Laporkan Jika Ada Link Mati!

Sang Duda

Surat itu dibacanya dengan bernafsu. Sebentar-sebentar dia tersenyum. Isinya lucu. Inikah remaja zaman sekarang?

”...sayang sekali foto An nggak ada yang bagus. Kalau kirim yang jelek nanti Papa kira An memang jelek. Padahal nggak. Eh, ge-er ya? Habis An nggak camera-face sih. Tapi nanti deh, kalau kebetulan dapat yang bagus pasti An kirim. Cuma buat apa sih foto segala ya? Mendingan Papa lihat orangnya aja. Bagusan juga orangnya.

Hadiahnya bagus, Pa! Trims. Katanya Mama yang memilih. Duitnya dari Papa. Weselnya udah diuangkan, Pa. Lain kali kalau mau kasih hadiah Papa yang milih sendiri dong.

Eh, kenapa bukan Papa aja yang kirim foto? An sudah lupa kayak apa tampang Papa. Mama juga nggak nyimpan foto Papa. Albumnya hilang, katanya. Tapi katanya dulu Papa cakep. Apa sekarang masih cakep, Pa? Hi, Papa ge-er nih yeee... Tapi pasti Papa udah lebih tua. Apa Papa udah banyak ubannya? Udah ada keriputnya?

Udah ada gembung di bawah matanya? Eh, Papa kan nggak marah An tanya gitu ya? Itu kan wajar. Orang yang udah tua memang begitu..."

Hariman menutup surat Aneke. Ia berlari dulu ke cermin. Di sana ditelitinya wajahnya. Sudah berkeriputkah? Sudah ada gembung di bawah matanya? Lalu kepalanya. Sudah banyakkah ubannya? Tiba-tiba dia merasa depresif. Benarkah dia tampak sudah tua? Kalaupun betul, tentunya wajar. Seperti kata Aneke. Tapi rasanya dia tidak rela! Bahkan untuk memastikan apakah dia memang kelihatan sudah tua atau belum juga terasa susah. Antara kenyataan dan tentangan.

Lalu surat Yosefa. Semangatnya agak berkurang.

Isi surat itu memang tidak menyampaikan sesuatu kepastian. Bahkan juga tak ada janji. Yosefa hanya mengatakan bahwa dia masih memikirkan masalah itu. Cuma ada pesannya, yaitu agar Hariman tidak terlampau banyak melibatkan diri dengan sembarang perempuan. Nanti kamu bisa dapat susah, dia mengingatkan. Selalu ada bedanya antara melampiaskan dengan mengumbar nafsu!

Itu sama sekali bukan kata-kata baru dari Yosefa. Dulu pun pernah dia ucapkan. Bukan hanya sekali tapi berkali-kali. Tapi dulu membuat dia bosan. Sekarang anehnya tidak lagi' Apa karena sudah lama tak mendengarnya? Sekarang bukan saja rasa bosan itu lenyap tapi dia malah senang karena diingatkan. Akhirnya lagi-lagi dia


Hariman menutup surat Aneke. Ia berlari dulu ke cermin. Di sana ditelitinya wajahnya. Sudah berkeriputkah? Sudah ada gembung di bawah matanya? Lalu kepalanya. Sudah banyakkah ubannya? Tiba-tiba dia merasa depresif. Benarkah dia tampak sudah tua? Kalaupun betul, tentunya wajar. Seperti kata Aneke. Tapi rasanya dia tidak rela! Bahkan untuk memastikan apakah dia memang kelihatan sudah tua atau belum juga terasa susah. Antara kenyataan dan tentangan.

Lalu surat Yosefa. Semangatnya agak berkurang.

Isi surat itu memang tidak menyampaikan sesuatu kepastian. Bahkan juga tak ada janji. Yosefa hanya mengatakan bahwa dia masih memikirkan masalah itu. Cuma ada pesannya, yaitu agar Hariman tidak terlampau banyak melibatkan diri dengan sembarang perempuan. Nanti kamu bisa dapat susah, dia mengingatkan. Selalu ada bedanya antara melampiaskan dengan mengumbar nafsu!

Itu sama sekali bukan kata-kata baru dari Yosefa. Dulu pun pernah dia ucapkan. Bukan hanya sekali tapi berkali-kali. Tapi dulu membuat dia bosan. Sekarang anehnya tidak lagi. Apa karena sudah lama tak mendengarnva? Sekarang bukan saja rasa bosan itu lenyap tapi dia malah senang karena diingatkan. Akhirnya lagi-lagi dia merasa rindu kepada Yosefa. Kalau ada kamu aku pasti tidak akan sembarang mengumbar nafsu! Aku perlu kamu sebagai pengendali!

Sepanjang jalan sepulangnya dari kantor, berkali-kali pandangan Hariman tertuju ke kaca spion di depannya. Ada wajahnya di situ. Dia teringat surat Aneke. Sekali dua kali dia melihat wajah yang berkesan menua. Kali berikut kesan itu lenyap. Ah, dia masih muda dan gagah. Kalau tidak, tentu cewek-cewek tidak memandangnya dengan tatap mengundang. Sengaja dia membuka kaca jendela mobilnya. Ah, banyak sekali cewek-cewek cakep pulang kantor, baik yang jalan kaki maupun berdiri menunggu kendaraan. Mereka membalas tatapannya dengan pandang genit. Ia yakin, kalau saja ia menghentikan kendaraannya dan mengajak serta pasti ada yang mau. Godaan untuk membuktikan itu kuat sekali. Sangat gampang untuk memperoleh teman. Soalnya dia sudah beberapa kali melakukan hal itu. Tapi itu sudah cukup lama. Mungkin sekarang godaan itu timbul karena surat Aneke. Sudah tua! Kalau saja bukan Aneke yang menulis seperti itu pasti dia sudah marah.

Lalu dia teringat kepada Mona. Semalam dia lama memikirkan kata-kata Nyonya Borman. Walaupun menjengkelkan ternyata peringatan itu cukup memakan sarafnya. Mungkin sebaiknya dia membicarakannya dengan Mona. Lebih baik lagi bila hubungan diakhiri saja. Itu yang paling baik. Dan karena itu sebaiknya ia membuang saja niat membalasnya itu. Semula ia merencanakan suatu kejutan buat Mona. Ia akan melakukan hal yang sama bila Mona sedang berada di rumahnya. Suatu sosok menggantung akan dipasangnya di kamar mandi, di dapur, atau di mana saja tempat yang mudah terlihat Mona. Dan bila Mona kaget ia akan menertawakan. Rasakan.

Untuk itu ia membutuhkan sedikit waktu supaya Mona agak melupakan peristiwa yang lalu. Dengan demikian Mona akan sungguh-sungguh yakin bahwa ia memang sudah memaafkan perbuatannya tanpa perlu ditanyakan. Kalau ia pura-pura lupa maka Mona pun akan melupakan. Lalu tiba-tiba ia melihat hal yang sama. Itu namanya senjata makan tuan.

Tapi sekarang semangatnya sudah lenyap sebagian besar. Tak ada yang menarik lagi dari rencana itu. Semuanya terselubungi kabut kecemasan. Jadi masalahnya adalah pilihan antara dua. Kepuasan membalas dendam atau cari selamat. Ia lebih suka memilih yang kedua. Apalagi peristiwa itu sesungguhnya memang sudah mulai ia lupakan. Semakin larut oleh waktu.

Jalanan macet. Dengan leluasa ia bisa memikirkan hal itu karena tak perlu konsentrasi penuh ke jalan. Hitung-hitung menghilangkan kekesalan. Tiba-tiba ia terkejut. Seseorang di tepi jalan mengacung-acungkan jari kepadanya. Seorang gadis remaja berseragam putih abu-abu, pelajar SMA. Semula Hariman kurang yakin apakah gadis itu memberi isyarat kepadanya atau bukan. Tapi semakin dekat ia semakin yakin.

Download
Share this article :

+ komentar + 2 komentar

13 Agustus 2018 pukul 23.50

Link-nya tidak ada kang..

3 September 2018 pukul 09.07

Segera di adakan...

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger