinya tidak bersalah.

"Kami semua di sini kemarin," ayah Selwyn berkata ke- pada mereka. "Tadi malam katamu? Kami semua disini kami berempat, sepanjang malam. Aku, anak ini, ibunya, dan neneknya. Kami akan bersaksi untuknya."

Hal itu menyebabkan Selwyn menggigil tetapi hal itu ditutupinya dengan gerakan berpura-pura mengibaskan seekor lalat. Lalu ia melipat tangannya di dada dengan sikap agak menantang.

"Baiklah," kata Thorne. "Mari kembali ke desa, jelaskan semuanya kepada Bowden. Kita lihat apakah ada sesuatu yang kau ketahui dan mungkin dapat menolong kami untuk menetapkan siapa yang membunuhnya."

Orang-orang yang ada di belakang Thorne terlihat tidak percaya dan menganggap hal itu tidak rasional.

"Saya kan baru saja menjelaskan pada kalian," kata ayahnya. "Dan ingatlah, ada beberapa orang yang senang kalau Farold mati."

Setelah itu ia memandang tepat ke arah Linton, seperti meminta maaf karena berbicara buruk tentang seseorang yang telah mati di depan sanak saudaranya, atau seperti mengingatkan setiap orang bahwa Linton adalah orang yang diuntungkan dengan kematian Farold karena sekarang ia adalah sanak terdekat yang masih hidup dari penggiling tua yang kaya itu.

Linton meludah ke tanah, tampaknya meludahi mereka

Kata Thorne, "Begini Rowe, biarkan Selwyn ikut dengan kami untuk menerangkannya sendiri. Bowden adalah orang yang rasional. Tapi putrinya menangis terus- menerus..."

Bowden. Ia adalah ayah Anora dan Selwyn tahu kare- na Anoralah ia dituduh. Sepanjang musim panas, ia dan Farold berlomba menarik perhatian dan mendapat kan kasih sayang Anora dan akhirnya Anora memilih Farold.

Dua minggu yang lalu, kedua pemuda itu bertarung di jalan di hadapan semua orang. Atau lebih tepatnya, Selwyn mencoba untuk bertarung dan Farold—yang lebih besar, lebih tinggi, dan lebih kuat— berhasil menjatuhkannya secara kasar ke atas onggokan tanah seolah-olah Selwyn berusia kira-kira sepuluh tahun lebih tua, dan lebih seperti hiburan bagi penonton. Jadi sekarang, tampaknya setiap orang berpikir bahwa Selwyn telah memperpanjang pertarungan itu.

"Gadis itu menuduhnya?" tanya ayah Selwyn, karena dia tak pernah berpikir kalau Anora akan bersikap demikian. Selwyn terkejut dengan pikiran itu.

"Tidak," kata Thorne. "Aku sudah katakan, kejadiannya semalam: Tidak ada yang melihat. Derian juga tidak mendengar apa-apa, apalagi dengan suara ributnya kincir air dan keadaannya yang setengah tuli itu. Tampaknya pembunuh memanjat dan masuk lewat jendela. Bi arkan anak ini pergi dan bicara, Rowe. Biar urusannya beres. Kau pikir dengan berlaku seperti ini akan membantu masalah?"

Download

Pendekar Cinta II

Siang hari itu cukup terik, sudah beberapa lama hujan tidak turun mendinginkan bumi. Seorang dara muda dengan dandanan sederhana memasuki warung makan tersebut, langkah kakinya sangat anggun dan tenang. Wajahnya cantik sekali hingga membuat para pelanggan warung makan tersebut menghentikan kegiatan makan mereka. Hampir semuanya memandang ke arah gadis tersebut, mereka sangat kagum melihat kerupawa nan wajah si gadis. Ada yang memandang dengan terang-terangan, mengerling, atau melirik secara diam-diam. Berbagai macam pikiran timbul di kepala mereka, ada yang memiliki pikiran tak senonoh seolah-olah hendak menelanjangi si gadis dengan tatapan mata mereka, ada yang hanya mengagumi saja namun ada juga yang mengkhwatirkan si gadis.

Dengan tenang Cin-Cin (gadis muda itu) berjalan menuju ke sebuah meja kosong yang terletak di sisi jalan dan memesan beberapa macam sayur dan sepoci teh hangat. Ia sudah terbiasa melihat pandangan pria-pria tadi, sejak turun gunung sudah ratusan kali ia menghadapi tatapan seperti ini. Pada awalnya ia merasa risih dan malu, namun lama kelamaan terbiasa bahkan ia merasa bangga akan kecantikannya. Entah sudah beberapa kali ia menghajar pemuda-pemuda iseng yang berusaha merayu dan menghinanya.

Sambil menunggu pesanannya datang, Cin-Cin meman dang ke arah jalanan. Suasana jalanan itu sangat ramai dengan lalu lalang orang, di sepanjang jalan nampak pedagang-pedagang kecil berjualan di sisi jalan menawarkan bermacam-macam barang dagangan, mulai dari bakmi, buah-buahan, permen, dan lain-lain. Dimana ada keramaian biasanya pengemis pun hadir mengais rezeki. Beberapa pengemis muda tampak berlalu-lalang, mereka mengenakan pakaian pengemis pada umumnya, tapi bagi kaum kang-ouw mereka mengetahui para pengemis tersebut merupakan anggota perkumpulan pengemis terbesar Kay Pang. Pada jaman itu Kay Pang sedang dalam masa puncak keemasannya, anggota Kay Pang sudah mencapai jutaan orang dan tersebar kemana-mana. Tak pelak lagi Kay-Pang adalah perkumpulan terbesar di dunia persilatan.

Saat itu Kay Pang di pimpin oleh Sun-Lokai yang merupakan ketua Kay Pang terlama dalam sejarah perkumpulan Kay Pang. Dalam masa kepemimpinannya pamor Kay Pang meningkat pesat dari perkumpulan yang miskin menjadi perkumpulan yang makmur. Dialah orang yang berhasil menyatukan Kay Pang menjadi satu kesatuan perkumpulan pengemis, tiada yang lain. Kalau dahulu penghasilan utama Kay Pang berasal dari hasil setoran para pengemis yang menjadi anggotanya namun sekarang penghasilan utama Kay Pang berasal dari pungutan-pungutan terhadap toko-toko, warung-warung, penginapan, pedagang-pedagang, hartawan, perusahaan piauw kiok. Pungutan-pungutan tersebut diberikan secara sukarela sebagai imbalan dalam menjaga keamanan usaha mereka. Sejak turut sertanya Kay Pang menjaga keamanan, dunia bawah tanah menjadi teratur, tidak semrawut seperti dahulu, dimana masing-masing pihak menjadi raja kecil dan menguasai sepetak wilayah sebagai sumber rejeki mereka. Tidak jarang timbul bentrokan-bentrokan berdarah memperebutkan wilayah-wilayah makmur dan memusingkan pihak kerajaan. Tapi sejak Kay Pang menguasai dan mengatur dunia bawah tanah, keributan-keributan mereda. Pengatu ran pembagian rejeki dilakukan secara terbuka, masing-masing pihak merasa berterima kasih akan kehadiran Kay Pang dan sebagai wujud terima kasih, mereka mem berikan setoran rutin kepada Kay Pang.

Di samping itu bila kaum kangouw mempunyai sengketa atau membutuhkan informasi tertentu, mereka terlebih dahulu mencari Kay Pang karena mereka tahu anggota Kay-Pang memiliki pengetahuan yang luas dan dapat di percaya. Berita apapun yang hendak di cari, Kay Pang dapat menyediakannya. Tidak heran banyak kaum kangouw yang berlomba-lomba mendekati Kay Pang dan membuat Kay Pang makin makmur. Sedang- kan bagi partai-partai besar lainnya, kalau tidak terpaksa mereka enggan bermusuhan dengan Kay Pang. Semua perselisihan yang timbul yang melibatkan anggota mereka, mereka selesaikan secara damai.

Saat ini pucuk pimpinan Kay Pang dipegang oleh wakil pangcu Kay Pang yaitu Kam-Lokai berusia enam puluh tahunan, sejak dua puluh tahun terakhir pangcu Kay Pang Sun-Lokai menghilang tak ketentuan rimbanya. Sudah belasan tahun semua anggota Kay-pang tidak melihat kehadiran Sun-Lokai hingga praktis pimpinan tertinggi Kay Pang saat ini di pegang oleh Kam-Lokai sebagai wakil pangcu, dibantu oleh beberapa orang tiang-lo dan murid-murid utama mereka.

Seperti yang kita ketahui Kam-Lokai hanya memiliki seorang murid saja yaitu Tiauw-Ki, dia adalah angkatan muda Kay Pang yang paling lihai. Dalam usia semuda ini Tiauw-ki telah di beri kepercayaan memimpin divisi intelijen Kay Pang, suatu divisi yang memiliki tugas menyerapi kabar-kabar terbaru dunia kangouw dan dampaknya terhadap dunia persilatan pada umumnya dan Kay Pang pada khususnya.

Dari divisi inilah kabar bangkitnya kembali Mo Kauw berhasil mereka bongkar dan menyiarkannya ke dunia kang-ouw.

Setiap tahun Kay Pang selalu melakukan pertemuan tahunan di markas besar Kay Pang di Peking yang dihadiri oleh pucuk pimpinan Kay Pang dan para kepala cabang Kay-Pang di seluruh Tiong Goan.

Selain melaporkan situasi dan perkembangan masing- masing wilayah yang mereka pimpin, para kepala cabang Kay Pang ini juga memanfaatkan pertemuan ini untuk saling silaturahmi dengan anggota lainnya hingga pertemuan tingkat tinggi ini biasanya diakhiri dengan mabuk-mabukan sampai pagi.

Download

Pendekar Cinta I

Kedatangan Lie Kun Liong dan Liok Han Ki tepat pada waktunya. Sambil menyabut pedang dari sarungnya Liok Han Ki berteriak, "Perampok dari mana yang berani mati merampas barang di tengah hari bolong!". Lalu ia menyabetkan pedangnya ke arah perampok bercambang lebat.

Sambil mengelak si perampok berkata "Rupanya bocah bau tengik tadi yang berlagak mau jadi pahlawan. Lebih baik segera pulang ke pangkuan ibumu sebelum pedang toyaku ini menembus badanmu!"

Liok Han Ki dengan murka melancarkan serangan secara beruntun. Tanpa belas kasihan ia mencecar si perampok dengan ilmu pedang kebanggaannya.

Dengan susah payah si perampok melayani serangan Liok Han Ki.

"Bocah dari mana asalnya ini, kok ilmu pedangnya sangat lihai?" kata si perampok dalam hati. Ia menangkis sekuat tenaga jurus terakhir yang dilancarkan Liok Han Ki. Gagang pedang ditangannya hampir terlepas dari pegangannya, telapak tangannya terasa sakit. Dengan penuh rasa kaget si perampok melawan sekuat tenaga serangan Liok Han Ki.

Kalau si perampok yang melawan Liok Han Ki terkaget kaget, perampok satunya lagi yang melawan Lie Kun Li ong juga tidak kalah terkejutnya. Setiap serangan pedang Lie Kun Liong hanya dengan susah payah dapat ia punahkan. Ia yang sudah berpengalaman puluhan tahun sekarang ketemu batunya, bahkan ilmu pedang yang dimainkan Lie Kun Liong tidak dapat ia raba asalnya.

Syukur baginya Lie Kun Liong baru terjun ke dunia kang-ouw sehingga pengalaman bertempurnya masih sedikit dan ragu-ragu untuk meneruskan serangan yang lebih mematikan, kalau tidak sudah dari tadi si perampok berbaju abu-abu itu kalah.

Suatu saat Lie Kun Liong mengincar dan menusuk ke arah pundak kiri si perampok namun dengan tiba-tiba ujung pedangnya membentuk lingkaran dan arah yang di tuju adalah pundak kanan si perampok. Kali ini si perampok tidak dapat berkelit lagi, ia sudah salah mengantisipasi jurus serangan Lie Kun Liong yang awalnya menuju ke pundak sebelah kirinya tapi mendadak di tengah jalan mengincar pundak kanannya. Pedang yang ia pegang di tangan kanannya jatuh ke tanah dan sebelum ia bereaksi lebih lanjut ujung pedang Lie Kun Liong sudah berada di depan tenggorokannya. Dengan rasa jeri dan takjub terlihat jelas di wajah si perampok.

Lie Kun Liong menutuk tiam hiat (jalan darah) si perampok sehingga tidak dapat bergerak. Lalu ia memandang pertempuran antara Liok Han Ki dengan perampok yang lainnya juga hampir selesai. Ia kagum dengan kelihaian ilmu pedang Liok Han Ki, kecepatan dan ketepatan jurus yang dilancarkan Liok Han Ki sangat akurat, hanya mereka yang sudah mencapai tingkat tertinggi dari ilmu pedang yang dapat melakukan gerakan seperti yang barusan diperagakan oleh Liok Han Ki.

Suatu ketika cukup dengan sontekan ujung pedangnya perut si perampok tertembus pedang Liok Han Ki dan si perampok jatuh ke tanah berlumuran darah, nasibnya jauh lebih buruk dari perampok yang melawan Lie Kun Liong. Ternyata Liok Han Ki masih merasa marah deng an perkataan si perampok di warung makan tadi sehingga ia bertindak cukup kejam dengan membunuh si perampok.

Download

Pendekar Cinta III

Dalam serang menyerang ini, kedua pihak sama-sama mengakui kelihaian lawan masing-masing. Beruntung bagi Li Kun Liong sudah menguasai gerakan langkah ajaib yang ia temukan di dalam gua, apabila tidak dia pasti kewalahan melayani jago dari negeri Thian-Tok ini. Aliran ilmu silat Rameshwara berbeda dengan aliran Tiong-goan, banyak gerakan-gerakan yang aneh dan tak terduga hingga Li Kun Liong harus ekstra hati-hati. Ilmu tenaga dalam Rameshwara berasal dari ilmu Yoga, mereka yang telah menguasai ilmu yoga ini dengan sempurna akan memiliki kelenturan tubuh yang hebat, tenaga dalam yang tinggi serta panca indera yang sangat tajam. Ilmu yoga ini memiliki bermacam-macam gerakan tergantung aliran masing-masing, ada yang mudah, ada juga yang sangat sulit dilakukan. Umumnya hanya pertapa-pertapa tingkat tinggi yang dapat mencapai kesempurnaan dalam ilmu yoga ini. Di negeri Thian-Tok sendiri, yoga di pandang sebagai ilmu mandarguna sehingga tidak jarang kesaktian ilmu ini menjadi legenda. Penduduk negeri Thian-tok sangat mempercayai yoga bahkan kabarnya dengan ilmu ini, seseorang dapat melayang di atas permukaan air tanpa peralatan apa pun atau menembus api yang berkobar-kobar tanpa terluka.

Dilain pihak, Rameshwara pertempuran ini benar-benar menguras ilmunya. Ia mencoba mainkan segala macam ilmu silat yang pernah ia pelajari, namun tetap saja tidak dapat mendesak lawan.
Hingga akhirnya terpaksa ia mengeluarkan ilmu simpanannya yaitu ilmu Ya-hwe-siau-thian (api liar membakar langit). Perlahan-lahan sorot matanya mengeluarkan sinar yang aneh, berusaha memaksa Li Kun Liong saling bertatapan mata.

Pada bentrokan mata tadi, Li Kun Liong sudah mengetahui kelihaian sorot mata Rameshwara hingga dia tentu saja tidak berani bertatapan langsung. Sebisa mungkin matanya tidak bentrok dengan sorot mata Rameshwara, kalaupun terpaksa segera ia mengalihkannya ke lain jurusan. Dengan demikian konsentrasinya jadi terganggu, di satu pihak dia harus melayani serangan-serangan lihai lawan, di lain pihak harus berjaga-jaga terhadap sorot mata lawan. Li Kun Liong semakin kerepotan bahakan suatu saat tanpa disadarinya matanya bertatapan cukup lama dengan mata Rameshwara. Pikirannya langsung seolah-olah berhenti, tidak mau mengikuti lagi bahkan tenaganya pun mandek. Walaupun hanya sedetik saja, tapi dalam pertarungan tingkat tinggi, kelengahan semacam ini dapat berakibat fatal.

Diiringi lengkingan panjang Li Kun Liong yang berusaha melepaskan diri dari sorot mata Rameshwara, tahu-tahu merasakan berderaknya tulang pundaknya. Pukulan Rameshwara berhasil mampir dan menghantam pundak kirinya. Syukur tenaga pukulan tersebut telah berkurang banyak, terpengaruh lengkingan Li Kun Liong, kalau tidak tulang pundak Li Kun Liong pasti patah.

Rameshwara sendiri bukannya tidak apa-apa, lengkingan yang dikeluarkan Li Kun Liong merupakan serangan melalui suara, mirip dengan pekikan singa namun jauh lebih dahsyat. Lengkingan tersebut telah menggetar jantung Rameshwara dan membuat kacau pergerakan aliran darahnya. Bagi seorang ahli silat, aliran darah yang kacau dapat membuat dirinya terluka parah apabila tetap melanjutkan pertarungan, apalagi bila lawan yang dihadapi seimbang atau lebih tinggi tenaga dalamnya. Dia harus segera merawat diri dengan melakukan siulan yoga untuk melancarkan aliran darah agar kembali normal.

Menyadari lawan-lawannya kali ini tidak dapat di pandang enteng, sambil memegang pundak kirinya yang sakit dan tidak dapat digerakkannya dengan leluasa, Li Kun Liong untuk ke sekian kalinya harus segera mengambil langkah mundur. Dengan ginkang yang dimilikinya saat ini, tidak susah baginya untuk melarikan diri dari musuh-musuhnya.

Seperti orang yang sial berturut-turut, demikian juga nasib Li Kun Liong. Semaju apa pun ilmu silatnya, tetap saja ia harus mengalami kesialan di keroyok tokoh-tokoh kosen dunia persilatan. Sejak terjun ke sungai telaga, entah sudah berapa kali lipat kemajuan ilmu silatnya bila dibandingkan dengan pertama kali turun gunung. Namun kesialan terus mengikutinya, ia harus mengalami beberapa kali musibah, pengeroyokan, fitnahan dan lain-lain.

Kolam Darah

“Waktumu sudah habis, Suharyadi. Dan aku paling benci berdebat. Maka, ambillah kerisku ini. Hukum dirimu sendiri karena telah menghujat arwah leluhurmu yang terhormat ini!”

Dengan memegang ujung keris di tangannya, sosok bangsawan di hadapan Suharyadi menyodorkan gagang keris berbentuk kepala ular itu ke arah Suharyadi. Yang seketika bergerak surut ke belakang. Ketakutan. Tetapi sesuatu menghalangi langkahnya. Yakni suara berdesis liar dari arah tungku. Lidah api yang menjilat-jilat hebat seakan berusaha meraih kaki Suharyadi. Mengelak terkejut, Suharyadi kemudian berlari panik menjauhi tungku dan menjauhi sang Juragan Besar.

Sambil menjerit panik, “Tidak. Jangan dekati aku! Jangan ganggu aku! Toloong...!”

Bersama jeritan minta tolongnya, Suharyadi terus berlari dan berlari. Disertai lolongan histerisnya, ”Tolong! Jangan bunuh aku. Tolonglah...! Sumpah mati. Aku tidak bermaksud mengutuk arwahmu! Tolong...! Tidak, aduh tidak! Tolong!”

Tenang dan dingin, sang Juragan Besar bergerak mengikuti.

Disertai senyumannya yang kian mengejek. Meninggalkan ruang tengah vila. Meninggalkan tungku pendiangan yang apinya kembali menyala normal. Dengan sebuah lukisan tua di atasnya. Lukisan sang Juragan Besar, yang kali ini seperti juga sudah seratus tahun waktu berlalu, tampak menatap lembut. Dengan senyuman tipisnya, yang juga lembut namun terkesan misterius. 

Hanya saja, ada yang berbeda.

Yakni sepasang mata lembut itu. Yang tadinya kering sebagaimana halnya lukisan, kini tampak seperti membasah.

Seakan menangisi sesuatu.

Akan tetapi sepasang mata itu dengan sangat cepat dan tiba-tiba langsung mengering sendiri, tidak lagi membasah manakala terdengar suara langkah kaki berlari-lari mendatangi. Disusul munculnya pelayan setia keluarga Suharyadi, yakni Sarijah yang tampak cemas serta suaminya Ardi yang setengah mengantuk karena dipaksa bangun dari tidur yang pulas oleh sang istri.

”Aku yakin suara jeritan itu berasal dari ruangan ini.” Sarijah berkata gugup seraya menyapukan pandang ke seputar ruang duduk yang mereka masuki.

Ikut menyapukan pandang, sang suami bertanya setengah mengantuk, “Lalu, di mana orangnya, Bu?”

“Entahlah.” jawab Sarijah bingung sendiri sebelum kemudian melihat ke lantai atas lalu berbicara yakin. “Mungkin Juragan ada di kamarnya. Dan dia sedang terancam marabahaya.”

“Bahaya apa?”

“Daripada Bapak terus ribut bertanya, lebih baik kita ke atas. Untuk memeriksa.” jawab Sarijah yang langsung bergegas menuju lalu menaiki tangga dengan wajah yang semakin kuatir.

Ardi semula akan membiarkan dan sudah memutuskan untuk kembali tidur saja lagi, ketika secara tak sengaja matanya beradu pandang dengan sepasang mata lainnya. Yang menatap dingin dari atas tungku pendiangan. Mata sang Juragan Besar Anggadireja. Dangan sosoknya yang tampak angker di mata Ardi. Karena sosok pada lukisan tua itu sudah berulangkah ia lihat berkeliaran di dalam kegelapan rumah di mana ia dan istrinya sudah mengabdi selama puluhan tahun. Bahkan pernah di suatu malam, ketika Ardi membuka pintu kamar tidurnya, sosok dalam lukisan itu tahu-tahu sudah tegak di hadapannya. Mengawasi Ardi dangan sorot matanya yang tajam tampak menyala, merah semerah darah. Dan langsung membuat Ardi jatuh pingsan saking terkejut.

Ingatan menakutkan itu seketika membunuh perasaan kantuk Ardi, yang dengan cepat berlari menuju tangga untuk menyusul istrinya. Naik ke lantai atas. Sebuah kelalaian atau kesalahan kecil yang tak seharusnya dilakukan oleh Ardi. Mestinya ia tidak menunggu, tidak pula latah naik ke lantai atas. Ardi mestinya mencari ke luar rumah. Setidak-tidaknya langsung pergi ke halaman.

Pada saat yang sama, di halaman majikan mereka terpeleset lalu jatuh tersungkur di tanah becek bekas hujan siang harinya. Dan begitu Suharyadi merayap bangkit dengan tangan menggapai-gapai untuk mencari kacamata minusnya yang ikut terlempar jatuh, terdengarlah suara berderak lunak di telinganya. Suara kaca pecah terinjak. Dan kaki yang menginjak kacamata minus Suharyadi itu adalah kaki yang setengah tertutup oleh jubah panjang, jubah bangsawan tempo dulu!
Terkesima.

Suharyadi mengangkat muka. Di bawah sinar rembulan, tampaklah sang juragan Besar sudah berdiri tegak mengawasi dirinya, disertai senyuman mengejek. Dan bisikannya yang tajam menusuk, “Darahmu, Suharyadi. Jangan biarkan aku menunggu...”

Lalu tangan sang bangsawan bergerak sangat cepat. Dan sebilah keris berlekuk dengan gagang kepala ular miliknya tahu-tahu sudah tertancap pada tanah di hadapan Suharyadi. Diikuti perintah yang tak ingin dibantah, ”Lakukanlah sekarang juga.”

”Apa...?” tanya Suharyadi, menggagap. ”Apa yang harus kulakukan, Abah?”

”Kau pasti tahu apa maksudku.”

Menatap tengadah ke wajah sang sosok di hadapannya, Suharyadi kemudian merasakan hawa sejuk dingin bagai merembes masuk ke sekujur pembuluh darahnya. Mengalir sampai ke urat-urat saraf dan terus merambat ke dalam sel-sel otaknya. Otak yang menuntut suatu kepatuhan. Untuk menebus dosa-dosanya. Dosa telah menyetubuhi Ningrum di depan tungku pendiangan. Di hadapan mata sang kakek.

Bagai terhipnotis, tangan Suharyadi terulur bergemetar ke depan untuk meraih lalu mencabut keris yang tertancap di tanah. Masih terhipnotis, Suharyadi kemudian berlutut pasrah. Siap menebus dosa.

Download

Sang Duda

Surat itu dibacanya dengan bernafsu. Sebentar-sebentar dia tersenyum. Isinya lucu. Inikah remaja zaman sekarang?

”...sayang sekali foto An nggak ada yang bagus. Kalau kirim yang jelek nanti Papa kira An memang jelek. Padahal nggak. Eh, ge-er ya? Habis An nggak camera-face sih. Tapi nanti deh, kalau kebetulan dapat yang bagus pasti An kirim. Cuma buat apa sih foto segala ya? Mendingan Papa lihat orangnya aja. Bagusan juga orangnya.

Hadiahnya bagus, Pa! Trims. Katanya Mama yang memilih. Duitnya dari Papa. Weselnya udah diuangkan, Pa. Lain kali kalau mau kasih hadiah Papa yang milih sendiri dong.

Eh, kenapa bukan Papa aja yang kirim foto? An sudah lupa kayak apa tampang Papa. Mama juga nggak nyimpan foto Papa. Albumnya hilang, katanya. Tapi katanya dulu Papa cakep. Apa sekarang masih cakep, Pa? Hi, Papa ge-er nih yeee... Tapi pasti Papa udah lebih tua. Apa Papa udah banyak ubannya? Udah ada keriputnya?

Udah ada gembung di bawah matanya? Eh, Papa kan nggak marah An tanya gitu ya? Itu kan wajar. Orang yang udah tua memang begitu..."

Hariman menutup surat Aneke. Ia berlari dulu ke cermin. Di sana ditelitinya wajahnya. Sudah berkeriputkah? Sudah ada gembung di bawah matanya? Lalu kepalanya. Sudah banyakkah ubannya? Tiba-tiba dia merasa depresif. Benarkah dia tampak sudah tua? Kalaupun betul, tentunya wajar. Seperti kata Aneke. Tapi rasanya dia tidak rela! Bahkan untuk memastikan apakah dia memang kelihatan sudah tua atau belum juga terasa susah. Antara kenyataan dan tentangan.

Lalu surat Yosefa. Semangatnya agak berkurang.

Isi surat itu memang tidak menyampaikan sesuatu kepastian. Bahkan juga tak ada janji. Yosefa hanya mengatakan bahwa dia masih memikirkan masalah itu. Cuma ada pesannya, yaitu agar Hariman tidak terlampau banyak melibatkan diri dengan sembarang perempuan. Nanti kamu bisa dapat susah, dia mengingatkan. Selalu ada bedanya antara melampiaskan dengan mengumbar nafsu!

Itu sama sekali bukan kata-kata baru dari Yosefa. Dulu pun pernah dia ucapkan. Bukan hanya sekali tapi berkali-kali. Tapi dulu membuat dia bosan. Sekarang anehnya tidak lagi' Apa karena sudah lama tak mendengarnya? Sekarang bukan saja rasa bosan itu lenyap tapi dia malah senang karena diingatkan. Akhirnya lagi-lagi dia


Hariman menutup surat Aneke. Ia berlari dulu ke cermin. Di sana ditelitinya wajahnya. Sudah berkeriputkah? Sudah ada gembung di bawah matanya? Lalu kepalanya. Sudah banyakkah ubannya? Tiba-tiba dia merasa depresif. Benarkah dia tampak sudah tua? Kalaupun betul, tentunya wajar. Seperti kata Aneke. Tapi rasanya dia tidak rela! Bahkan untuk memastikan apakah dia memang kelihatan sudah tua atau belum juga terasa susah. Antara kenyataan dan tentangan.

Lalu surat Yosefa. Semangatnya agak berkurang.

Isi surat itu memang tidak menyampaikan sesuatu kepastian. Bahkan juga tak ada janji. Yosefa hanya mengatakan bahwa dia masih memikirkan masalah itu. Cuma ada pesannya, yaitu agar Hariman tidak terlampau banyak melibatkan diri dengan sembarang perempuan. Nanti kamu bisa dapat susah, dia mengingatkan. Selalu ada bedanya antara melampiaskan dengan mengumbar nafsu!

Itu sama sekali bukan kata-kata baru dari Yosefa. Dulu pun pernah dia ucapkan. Bukan hanya sekali tapi berkali-kali. Tapi dulu membuat dia bosan. Sekarang anehnya tidak lagi. Apa karena sudah lama tak mendengarnva? Sekarang bukan saja rasa bosan itu lenyap tapi dia malah senang karena diingatkan. Akhirnya lagi-lagi dia merasa rindu kepada Yosefa. Kalau ada kamu aku pasti tidak akan sembarang mengumbar nafsu! Aku perlu kamu sebagai pengendali!

Sepanjang jalan sepulangnya dari kantor, berkali-kali pandangan Hariman tertuju ke kaca spion di depannya. Ada wajahnya di situ. Dia teringat surat Aneke. Sekali dua kali dia melihat wajah yang berkesan menua. Kali berikut kesan itu lenyap. Ah, dia masih muda dan gagah. Kalau tidak, tentu cewek-cewek tidak memandangnya dengan tatap mengundang. Sengaja dia membuka kaca jendela mobilnya. Ah, banyak sekali cewek-cewek cakep pulang kantor, baik yang jalan kaki maupun berdiri menunggu kendaraan. Mereka membalas tatapannya dengan pandang genit. Ia yakin, kalau saja ia menghentikan kendaraannya dan mengajak serta pasti ada yang mau. Godaan untuk membuktikan itu kuat sekali. Sangat gampang untuk memperoleh teman. Soalnya dia sudah beberapa kali melakukan hal itu. Tapi itu sudah cukup lama. Mungkin sekarang godaan itu timbul karena surat Aneke. Sudah tua! Kalau saja bukan Aneke yang menulis seperti itu pasti dia sudah marah.

Lalu dia teringat kepada Mona. Semalam dia lama memikirkan kata-kata Nyonya Borman. Walaupun menjengkelkan ternyata peringatan itu cukup memakan sarafnya. Mungkin sebaiknya dia membicarakannya dengan Mona. Lebih baik lagi bila hubungan diakhiri saja. Itu yang paling baik. Dan karena itu sebaiknya ia membuang saja niat membalasnya itu. Semula ia merencanakan suatu kejutan buat Mona. Ia akan melakukan hal yang sama bila Mona sedang berada di rumahnya. Suatu sosok menggantung akan dipasangnya di kamar mandi, di dapur, atau di mana saja tempat yang mudah terlihat Mona. Dan bila Mona kaget ia akan menertawakan. Rasakan.

Untuk itu ia membutuhkan sedikit waktu supaya Mona agak melupakan peristiwa yang lalu. Dengan demikian Mona akan sungguh-sungguh yakin bahwa ia memang sudah memaafkan perbuatannya tanpa perlu ditanyakan. Kalau ia pura-pura lupa maka Mona pun akan melupakan. Lalu tiba-tiba ia melihat hal yang sama. Itu namanya senjata makan tuan.

Tapi sekarang semangatnya sudah lenyap sebagian besar. Tak ada yang menarik lagi dari rencana itu. Semuanya terselubungi kabut kecemasan. Jadi masalahnya adalah pilihan antara dua. Kepuasan membalas dendam atau cari selamat. Ia lebih suka memilih yang kedua. Apalagi peristiwa itu sesungguhnya memang sudah mulai ia lupakan. Semakin larut oleh waktu.

Jalanan macet. Dengan leluasa ia bisa memikirkan hal itu karena tak perlu konsentrasi penuh ke jalan. Hitung-hitung menghilangkan kekesalan. Tiba-tiba ia terkejut. Seseorang di tepi jalan mengacung-acungkan jari kepadanya. Seorang gadis remaja berseragam putih abu-abu, pelajar SMA. Semula Hariman kurang yakin apakah gadis itu memberi isyarat kepadanya atau bukan. Tapi semakin dekat ia semakin yakin.

Download

Wiro Sableng (103) Hantu Bara Kaliatus

"Latandai. Ap... apa maksud ucapanmu. Bukan.... Bukankah kau berkata tidak ingin membicarakan hal masa silam. Lag... lagi pula aku tidak pernah melakukan perbuatan tidak senonoh dengan Lasingar...."

Latandai mendengus. "Delapan puluh tahun lalu kau berdusta. Sekarang masih saja berdusta! Siapa percaya padamu! Aku sudah sembuh Luhsantini!

Dengar. Aku sudah sembuh! Dan aku tidak memerlukan dirimu lagi! Mampuslah perempuan jalang!"
Sepuluh jari kokoh Latandai disertai tenaga luar dan dalam yang sangat hebat mencengkeram siap menghancurkan leher Luhsantini. Pada saat itulah tangan kanan Luhsantini menghantam ke depan, mengarah ke perut Latandai. Melepas pukulan Di Balik Labukit Menghancur Lagunung!

Tapi Latandai tidak buta. Tangan kirinya secepat kilat di babatkan ke bawah.

"Bukkk!"

Dua lengan saling beradu keras. Kedua orang itu ter- pental dan sama-sama kesakitan. Begitu lepas dari cekikan Latandai, Luhsantini berteriak marah. "Manusia laknat! Binatang saja kalau ditolong tidak akan pernah berkhianat! Kau memang Hantu jahanam yang harus dimusnahkan!" untuk kedua kalinya Luhsantini menyerang dengan pukulan Di Balik Labukit Menghancur Lagunung.

Latandai cepat menyingkir. Gerakannya memang tidak terlalu cepat akibat kendala di bagian bawah perutnya. Sadar dan khawatir serangan lawan bisa mencelakainya maka lelaki ini menangkis dengan melepaskan pukulan sakti Selusin Bianglala Hitam. Dua belas larikan sinar hitam halus menggebubu. Luhsantini seperti gila melihat berkiblatnya dua belas sinar hitam itu. Delapan puluh tahun silam, pukulan inilah yang telah membuat cacat puteranya Lamatahati!

Seperti hendak mengadu jiwa, dengan nekad Luhsantini sambuti pukulan lawan dengan pukulan Di Balik Labukit Menghancur Lagunung. Kali ini dengan tangan kiri kanan sekaligus.

Kesaktian Luhsantini boleh hebat, namun dia kalah jauh pada tenaga dalam. Begitu dua pukulan sakti bentrokan, terdengarlah pekik perempuan ini. Tubuhnya terlempar ke udara setinggi tiga tombak lalu jatuh di atas batu. Darah mengucur di mulutnya. Dada pakaian merahnya robek dan hangus besar hingga auratnya tersingkap putih.

Latandai sendiri terlempar satu tombak. Punggungnya menghantam gundukan batu. Sekujur tubuhnya bergetar hebat. Dadanya mendenyut sakit dan tubuhnya bagian bawah seolah hendak tanggal. Terbungkuk-bungkuk dia melangkah mendekati sosok Luhsantini. Saat itu dilihatnya saiah satu kaki perempuan itu bergerak hingga pakaiannya tersibak di bagian paha. Nafas Latandai sesaat tertahan. Darahnya menyentak- nyentak. Apalagi ketika matanya membentur dada Luhsantini yang tidak tertutup. Nafsunya langsung menggelegak.

"Mungkin ada baiknya dia tidak segera mati..." kata Latandai menyeringai. Dia membungkuk di atas tubuh Luhsantini. Agar yakin perempuan itu tidak membuat gerakan tiba-tiba yang dapat mencelakainya, kedua tangan Luhsantini dilipatnya ke belakang.

"Kraaakk!"

Salah satu lengan Luhsantini berderak patah. Tapi tak ada suara jerit kesakitan keluar dari mulut perempuan ini, karena keadaannya saat itu nyaris pingsan.

Latandai menyeringai, tangannya bergerak menyingkapkan pakaian merah Luhsantini sesaat lagi maksud terkutuknya akan kesampaian tiba-tiba satu ringkikan keras menggelegar di kawasan bebatuan itu.

"Wuuuutt!"

Kalau tidak lekas menyingkir pecahlah keualn Latandai kena tendangan dua kaki depan kuda raksasa berkaki enam!

Download

Haramnya Bid'ah

Baiklah kita bicarakan sejumlah bid'ah sebagai palajaran dan peringatan, dengan harapan orang Islam menjauhinya.

A. Bid'ah Yang Ada Dalam Keyakinan

1. Menafikan takdir dan mengingkari ilmu Allah Ta'ala terhadap bagian-bagian alam.

2. Mentawil sifat-sifat Allah Ta'ala dan menghilangkannya dengan mengingkari makna sifat itu. Tidak menyifati Allah azza wa jalla dengan sifat-sifat-Nya yang layak dengan dzat-Nya yang agung dan luhur.

3. Mengingkari adzab dan nikmat kubur dan mengingkari adanya pertanyaan dua Malaikat terhadap penghuni kubur.

4. Mengkafirkan sahabat-sahabat Rasulullah, mencela mereka, mencerca dan menganggap kurang kepada mereka.

5. Meyakini bahwa para wali itu mengetahui hal yang ghaib, dan meyakini bahwa di antara mereka ada yang mengungguli nabi.

6. Meyakini adanya dewan untuk orang-orang yang saleh yang dijadikan tempat mereka berkumpul guna menetapkan kejadian-kejadian alam dan perjalanan kehidupan, dengan cara memberi atau menolak, melanjutkan atau memindahkan, dan seterusnya yang merupakan pengelolaan di dunia.

7. Meyakini bahwa ruh para wali itu (setelah mereka meninggal) akan mengelola beberapa urusan, misalnya memenuhi kebutuhan orang yang berziarah ke kubur mereka untuk meminta syafaat dan bertawassul kepada mereka.

8. Bernazar untuk para wali dan menyembelih hewan untuk ruh mereka ketika mereka dikuburkan, di kuburan mereka.

9. Berdoa kepada para wali dan meminta pertolongan kepada mereka, bermalam di pekuburan mereka dan membawa orang sakit kepada mereka untuk meminta kesembuhan dengan perantaraan mereka itu.

Inilah sembilan bid'ah yang ada dalam kayakinnan yang semuanya mengkafirkan dan memfasikkan pelakunya. Wajib bertaubat seketika itu juga dari padanya. Barangsiapa yang mengekalkan kepada semua bid'ah itu atau kepada salah satunya hingga dia mati, maka dia mati dalam kekufuran dan kefasikan. Kita berlindung kepada Allah Ta'ala dari padanya.

10. Merayakan hari kelahiran secara mutlak.

Download

Muhammad Al-Fatih 1453

Berkata Abdullah bin Amru bin Ash: “Bahwa ketika kami duduk di sekeliling Rasulullah untuk menulis, lalu Rasulullah ditanya tentang kota manakah yang akan futuh terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma. Maka Rasulullah menjawab, ‘Kota Heraklius terlebih dahulu, yakni Konstantinopel” (HR. Ahmad)

Oleh karena itu, ekspedisi Sultan Mehmed II bukanlah ekspedisi yang biasa, ekspedisi yang dipimpinnya kali ini adalah ekspedisi kerinduan selama 825 tahun. Ekspedisi ini adalah puncak dari kekerasan niatnya atas Konstantinopel, nama yang telah memenuhi benaknya selama 23 tahun lamanya. Nama yang juga akan menghantarkannya menjadi panglima terbaik yang sempat diisyaratkan oleh Muhammad Rasulullah dari lisannya. 

“Sungguh Konstatinopel akan ditaklukkan oleh kalian. Maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang menaklukkannya.” (HR. Ahmad)
Bagi kaum Muslim, nama Konstantinopel berarti kemuliaan yang telah dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam bisyarah mereka. Ramai dari kaum Muslim akan menyiapkan jiwa dan harta mereka untuk menjadi pasukan yang membebaskannya. Mental kaum Muslim pun telah dari awal dididik untuk menjadi seorang ksatria yang mempunyai tugas untuk mengelola dunia dan seisinya.

Pada awal pembentukan para sahabat, Rasulullah senantiasa mengarahkan visi mereka menjadi visi global, yaitu pembebasan seluruh dunia. Bagi kaum Muslim, Konstantinopel adalah penantian 825 tahun dan para syuhada telah menyirami tanah itu dengan darah suci mereka untuk menumbuhkan kemenangan di tanah itu maka tidak heran apabila janji Allah dan Rasul ini menjadi suatu sumber energi yang tidak terbatas, menyalakan api pengorbanan dan jihad fii sabilillah dalam setiap masa dan 5 setiap kepemimpinan.

Konstantinopel sendiri bukanlah sebuah kota yang lemah. Posisinya sebagai ibukota Byzantium, pewaris satu-satunya imperium Romawi menjadikannya memiliki semua teknologi perang dan kejayaan sistem militer Romawi yang sempat memimpin dunia, wilayah lautnya sangat luas dan armada lautnya menjadi yang terbaik pada masanya. Tembok Konstantinopel mempunyai prestasi selama 1.123 tahun menahan 23 serangan yang dialamatkan kepadanya. Hanya sekali saja tembok bagian lautnya pernah ditembus oleh 4 pasukan salib pada 1204, selain itu semua serangan sukses dinetralkan pasukan pertahanannya. Wajarlah penduduk dan pasukan Konstantinopel merasa berada di atas angin ketika Sultan Mehmed mengepung Konstantinopel. 

Mengapa momen ini terjadi, bagaimana kejadiannya dan apa yang terjadi setelahnya adalah sesuatu yang menjadi topik pembahasan dalam buku ini. Buku ini mengisahkan secara detail tentang pembebasan Konstantinopel dan menggambarkan sejelas-jelasnya kepribadian Mehmed II Al-Fatih dan keyakinannya pada janji Alllah dan Rasul-Nya. Tulisan ini bertujuan untuk mengupas apapun yang terjadi dalam momen pembebasan Konstantinopel dan bagaimana seharusnya mental seorang Muslim yang diberrtuk oleh Islam. Ini adalah sebuah cerita tentang keksatriaan Muslim dan keperkasaan pasukan kaum Muslimin. Ini adalah sebuah penuturan tentang masa lalu dan masa depan.

Kebanyakan kaum nasionalis fanatik memandang pengepungan dan pembebasan Konstantinopel pada 1453 sebagai permasalahan yang terjadi antara Turki yang diwakili oleh Utsmani dan Byzantium yang diwakili oleh Konstantinopel. Ini adalah reduksionisme salah kaprah. Turki sendiri adalah sebuah istilah yang baru dikenal setelah muncul Republik Turki setelah runtuhnya Khilafah Utsmaniyyah tahun 1924, sebelum itu kaum Turki tidak pernah menyebut diri mereka dengan Turki. Mereka menyebut diri mereka hanya Muslim. Maka sesungguhnya Utsmani sendiri adalah perwakilan dari kaum Muslim dan Byzantium adalah perwakilan dari dunia Kristen.

1453 tidak hanya momen yang merekam konflik antara Byzantium dan Utsmani, tetapi sesungguhnya adalah momen yang menjadi wadah pembuktian kaum Muslim akan agama yang benar dan pembuktian janji Allah dan Rasul-Nya. 

1453 sesungguhnya adalah puncak benturan yang terjadi di antara Barat dan Timur, Kristen dan Islam yang telah mengakar semenjak masa Rasulullah Muhammad. 1453 adalah sebuah masa depan yang telah lalu, sebuah kemenangan yang telah terjadi semasa Rasulullah masih berada di tengah-tengah para sahabatnya. 1453 bukanlah kemenangan Turki sehingga bukan hanya Turki yang patut berbangga dengan pembebasan Konstantinopel. 1453 adalah sebuah momen yang harus menjadi inspirasi bagi setiap Muslim akan jati diri mereka. Sebuah janji Allah yang yang menjadi kenyataan.[]

Download

Ayat-Ayat Cinta 2

Novel ini menceritakan tentang kehidupan seorang pria asal Indonesia. Pria itu bernama Fahri Abdullah. Ia adalah dosen di Universitas Edinburgh dan sekaligus pemilik minimarket Agnina dan AFO boutique.

Kisah ini bermula saat suatu malam, Fahri teringat kembali bayang-bayang istrinya, Aisha, yang hilang di Palestina dan istrinya yang telah lama meninggal, Maria. Fahri yang kini tinggal di edinburgh bersama Paman Hulusi, asisten rumah tangganya yang berdarah Turki, masih sedih bahkan terkadang ia menangis saat mengingat dan menyesali kebodohannya membiarkan Aisha pergi bersama teman wartawannya ke Palestina.

Aisha dan teman wartawannya menghilang saat berkunjung ke Palestina. Teman wartawan Aisha ditemukan di pinggir jalan beberapa bulan setelah Aisha tak lagi dapat dihubungi. Berbagai upaya telah dilakukan Fahri agar dapat menemukan kembali Aisha, tapi tetap saja ia tidak dapat menemukan istrinya.

Kini, dua tahun sudah Aisha menghilang. Untuk menghilangkan kesedihannya, Ia mulai mengisi hari-harinya dengan menyibukkan diri sebagai dosen, menyibukkan dirinya untuk semakin dekat lagi dengan Pencipta-Nya dan sebagai pemilik minimarket dan butik yang dulu ia dirikan bersama dengan Aisha sekaligus memperbaiki citra Islam dan muslim di negeri pertama dunia itu. Ia berbuat baik kepada masyarakat di sekitarnya tanpa memandang bulu. Termasuk membantu tetangga Yahudi-nya yang diusir oleh anak tirinya dari rumahnya, membantu tetangganya yang dengan terang-terangan membenci Islam untuk bisa menggapai cita-citanya menjadi pemain Biola terkenal dan pemain sepak bola terkenal dan mengizinkan seorang pengemis muslimah untuk tinggal di rumahnya yang kemudian diketahui bahwa pengemis itu bernama Sabina.

Hingga pada suatu hari, Keluarga Aisha datang berkunjung ke Edinburgh dan menyarankan kepada Fahri untuk menikah lagi dengan Hulya sepupu Aisha. Perang batin dalam diri Fahri pun dimulai, dimana satu sisi ia di desak oleh orang sekitarnya untuk menikah lagi tapi disatu sisi ia juga merasa takut akan mendzalimi istri barunya apabila ia menikah karena ia takut tidak dapat mencintai istri barunya seperti ia mencintai Aisha. Berbagai cara dilakukan Fahri untuk mendapatkan jawaban atas kegundahan hatinya, termasuk shalat istikharah.

Hingga Fahri memutuskan untuk menikah dengan Hulya. Dari pernikahannya dengan Hulya, Fahri memiliki anak laki-laki yang bernama Umar Al Faruq. Hubungan Fahri dan Hulya pun semakin erat dengan adanya Umar. Sejak lahir, Hulya meminta kepada Sabina untuk menjadi ibu angkatnya Umar.
Selang beberapa tahun sejak kelahiran Umar, Hulya meninggal. Dan agar Umar dapat terus melihat wajah ibunya, Hulya berwasiat kepada Fahri agar wajah Sabina dioperasi menjadi wajah Hulya. Hulya juga berwasiat kepada Fahri untuk menikah lagi dan menjual semua barang Hulya yang masih bisa digunakan lalu uang hasil jualannya digunakan untuk membangun masjid dan tempat untuk belajar membaca Al-Qur’an dan apabila ada barang Hulya yang tidak layak dijual, maka barangnya diberikan saja kepada orang yang lebih membutuhkan.

Dalam kesedihan Fahri ditinggal Hulya, ia bertanya kepada semua gurunya besarnya di pesantren dan di Universitas Al-Azhar tentang wasiat Hulya yang ingin wajahnya dan sabina untuk di operasi. Ada berbagai macam pendapat yang diterima Fahri, ada yang mengatakan itu haram karena sama saja dengan menyakiti mayat, tetapi ada juga yang mengatakan itu bisa saja karena itu adalah wasiat dari Hulya sehingga harus dilaksanakan. Hingga akhirnya Sabina melakukan operasi untuk memperbaiki wajahnya dan agar Umar dapat terus melihat wajah ibunya.

Tak lama setelah operasi wajah Sabina, Fahri meminta dokter untuk melakukan operasi pita suara Sabina. Tujuan Fahri untuk mengoperasi pita suara Sabina selain untuk memperbaiki suara Sabina juga sebenarnya Fahri ingin membuat dirinya semakin yakin bahwa yang selama ini menjadi Sabina adalah Aisha, meskipun ia belum tahu alasan Aisha untuk menyamar menjadi Sabina.

Pada akhir cerita, Sabina akhirnya mengakui bahwa dirinya adalah Aisha. Wajah buruk itu ia dapat saat dipenjara di Palestina. Saat di Palestina, ia diberitahukan polisi wanita yang bertugas, bahwa sebentar lagi ia akan diinterogasi oleh pihak kepolisian di Palestina. Namun, teman satu sel Aisha memberitahukannya bahwa bila ia diinterogasi polisi itu sama saja dikatakan kalau ia akan di perkosa. Saat itu, ia dapat ide untuk merusak wajahnya, karena ia berfikiran bahwa seseorang tidak akan tertarik untuk memperkosanya apabila wajahnya menjadi buruk atau rusak. Aisha lebih memilih merusak wajahnya dibandingkan kehormatannya di sentuh oleh orang selain suaminya. Akhirnya, Aisha dan Fahri kembali hidup bersama.

Download

Wiro Sableng : Bola-Bola Iblis (102)

Braaakkk! Tiga pasang kaki berbulu aneh mendarat di atas bukit batu. Itu adalah kaki-kaki seekor kuda hitam bermata merah yang pada kepalanya terdapat dua buah tanduk mencuat tajam. Keanehan lain dari kuda ini ialah dia memiliki tiga pasang kaki. Tiga di sisi kiri dan tiga di sisi kanan!

Di atas kuda aneh itu duduk seorang lelaki yang muka dan tubuhnya penuh luka bersimbah darah.

"Lakasipo!" teriak Luhrinjani begitu melihat orang di atas kuda yang bukan lain adalah suaminya sendiri. Bagaimana hal ini bisa terjadi. Bukankah menurut Lahopeng suaminya itu telah menemui ajal di tangan komplotan pemberontak. Luhrinjani berpaling ke arah Lahopeng. Pemuda ini tampak tegak tertegun. Matanya terbeliak dan mukanya yang kebiru-biruan menda dak pucat. Luhrinjani hendak menghambur lari mendapatkan lelaki itu tapi langkahnya tertahan begitu sadar akan keadaan dirinya yang saat itu tidak tertutup selembar benang pun karena tadi Lahopeng telah sempat menanggalkan pakaiannya. Dengan cepat Luhrinjani mengambil pakaiannya lalu mengenakannya dengan tergesa-gesa. Lahopeng segera pula menyambar celana merahnya.

Walau matanya laksana ditusuk tombak api dan dada- nya seolah terbakar menyaksikan keadaan istrinya namun Lakasipo tidak perdulikan perempuan itu. Dia melesat dari atas kuda dan langsung menghadapi Lahopeng.

"Lahopeng kerabat keparat! Busuk tidak kusangka sifatmu! Diriku kau khianati!"

"Lakasipo, jangan salah kau bersangka! Biar kujelas- kan padamu..." Lahopeng tergagap.

"Tidak perlu penjelasan! Aku tahu sudah apa yang ter- jadi! Lebih dari itu sudah kubuktikan sendiri apa yang ada dalam bungkusan kepalamu! Keji!" Alis dan kumis Lakasipo yang lebat sampai berjingkrak saking marah- nya.

"Lakasipo, tunggu dulu!"

"Jahanam! Jangan kau berani bermulut banyak! Kau sengaja menjebak aku Lahopeng! Kau katakan ada se- kelompok orang hendak merampas kedudukanku seba gai Kepala Negeri Latanahsilam. Kau bawa aku ke Lembah Labengkok. Ternyata yang menunggu di sana bukan pemberontak. Tapi kaki tanganmu. Dibantu Hantu Muka Dua! Kau begitu yakin aku akan terbunuh! Kau beritahu Luhrinjani bahwa aku sudah tewas. Agar kau bisa mengawininya! Pengkhianat laknat ter- kutuk! Dari belakang kau menohok! Kau gunting leher ku dalam lipatan! Tapi para roh dan para dewa menolongku! Aku masih hidup Lahopeng! Kau harus tebus kejahatanmu dengan nyawa busukmu!"

"Lakasipo wahai suamiku!" jerit Luhrinjani yang saat itu sudah mengenakan pakaiannya dan menghambur ke arah Lakasipo. Tapi lelaki itu membentaknya dengan suara garang dan wajah sebuas setan.

"Perempuan tidak berbudi! Mana kesetiaanmu!"

"Suamiku...."

"Jangan panggil aku suamimu! Tiga hari baru kau jadi istriku! Belum satu minggu kau kukawini! Sampai hati kau menyerahkan hati dan tubuhmu pada lelaki lain!"

"Lakasipo, aku tertipu. Aku...."

"Kau tidak tertipu Luhrinjani! Justru kau sendiri meni- pu diri!" Lakasipo lalu mendorong tubuh perempuan itu hingga Luhrinjani jatuh terjengkang dekat pelaminan batu.

Di tempat gelap Lamahila dan Laduliu saling berbisik.

"Tak kusangka hal seperti ini bakal terjadi! Lahopeng dan kaki tangannya rupanya sengaja menipu Luhrinja ni agar dapatkan randa itu. Kita ikut tertipu Nenek Lamahila..." suara Laduliu bernada penuh khawatir.

"Ditakuti tak ada yang perlu!" jawab Lamahila. "Bukankah aku sudah merapal. Apapun yang bakal terjadi semua tanggung jawab Lahopeng dan Luhrinjani! Itu perjanjian disaksikan langit dan bumi. Disaksikan pela minan batu! Didengar para roh, para Peri dan para Dewa!"

"Tapi Nenek Lamahila. Pikirkan keselamatan sendiri. Lebih baik kita segera angkat kaki dari puncak Bukit Batu Kawin ini!"

Si nenek berambut putih riap-riapan anggukkan kepala. "Aku setuju ucapanmu Laduliu! Lekas kita merat dari sini!" kata si nenek pula. Lalu dua orang itu deng- an cepat segera tinggalkan Bukit Batu Kawin, menghilang dalam kegelapan.

Dengan keluarkan suara menggembor Lakasipo me- nerjang ke arah Lahopeng. Tangan kanannya bergerak. Lima jari tangan kanannya menjentik. Lima larik sinar hitam menderu menghantam Lahopeng.

"Pukulan Lima Kutuk Dari Langit!" teriak Lahopeng yang mengenali pukulan maut itu dan menjadi sadar kalau Lakasipo benar-benar nekad ingin membunuh- nya.

Secepat kilat Lahopeng jatuhkan diri ke bukit batu. Lima larik sinar hitam lewat hanya sejengkal di sampingnya. Menghantam dua buah pohon besar enam tombak di ujung kiri. Sesaat kemudian terdengar suara bergemeletak seperti kayu kering dimakan api. Padahal tak ada kayu yang terbakar. Ketika Lahopeng palingkan kepalanya untuk melihat apa yang terjadi, mu kanya yang kebiru-biruan menjadi putih dan nyawanya seperti terbang. Dua pohon tinggi besar yang terkena pukulan Lima Kutuk Dari Langit saat itu telah berubah ciut mengkeret menjadi dua pohon kering kerontang tanpa daun. Dan tingginya kini hanya sampai sebatas lutut!
Download


Dewi Ular - Dendam Dukun Jalang

SELASA Kliwon merupakan hari yang memiliki nuansa keramat seperti Jumat Kliwon. Dalam perhitungan kuno leluhur kita, malam Selasa Kliwon disebut juga malam Anggoro Kasih. Konon, jika ada orang yang mati di malam Selasa Kliwon, maka jenazah yang baru dikuburkan itu harus ditunggui oleh sanak keluarga, selama 40 hari 40 malam.

"Mengapa harus dijaga, Kek?"

"Karena kain kafan atau tali pembungkus jenazah yang mati pada malam Anggoro Kasih itu dapat dijadi kan jimat untuk mencari kekayaan secara gaib. Malahan, lidah mayat atau bagian lainnya juga bisa dijadikan jimat untuk keperluan yang sama. Maka, banyak orang nekat yang bosan hidup melarat akan mengincar jenazah yang dikuburkan malam Selasa Kliwon. Mereka akan mencurinya dengan cara menggali kuburan itu dan merusak kesakralan kondisi jenazah tersebut."

"Masa sih, Kek?" gumamnya pelan antara percaya dan tidak. Namun bulu kuduk Ohans tetap saja bergidik merinding. Kakeknya mengangguk pendek, penuh keseriusan.

"Apakah zaman sekarang tahayul seperti itu masih di-percaya oleh masyarakat yang sudah serba modem ini, Kek?"

"Sekelompok masyarakat masih mempercayainya. Terutama bagi yang tinggal di pedesaan atau perkampung an pinggiran kota. Tapi bagi masyarakat kota sendiri, kepercayaan seperti itu nyaris tidak tercatat lagi dalam hidup mereka yang serba sibuk ini. N'amun, biar bagai-manapun jenazah putrinya pak dokter itu nanti malam tetap akan dijaga oleh orang upahannya. Entah untuk berapa lama dan berapa orang jumlah penjaganya, yang jelas pak dokter kita itu tidak ingin mayat putrinya dirusak oleh pencuri pemburu jimat yang berani nekat itu." 

"Hestina?" gumam Ohans saat tertegun membayangkan wajah gadis anak seorang dokter yang meninggal kemarin sore.

"Soalnya, sebulan yang lalu katanya di daerah Kampung Duku ada makam yang digali orang, dan kain kafan mayat dicuri oleh orang tersebut. Makanya pak dokter pun jaga-jaga supaya makam anaknya tidak dibegitukan oleh siapa pun," tutur sang kakek sambil me-rapikan tanaman hiasnya. Ohans masih diam merenu-ngi kata-kata itu.

Kepercayaan terhadap mistik semacam itu ternyata memang masih ada. Tak peduli tua maupun muda, mi-nat untuk mencoba kekuatan mistik tersebut bisa tum-buh dalam benak mereka ketika hidup mereka digencet habis-habisan oleh kemiskinan. Dengan dalih ingin mendapatkan kekayaan secara mudah, seseorang memang berani nekat melakukan tindakan yang mengan-dung bahaya besar.

Tentu saja yang berani merencanakan mencuri sesuatu dari dalam kubur adalah orang-orang yang memiliki ke beranian cukup besar, seperti halnya Parwan, bekas teman sekerja Ohans yang sama-sama di-PHK setahun yang lalu. Pemuda berkulit hitam manis dengan ketam-panan sedang dan perawakannya tak terlalu besar itu sudah berkali-kali mendengar cerita mistik tentang kain kafan mayat yang bisa dijadikan jimat. Bahkan lebih dari itu yang pemah didengar Darwan dari mulut or ang-orang tua di sekitar pergaulannya.

"Cerita mistik itu cuma dongeng kuno tanpa bukti apa- apa. Kamu jangan terpengaruh oleh dongeng-dongeng masa lalu, Wan," bujuk Ohans menyadarkan rencana Darwan.

"Bukti itu sudah ada, Hans. Sudah kulihat sendiri!"

"Di mana? Siapa...?! Bagaimana bukti itu, ceritakan!" 

"Bang Andry."

"Siapa itu Bang Andry?"

"Tetangganya pamanku. Bang Andry semula hidup da lam kemiskinan, kayak aku begini. N'ganggur bertahun tahun, dihina oleh istrinya sampai sang istri akhirnya kabur bersama pria lain yang ekonominya cukup kuat. Akhirnya pula, Bang Andry mencuri benda dari mayat yang matinya malam Selasa Kliwon. Benda itu dijadikan jimat, dan sekarang Bang Andry hidup serba kecukupan, ia tidak bekerja, tapi ia selalu punya uang banyak. Rumahnya ada dua, mobilnya tiga, wah.... kaya deh!" 

"Benda apa yang dicurinya dari kuburan itu?"

"Lidah mayat."

"Apa...?! Lidahnya mayat?!" Ohans menyeringai merin ding.

"Jimat lidah mayat itu sangat ampuh, menurut pengakuan Bang Andry kepada kakak sepupuku."

" Ap... apa keistimewaan dari jimat lidah mayat itu?"

"Setiap orang yang dimintai uang oleh Bang Andry pasti akan memberikannya sekalipun harus menguras isi dompetnya. Bahkan orang itu bisa stress dan menjadi gila kalau tidak bisa memenuhi permintaan Bang Andry. Bila perlu, ia akan membongkar semua uang tabungannya, meski sebenarnya ia belum pernah kenal de-ngan Bang Andry." 

"Hebat."

Download

Tarian Iblis

Tarida membuka kelopak matanya perlahan-lahan karena tidak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang menghitam pekat. Kelopak mata ia kerjap-kerjapkan. Lalu gerakan kelopak matanya ia hentikan. Ia memandang nyalang di sekitarnya. Sama saja gelap gulita. Tangannya lantas meraba-raba, lantas mengetahui bahwa ia rebah di tempat tidur besar dan empuk, hangat, pasti ia tidak sedang berbaring di kamar kostnya karena tempat tidurnya di sana adalah sebuah ranjang kecil dan sederhana. Juga bukan di kamar tidur yang ia tempati di rumah Maria karena tangannya sempat meraba kepala tempat tidur yang terbuat dari besi ukir, bukan kayu jati.

Tarida mengeliat bangun.

Sekujur tubuhnya terasa lemas, dan kepalanya sedikit pening. Ia terpakasa harus merebahkan diri kembali sambil berpikir-pikir dimana kiranya ia berada, mengapa suasana di sekitarnya selain gelap gulita juga hening. Teramat hening sebab yang terdengar oleh telinga Tarida hanyalah desahan nafasnya sendiri. Setelah mencubit pahanya keras-keras dan yakin ia tidak sedang bermimpi. Tarida berkonsentrasi untuk menyingkirkan pikiran yang kacau balau dan perasaan cemas yang diam-diam mulai mengerogoti.

Ia peras daya ingatannya, kemudian dirangkai dari awal.

Terbayang di pelupuk matanya sosok seorang laki-laki berpenampilan rapi dan sopan yang datang bertamu dengan cerita mengejutkan tentang Maria. Tarida dan Asep terbujuk untuk meninggalkan rumah Maria bersama laki-laki yang mengaku dokter itu. Dan dengan cara yang lihai telah mengelabui Asep agar keluar dari mobil sehingga hanya tinggal Tarida soorang yang ada di dalam mobil bersama tamu tidak dikenal itu.

Teringat pula Tarida bagaimana ia dibuat terkejut oleh apa yang kemudian terjadi selagi Asep berlari-lari masuk kembali ke rumah untuk mengambil pakaian Maria. Telinga Tarida menangkap bunyi dengigan halus, lalu sesuatu tampak muncul dari sandaran tempat duduk depan mobil. Lembaran kaca yang naik dengan cepat ke lelangit mobil dan seketika memisahkan kabin depan dengan kabin belakang. Bersamaan dengan itu tercium bau tajam yang menyengat hidung di kabin belakang. Mobil pun dijalankan perlahan-lahan keluar dari pintu gerbang, membelok memasuki jalan raya.

Saat itulah Tarida baru menaruh curiga.

"Hei, apa...!"

Kecurigaan yang sanyangnya sudah terlambat. Ia tiba-tiba merasa pusing, perut mual, dan pandangan matanya mulai nanar. Sadar bahwa dirinya diculik, Tarida bergerak ke depan pintu mobil untuk membukanya dan melompat ke luar selagi mobil itu masih dalam kecepatan lambat. Tetapi pintu mobil di sebelah kirinya terkunci tak dapat ia buka. Begitu pula pintu sebelah kanan yang ketika ditinggalkan oleh Asep, ia yakin tidak dalam keadaan terkunci. Tarida pun panik setelah menyadari mobil kecil dan sederhana itu ternyata dilengkapi peralatan canggih yang serba elektris.

Usaha terakhir yang dapat dilakukan Tarida adalah memukuli kaca jendela di sampingnya sambil berteriak-teriak minta tolong. Malang, tangan bahkan sekujur tubuhnya sudah keburu lemas. Suara yang keluar dari mulut Tarida pun tidak lebih dari sebuah erangan lemah. Ia lantas tak sadarkan diri. Satu hal yang terpikirkan olehnya sebelum jatuh pingsan adalah bahwa ia telah dibius.

Agaknya Tarida pingsan dalam posisi duduk menyandar di jok belakang dengan kepala miring ke salah satu jendela belakang mobil. Karena sewaktu pengaruh obat bius itu mulai menghilang dan Tarida pelan-pelan membuka kelopak mata, samar-samar terlihat olehnya sebuah rumah besar dan megah. Mobil kecil itu membelok ke halaman yang luas di depan rumah mentereng tersebut, dan langsung menuju sebuah garasi pintunya menganga terbuka. Di garasi besar itu, terlihat adanya sebuah mobil mewah. Dengan kelopak mata sengaja ia buat setengah terpicing. Tarida mengawasi sosok tubuh seorang laki-laki perlente yang berdiri menunggu di samping mobil mewah itu. Tarida segera mengenali kepala botak yang khas dari laki-laki itu. Sumadi, si pengacara!

Tarida nyaris melonjak kegirangan, jika tidak keburu ingat bahwa ia telah diculik. Sumadi terlihat, dan bukan mustahil justru si pengacara itulah dalangnya. Ketika mobil kecil yang membawanya berhenti di samping mobil mewah di dalam garasi. Tarida berusaha menguasai perasaan pening untuk memikirkan jalan meloloskan diri. Dengan berpura-pura tetap pingsan, diam-diam ia mendengarkan saat mesin mobil yang membawanya dimatikan. Pintu bagian depan dibuka, dan penculiknya tentulah sedang melangkah ke luar tanpa adanya suara yang menandakan pintu itu telah ditutup kembali. Berarti, sistim elektris di mobil itu tidak lagi dioperasikan.

Tarida mendengar pembicaraan pelan dan samar-samar. Ia tidak tahu apa yang dibicarakan, dan ia pun tidak perduli. Inilah saatnya untuk kabur mumpung ada kesempatan. Diam-diam Tarida menaikkan tombol kunci pintu mobil di sampingnya, lalu membuka pintu itu dengan hati-hati. Sambil berdo’a semoga ia cukup kuat untuk berlari melintasi halaman yang luas tadi, paling sedikit ia akan berteriak-teriak minta tolong dan berharap ada yang melihat dan mendengar suaranya.

Tarida yang malang.

Ia kurang memperhitungkan pengaruh obat bius di tubuhnya sehingga ketika ia meloncat ke luar dari pintu mobil, ia sedemikian pening dan lemah. Tak pelak lagi ia malah jatuh terhuyung. Seseorang tahu-tahu sudah menangkap tubuhnya dan lamat-lamat ia mendengar suara Sumadi menggeramkan perintah, “Pindahkan ia ke mobilku. Cepat!"

Tarida berusaha meronta.

Rontaan lemah.

Ia pun coba menjerit tetapi mulutnya di sekap. Dan ketika ia sudah dipindahkan ke mobil satunya lagi, sesuatu yang lain agaknya telah pula disekapkan ke mulut dan hidungnya. Saputangan dengan bau sengit yang sama. Obat pembius. Tarida pun jatuh pingsan untuk kedua kalinya.

Dan di sinilah dia sekarang.

Di sebuah tempat yang asing baginya. Sebuah ruangan yang gelap gulita, sendirian, dengan kesunyian yang terasa begitu menekan.

Tarian Iblis

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger