Judul : Api Tauhid
Penulis : Habiburrahman Elsirazy
Penerbit : Republika
Password : 1982AT
Password : 1982AT
Format Ebook : Digibook
Novel Api Tauhid ini adalah novel roman dan sejarah. Novel roman yang bercerita seputar perjuangan anak muda asal Lumajang, Jawa Timur, yang bernama Fahmi. Ia dan beberapa rekannya seperti Ali, Hamza, dan Subki, menuntut ilmu di Universitas Islam Madinah.
Dalam perjalanannya, Fahmi harus menghadapi situasi yang cukup pelik, dalam urusan rumah tangga. Fahmi pun galau. Semua persoalan yang dialaminya itu, tak pernah ia ungkapkan dengan teman-temannya.
Kegalauannya itu ia tumpahkan dengan cara beri’tikaf di Masjid Nabawi, Madinah, selama 40 hari untuk mengkhatamkan hafalan Al-Qur`an sebanyak 40 kali. Sayangnya, upayanya itu hanya mampu dijalani selama 12 hari. Memasuki hari-hari berikutnya, Fahmi pingsan. Ia tak sadarkan diri, hingga harus dibawa ke rumah sakit.
Sahabat-sahabatnya khawatir dengan kondisinya yang pemurung dan tidak seceria dulu. Hamza, temannya yang berasal dari Turki, mengajak Fahmi untuk berlibur ke Turki. Hamza berharap, Fahmi bisa melupakan masa-masa galaunya selama di Turki nanti.
Untuk itulah, Hamza mengajak Fahmi menelusuri jejak perjuangan Said Nursi, seorang ulama besar asal Desa Nurs. Ulama terkemuka ini, dikenal memiliki reputasi yang mengagumkan.
Syaikh Said Nursi, sudah mampu menghafal 80 kitab karya ulama klasik pada saat usianya baru menginjak 15 tahun. Tak hanya itu, Said Nursi hanya membutuhkan waktu dua hari untuk menghafal Al-Qur`an. Sungguh mengagumkan. Karena kemampuannya itu, sang guru, Muhammed Emin Efendi memberinya julukan ‘Badiuzzaman’ (Keajaiban Zaman).
Keistimewaan Said Nursi, membuat iri teman-teman dan saudaranya. Ia pun dimusuhi. Namun, Said Nursi pantang menyerah. Semua diladeni dengan berani dan lapang dada. Tak cuma itu, rekan-rekan dan saudara-saudaranya yang iri dan cemburu akan kemampuannya, para ulama besar pun merasa terancam. Keberadaan Said Nursi membuat umat berpaling. Mereka mengidolakan Said Nursi.
Pemerintah Turki pun merasa khawatir. Sebab, Said Nursi selalu mampu menghadapi tantangan dari orang-orang yang memusuhinya. Ia selalu mengalahkan mereka dalam berdebat.
Tak kurang akal, pejabat pemerintah pun diam-diam berusaha menyingkirkannya. Baik dengan cara mengusirnya ke daerah terpencil, maupun memenjarakannya. Ia pun harus berhadapan dengan Sultan Hamid II hingga Mustafa Kemal Attaturk, pada masa awal Perang Dunia I.
Selama 25 tahun berada di penjara, Said Nursi bukannya bersedih, ia malah bangga. Karena disitulah, ia menemukan cahaya abadi ilahi. Ia menemukan Api Tauhid. Dan melalui pengajian-pengajian yang diajarkannya, baik di masjid maupun di penjara, murid-muridnya selalu menyebarluaskannya kepada khalayak. Baik dengan cara menulis ulang pesan-pesan Said Nursi, maupun memperbanyak risalah dakwahnya. Murid-muridnya berhasil merangkum pesan dakwah Said Nursi itu dengan judul Risalah Nur. Murid-muridnya tidak ingin, Api Tauhid yang dikobarkan Said Nursi berakhir.
Bagaimana dengan Fahmi? Perjalanan ke Turki membawa Fahmi berkenalan dengan gadis setempat, Emel, adik Hamza, dan Aysel, saudara sepupu Hamza. Kemampuan Fahmi dalam menyikapi segala sesuatu, membuat Aysel jatuh hati. Aysel menyatakan cintanya pada Fahmi.
Bagaimana dengan Emel? Lalu bagaimana kisah cinta Fahmi dengan Nuzula? Semuanya ada dalam buku Api Tauhid, karya Habiburrahman El-Shirazy, novelis nomor satu di Indonesia, ini.
Buku ini sangat layak dimiliki, baik bagi penggemar novel, penggemar dan pemerhati sejarah, pemerhati Timur Tengah, akademisi, mahasiswa, maupun peminat studi tentang Turki. Dalam novel sarat makna ini, tidak hanya satu cerita yang disuguhkan, tapi dua: kisah percintaan Fahmi, dan sosok teladan dari Syaikh Said Nursi.
‘Berat’, itu kesan pertama saya demi menimang karya terbaru dari senior saya, Habiburahman El-Shirazy atau yang biasa disapa Kang Abik.
Bagaimana tidak, novel setebal 573 halaman ini adalah novel biografi seorang tokoh ulama besar asal Turki, Said Nursi Badiuzzaman. Seorang jenius yang hapal sekitar 80 kitab di usia belasan tahun. Sebuah novel sejarah yang mengisahkan perjuangan Said Nursi, dengan berbagai peristiwa di balik runtuhnya khilafah terakhir Turki Utsmani, yang mengubah wajah sejarah dan peta politik dunia hingga kini.
Sesungguhnya saya bukan pecinta sejarah. Tapi untungnya saya termasuk penikmat cerita. Sejauh ini, ada dua buku tebal tentang sejarah yang saya nikmati, ‘Karateristik Peri Hidup 60 Sahabat Rasulullah’ karya Khalid Muhammad dan ‘Karateristik Peri Hidup Khalifah Rasulullah’ dari penulis yang sama. Seingat saya buku-buku tersebut tebalnya sekitar 700 halaman, dan saya baca ketika SD, semata-mata karena kesukaan saya pada cerita. Khalid Muhammad Khald berhasil menghidupkan kembali sejarah lewat kedua buku tersebut, dan menurut saya, penulis seperti itu tidak banyak.
Setelah karya Khalid Muhammad Khalid, bisa dibilang buku-buku sejarah lainnya tidak saya baca hingga selesai. Kalaupun tamat, butuh waktu berminggu-minggu dan paksaan keras dari diri saya untuk melahapnya. Beberapa buku bahkan saya ‘curangi’ dengan hanya membacanya secara cepat dan mengambil intisari peristiwanya saja.
Karena itu, mungkin bisa dimaklumi ketika buku ‘Api Tauhid’ baru benar-benar saya baca setelah dua bulan saya simpan dalam rak koleksi. Penyebab pertama, 2 bulan terakhir saya sangat sibuk, dan yang kedua, saya sudah kehabisan bacaan. 😀
Namun begitu, tak disangka, ternyata saya berhasil membaca setengah buku ini hanya dalam waktu beberapa jam saja. Jika saja tak ingat bahwa saya harus meeting dan agenda esok hari saya cukup padat, mungkin saya akan langsung menamatkannya hingga subuh dan tidak memaksakan diri untuk tidur pada pukul 2 dini hari.
Saya yang hanya tahu tokoh-tokoh islam terbatas pada para ilmuwan seperti Ibnu Sina atau Al-Farabi serta penjelajah seperti Ibnu Batutah yang mengelilingi dunia jauh lebih hebat dibanding Marcopolo, mendadak tertarik pada kisah luar biasa yang sebelumnya tidak saya kenal, Said Nursi Badiuzzaman.
Membaca kisah Said Nursi, seolah-olah mengisi lembar-lembar kosong penggalan pengetahuan sejarah saya yang sangat terbatas. Jika anda membaca kisah peri hidup khalifah Rasulullah yang saya sebutkan di atas, ada satu orang yang tidak termasuk khulafaur rasyidin namun dimasukkan dalam buku tersebut menjadi khalifah ke 5. Dialah Umar bin Abdul Aziz, cucu dari khalifah Umar bin Khattab RA.
Setelah era Umar bin Abdul Aziz, selama berabad-abad kemudian kita tahu bahwa kekhalifahan kemudian berpindah dari suatu dinasti ke dinasti lain. Umayah, Abasiyah, dst hingga pada akhirnya runtuh untuk selama-lamanya. Buku Api Tauhid, mengisi kekosongan pengetahuan tersebut.
Saya tahu sedikit sejarah Palestina, sejarah dunia versi islam, dan tentu sejarah ‘versi umum’ yang pernah diajarkan di sekolah-sekolah. Dalam sejarah ‘versi umum’ yang kita tahu, Mustafa Kemal At-tartuk adalah pahlawan yang dielu-elukan karena berhasil membawa Turki ke arah yang lebih ‘modern’, -nama lain untuk sekuler- Dalam buku ini, kita bisa tahu lebih dalam, bagaimana permainan politik At-tartuk yang turut berperan dalam kejatuhan Khalifah dan berusaha memusnahkan sendi-sendi islam dalam berbagai aturan yang tidak populer dalam masa pemerintahannya.
Kara Mustafa Pasha adalah penjahat perang yang fotonya terpajang di Wina, Austria. Anda mungkin ingat salah satu frame dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa 1, saat Aisye dibully oleh temannya karena beragama islam dan berasal dari Turki. Juga saat di museum, Fatma menangis karena kebencian dan penyesalannya terhadap Kara Mustafa Pasha yang ternyata adalah kakek buyutnya.
Dalam buku Api Tauhid, kita akan menemukan satu kejadian saat Said Nursi berusaha mengingatkan Kara Mustafa Pasha agar bertobat. Bagaimana Said Nursi dengan berani menentang kesewenang-wenangan Pasha, dan memperkirakan akhir hidupnya akan seperti apa. Sebuah ramalan yang kelak terbukti tidak hanya pada akhir hidup Pasha, tapi juga akhir hidup Nursi dan sahabatnya sendiri. Turki pada masa itu memang tengah bergolak. Banyak terjadi penyelewengan termasuk yang dilakukan oleh pemerintah Turki Utsmani yang semakin jauh dari islam..
Kisah kejujuran orang tua Said Nursi mengingatkan saya tentang kisah orang tua Imam Syafi’i. Sejarah pencaplokan Palestina lewat berbagai rekayasa politik, situasi perang dunia 1, runtuhnya khilafah, sejarah panjang islam di Turki hingga karya-karya yang ditulis Said Nursi, diceritakan pula dalam novel ini. Gagasan-gagasannya terhadap dunia pendidikan yang menggabungkan ilmu islam dan sains, pemikirannya terhadap politik dan tentunya kejeniusannya yang membuat kagum
Membaca Api Tauhid, seolah kita turut merasakan kembali kegetiran serta keresahan seorang Said muda. Membuat saya pribadi mengira-ngira situasi dunia saat itu. Tahun-tahun sebelum kejatuhan khilafah saat Indonesia masih dalam kungkungan penjajah.
Lewat novel ini, Kang Abik seolah mengajak kita melakukan rihlah, napak tilas seorang ulama besar lewat penceritaan tokoh-tokohnya. Seakan kita sendiri diajak berkeliling Turki, merasakan bekunya udara saat musim dingin, pahitnya kopi khas Turki, serta mengunjungi tempat-tempat selain tujuan wisata yang telah dikenal selama ini. Memberi kita alternatif baru untuk bertandang, lengkap dengan makanan dan hotel-hotel yang disinggahi.
Berbalut cerita cinta antara Fahmi dan Nuzula, Kang Abik menyajikan cerita dalam cerita. Dengan Hamza sebagai pemandunya dan tokoh Fahmi untuk mewakili pembaca yang awam terhadap Said Nursi.
Kalaulah ada hal yang sedikit mengganggu, di awal-awal bab, ada penceritaan Fahmi yang memakai kata ‘Aku’ namun berubah menjadi ‘Saya’ dalam konteks kalimat yang agak rancu.
Kisah cinta Fahmi-Nuzula pun bisa dibilang sangat singkat, seakan-akan hanya pemanis yang diceritakan sambil lalu hingga agak berkesan tempelan. Meski tentu bisa dipahami, bahwa kisah Said Nursi-lah yang menjadi inti ceritanya. Kisah hidup beliau sudah merupakan cerita lengkap dengan berbagai konflik yang nyata.
Penggambaran setting Turki cukup detail, bahkan bisa menjadi rujukan destinasi pilihan. Sedangkan setting tanah Jawa, pesantren -khas Kang Abik- mengingatkan saya dengan karya-karya Ahmad Tohari yang juga cukup sering mengambil setting kehidupan pesantren di Jawa. Karya kedua penulis ini layak disandingkan dalam jagad sastra Indonesia.
Api Tauhid memang agak berbeda dari karya-karya Kang Abik lainnya. Namun spirit kisah di dalamnya, niscaya akan mampu memberi inspirasi baru bagi pembaca.
Sebuah bacaan yang layak direkomendasikan.
Dalam perjalanannya, Fahmi harus menghadapi situasi yang cukup pelik, dalam urusan rumah tangga. Fahmi pun galau. Semua persoalan yang dialaminya itu, tak pernah ia ungkapkan dengan teman-temannya.
Kegalauannya itu ia tumpahkan dengan cara beri’tikaf di Masjid Nabawi, Madinah, selama 40 hari untuk mengkhatamkan hafalan Al-Qur`an sebanyak 40 kali. Sayangnya, upayanya itu hanya mampu dijalani selama 12 hari. Memasuki hari-hari berikutnya, Fahmi pingsan. Ia tak sadarkan diri, hingga harus dibawa ke rumah sakit.
Sahabat-sahabatnya khawatir dengan kondisinya yang pemurung dan tidak seceria dulu. Hamza, temannya yang berasal dari Turki, mengajak Fahmi untuk berlibur ke Turki. Hamza berharap, Fahmi bisa melupakan masa-masa galaunya selama di Turki nanti.
Untuk itulah, Hamza mengajak Fahmi menelusuri jejak perjuangan Said Nursi, seorang ulama besar asal Desa Nurs. Ulama terkemuka ini, dikenal memiliki reputasi yang mengagumkan.
Syaikh Said Nursi, sudah mampu menghafal 80 kitab karya ulama klasik pada saat usianya baru menginjak 15 tahun. Tak hanya itu, Said Nursi hanya membutuhkan waktu dua hari untuk menghafal Al-Qur`an. Sungguh mengagumkan. Karena kemampuannya itu, sang guru, Muhammed Emin Efendi memberinya julukan ‘Badiuzzaman’ (Keajaiban Zaman).
Keistimewaan Said Nursi, membuat iri teman-teman dan saudaranya. Ia pun dimusuhi. Namun, Said Nursi pantang menyerah. Semua diladeni dengan berani dan lapang dada. Tak cuma itu, rekan-rekan dan saudara-saudaranya yang iri dan cemburu akan kemampuannya, para ulama besar pun merasa terancam. Keberadaan Said Nursi membuat umat berpaling. Mereka mengidolakan Said Nursi.
Pemerintah Turki pun merasa khawatir. Sebab, Said Nursi selalu mampu menghadapi tantangan dari orang-orang yang memusuhinya. Ia selalu mengalahkan mereka dalam berdebat.
Tak kurang akal, pejabat pemerintah pun diam-diam berusaha menyingkirkannya. Baik dengan cara mengusirnya ke daerah terpencil, maupun memenjarakannya. Ia pun harus berhadapan dengan Sultan Hamid II hingga Mustafa Kemal Attaturk, pada masa awal Perang Dunia I.
Selama 25 tahun berada di penjara, Said Nursi bukannya bersedih, ia malah bangga. Karena disitulah, ia menemukan cahaya abadi ilahi. Ia menemukan Api Tauhid. Dan melalui pengajian-pengajian yang diajarkannya, baik di masjid maupun di penjara, murid-muridnya selalu menyebarluaskannya kepada khalayak. Baik dengan cara menulis ulang pesan-pesan Said Nursi, maupun memperbanyak risalah dakwahnya. Murid-muridnya berhasil merangkum pesan dakwah Said Nursi itu dengan judul Risalah Nur. Murid-muridnya tidak ingin, Api Tauhid yang dikobarkan Said Nursi berakhir.
Bagaimana dengan Fahmi? Perjalanan ke Turki membawa Fahmi berkenalan dengan gadis setempat, Emel, adik Hamza, dan Aysel, saudara sepupu Hamza. Kemampuan Fahmi dalam menyikapi segala sesuatu, membuat Aysel jatuh hati. Aysel menyatakan cintanya pada Fahmi.
Bagaimana dengan Emel? Lalu bagaimana kisah cinta Fahmi dengan Nuzula? Semuanya ada dalam buku Api Tauhid, karya Habiburrahman El-Shirazy, novelis nomor satu di Indonesia, ini.
Buku ini sangat layak dimiliki, baik bagi penggemar novel, penggemar dan pemerhati sejarah, pemerhati Timur Tengah, akademisi, mahasiswa, maupun peminat studi tentang Turki. Dalam novel sarat makna ini, tidak hanya satu cerita yang disuguhkan, tapi dua: kisah percintaan Fahmi, dan sosok teladan dari Syaikh Said Nursi.
‘Berat’, itu kesan pertama saya demi menimang karya terbaru dari senior saya, Habiburahman El-Shirazy atau yang biasa disapa Kang Abik.
Bagaimana tidak, novel setebal 573 halaman ini adalah novel biografi seorang tokoh ulama besar asal Turki, Said Nursi Badiuzzaman. Seorang jenius yang hapal sekitar 80 kitab di usia belasan tahun. Sebuah novel sejarah yang mengisahkan perjuangan Said Nursi, dengan berbagai peristiwa di balik runtuhnya khilafah terakhir Turki Utsmani, yang mengubah wajah sejarah dan peta politik dunia hingga kini.
Sesungguhnya saya bukan pecinta sejarah. Tapi untungnya saya termasuk penikmat cerita. Sejauh ini, ada dua buku tebal tentang sejarah yang saya nikmati, ‘Karateristik Peri Hidup 60 Sahabat Rasulullah’ karya Khalid Muhammad dan ‘Karateristik Peri Hidup Khalifah Rasulullah’ dari penulis yang sama. Seingat saya buku-buku tersebut tebalnya sekitar 700 halaman, dan saya baca ketika SD, semata-mata karena kesukaan saya pada cerita. Khalid Muhammad Khald berhasil menghidupkan kembali sejarah lewat kedua buku tersebut, dan menurut saya, penulis seperti itu tidak banyak.
Setelah karya Khalid Muhammad Khalid, bisa dibilang buku-buku sejarah lainnya tidak saya baca hingga selesai. Kalaupun tamat, butuh waktu berminggu-minggu dan paksaan keras dari diri saya untuk melahapnya. Beberapa buku bahkan saya ‘curangi’ dengan hanya membacanya secara cepat dan mengambil intisari peristiwanya saja.
Karena itu, mungkin bisa dimaklumi ketika buku ‘Api Tauhid’ baru benar-benar saya baca setelah dua bulan saya simpan dalam rak koleksi. Penyebab pertama, 2 bulan terakhir saya sangat sibuk, dan yang kedua, saya sudah kehabisan bacaan. 😀
Namun begitu, tak disangka, ternyata saya berhasil membaca setengah buku ini hanya dalam waktu beberapa jam saja. Jika saja tak ingat bahwa saya harus meeting dan agenda esok hari saya cukup padat, mungkin saya akan langsung menamatkannya hingga subuh dan tidak memaksakan diri untuk tidur pada pukul 2 dini hari.
Saya yang hanya tahu tokoh-tokoh islam terbatas pada para ilmuwan seperti Ibnu Sina atau Al-Farabi serta penjelajah seperti Ibnu Batutah yang mengelilingi dunia jauh lebih hebat dibanding Marcopolo, mendadak tertarik pada kisah luar biasa yang sebelumnya tidak saya kenal, Said Nursi Badiuzzaman.
Membaca kisah Said Nursi, seolah-olah mengisi lembar-lembar kosong penggalan pengetahuan sejarah saya yang sangat terbatas. Jika anda membaca kisah peri hidup khalifah Rasulullah yang saya sebutkan di atas, ada satu orang yang tidak termasuk khulafaur rasyidin namun dimasukkan dalam buku tersebut menjadi khalifah ke 5. Dialah Umar bin Abdul Aziz, cucu dari khalifah Umar bin Khattab RA.
Setelah era Umar bin Abdul Aziz, selama berabad-abad kemudian kita tahu bahwa kekhalifahan kemudian berpindah dari suatu dinasti ke dinasti lain. Umayah, Abasiyah, dst hingga pada akhirnya runtuh untuk selama-lamanya. Buku Api Tauhid, mengisi kekosongan pengetahuan tersebut.
Saya tahu sedikit sejarah Palestina, sejarah dunia versi islam, dan tentu sejarah ‘versi umum’ yang pernah diajarkan di sekolah-sekolah. Dalam sejarah ‘versi umum’ yang kita tahu, Mustafa Kemal At-tartuk adalah pahlawan yang dielu-elukan karena berhasil membawa Turki ke arah yang lebih ‘modern’, -nama lain untuk sekuler- Dalam buku ini, kita bisa tahu lebih dalam, bagaimana permainan politik At-tartuk yang turut berperan dalam kejatuhan Khalifah dan berusaha memusnahkan sendi-sendi islam dalam berbagai aturan yang tidak populer dalam masa pemerintahannya.
Kara Mustafa Pasha adalah penjahat perang yang fotonya terpajang di Wina, Austria. Anda mungkin ingat salah satu frame dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa 1, saat Aisye dibully oleh temannya karena beragama islam dan berasal dari Turki. Juga saat di museum, Fatma menangis karena kebencian dan penyesalannya terhadap Kara Mustafa Pasha yang ternyata adalah kakek buyutnya.
Dalam buku Api Tauhid, kita akan menemukan satu kejadian saat Said Nursi berusaha mengingatkan Kara Mustafa Pasha agar bertobat. Bagaimana Said Nursi dengan berani menentang kesewenang-wenangan Pasha, dan memperkirakan akhir hidupnya akan seperti apa. Sebuah ramalan yang kelak terbukti tidak hanya pada akhir hidup Pasha, tapi juga akhir hidup Nursi dan sahabatnya sendiri. Turki pada masa itu memang tengah bergolak. Banyak terjadi penyelewengan termasuk yang dilakukan oleh pemerintah Turki Utsmani yang semakin jauh dari islam..
Kisah kejujuran orang tua Said Nursi mengingatkan saya tentang kisah orang tua Imam Syafi’i. Sejarah pencaplokan Palestina lewat berbagai rekayasa politik, situasi perang dunia 1, runtuhnya khilafah, sejarah panjang islam di Turki hingga karya-karya yang ditulis Said Nursi, diceritakan pula dalam novel ini. Gagasan-gagasannya terhadap dunia pendidikan yang menggabungkan ilmu islam dan sains, pemikirannya terhadap politik dan tentunya kejeniusannya yang membuat kagum
Membaca Api Tauhid, seolah kita turut merasakan kembali kegetiran serta keresahan seorang Said muda. Membuat saya pribadi mengira-ngira situasi dunia saat itu. Tahun-tahun sebelum kejatuhan khilafah saat Indonesia masih dalam kungkungan penjajah.
Lewat novel ini, Kang Abik seolah mengajak kita melakukan rihlah, napak tilas seorang ulama besar lewat penceritaan tokoh-tokohnya. Seakan kita sendiri diajak berkeliling Turki, merasakan bekunya udara saat musim dingin, pahitnya kopi khas Turki, serta mengunjungi tempat-tempat selain tujuan wisata yang telah dikenal selama ini. Memberi kita alternatif baru untuk bertandang, lengkap dengan makanan dan hotel-hotel yang disinggahi.
Berbalut cerita cinta antara Fahmi dan Nuzula, Kang Abik menyajikan cerita dalam cerita. Dengan Hamza sebagai pemandunya dan tokoh Fahmi untuk mewakili pembaca yang awam terhadap Said Nursi.
Kalaulah ada hal yang sedikit mengganggu, di awal-awal bab, ada penceritaan Fahmi yang memakai kata ‘Aku’ namun berubah menjadi ‘Saya’ dalam konteks kalimat yang agak rancu.
Kisah cinta Fahmi-Nuzula pun bisa dibilang sangat singkat, seakan-akan hanya pemanis yang diceritakan sambil lalu hingga agak berkesan tempelan. Meski tentu bisa dipahami, bahwa kisah Said Nursi-lah yang menjadi inti ceritanya. Kisah hidup beliau sudah merupakan cerita lengkap dengan berbagai konflik yang nyata.
Penggambaran setting Turki cukup detail, bahkan bisa menjadi rujukan destinasi pilihan. Sedangkan setting tanah Jawa, pesantren -khas Kang Abik- mengingatkan saya dengan karya-karya Ahmad Tohari yang juga cukup sering mengambil setting kehidupan pesantren di Jawa. Karya kedua penulis ini layak disandingkan dalam jagad sastra Indonesia.
Api Tauhid memang agak berbeda dari karya-karya Kang Abik lainnya. Namun spirit kisah di dalamnya, niscaya akan mampu memberi inspirasi baru bagi pembaca.
Sebuah bacaan yang layak direkomendasikan.
+ komentar + 34 komentar
kok di rar nya hrus masukan pasword
kok di rar nya hrus masukan pasword
Password ada di ulasan.
kak, password apa yah?
Kok invalid paswrd ya
Coba lagi
Setelah di Extract filenya kok .exe ya??
File-nya memang exe. klik aja, nanti juga akan terbuka dengan sendirinya.
Buka nya pakai dokumen atau pdf
Password-nya apa Tuan?
Pasword bisa di lihat di keterangannya
Ko file ya gk bisa di buka gan
Cuma bisa dibuka di laptop atau komputer. belum kalau untuk handphone
Mohon biyar bisa di hp
Untuk Ebook yang bisa support android, admin beri tanda "Download to Android"
Ga bisa didownload
Bisa kok... coba sekali lagi
Buat android mana
Password nya diulasan yang mana ya?
Tidak menyediakan buat android...
Pasword di atas, baca dulu kontennya sebelum download
File pdf ny donk kk
Kecewa berat sy sudah ber api api
Ternyata gak bisa buat android
kok file nya beda yak ....
di perbaiki ya kak ...
Udah download tapi nggk bisa
For android, please...
Terimakasih banyak kak😍😍😍 Alhamdulillah sangat terbantu dengan adanya halaman ini😍😍😍😍 sekali lagi Terimakasih, Alhamdulillah😍
passwordnya dimana:(
Paswordnya apa mba?
Passwordnya apa
Klo tau passwordnya kasih tau lah
Ulasan dimana bang
Paling atas mbak
min adakah caranya file exe di jadikan file pdf, mohon bantuannya min
Kok udh terunduh psa dibuka udah GK ada file nya,dasar boong
Posting Komentar