Laporkan Jika Ada Link Mati!

Wiro Sableng (103) Hantu Bara Kaliatus

"Latandai. Ap... apa maksud ucapanmu. Bukan.... Bukankah kau berkata tidak ingin membicarakan hal masa silam. Lag... lagi pula aku tidak pernah melakukan perbuatan tidak senonoh dengan Lasingar...."

Latandai mendengus. "Delapan puluh tahun lalu kau berdusta. Sekarang masih saja berdusta! Siapa percaya padamu! Aku sudah sembuh Luhsantini!

Dengar. Aku sudah sembuh! Dan aku tidak memerlukan dirimu lagi! Mampuslah perempuan jalang!"
Sepuluh jari kokoh Latandai disertai tenaga luar dan dalam yang sangat hebat mencengkeram siap menghancurkan leher Luhsantini. Pada saat itulah tangan kanan Luhsantini menghantam ke depan, mengarah ke perut Latandai. Melepas pukulan Di Balik Labukit Menghancur Lagunung!

Tapi Latandai tidak buta. Tangan kirinya secepat kilat di babatkan ke bawah.

"Bukkk!"

Dua lengan saling beradu keras. Kedua orang itu ter- pental dan sama-sama kesakitan. Begitu lepas dari cekikan Latandai, Luhsantini berteriak marah. "Manusia laknat! Binatang saja kalau ditolong tidak akan pernah berkhianat! Kau memang Hantu jahanam yang harus dimusnahkan!" untuk kedua kalinya Luhsantini menyerang dengan pukulan Di Balik Labukit Menghancur Lagunung.

Latandai cepat menyingkir. Gerakannya memang tidak terlalu cepat akibat kendala di bagian bawah perutnya. Sadar dan khawatir serangan lawan bisa mencelakainya maka lelaki ini menangkis dengan melepaskan pukulan sakti Selusin Bianglala Hitam. Dua belas larikan sinar hitam halus menggebubu. Luhsantini seperti gila melihat berkiblatnya dua belas sinar hitam itu. Delapan puluh tahun silam, pukulan inilah yang telah membuat cacat puteranya Lamatahati!

Seperti hendak mengadu jiwa, dengan nekad Luhsantini sambuti pukulan lawan dengan pukulan Di Balik Labukit Menghancur Lagunung. Kali ini dengan tangan kiri kanan sekaligus.

Kesaktian Luhsantini boleh hebat, namun dia kalah jauh pada tenaga dalam. Begitu dua pukulan sakti bentrokan, terdengarlah pekik perempuan ini. Tubuhnya terlempar ke udara setinggi tiga tombak lalu jatuh di atas batu. Darah mengucur di mulutnya. Dada pakaian merahnya robek dan hangus besar hingga auratnya tersingkap putih.

Latandai sendiri terlempar satu tombak. Punggungnya menghantam gundukan batu. Sekujur tubuhnya bergetar hebat. Dadanya mendenyut sakit dan tubuhnya bagian bawah seolah hendak tanggal. Terbungkuk-bungkuk dia melangkah mendekati sosok Luhsantini. Saat itu dilihatnya saiah satu kaki perempuan itu bergerak hingga pakaiannya tersibak di bagian paha. Nafas Latandai sesaat tertahan. Darahnya menyentak- nyentak. Apalagi ketika matanya membentur dada Luhsantini yang tidak tertutup. Nafsunya langsung menggelegak.

"Mungkin ada baiknya dia tidak segera mati..." kata Latandai menyeringai. Dia membungkuk di atas tubuh Luhsantini. Agar yakin perempuan itu tidak membuat gerakan tiba-tiba yang dapat mencelakainya, kedua tangan Luhsantini dilipatnya ke belakang.

"Kraaakk!"

Salah satu lengan Luhsantini berderak patah. Tapi tak ada suara jerit kesakitan keluar dari mulut perempuan ini, karena keadaannya saat itu nyaris pingsan.

Latandai menyeringai, tangannya bergerak menyingkapkan pakaian merah Luhsantini sesaat lagi maksud terkutuknya akan kesampaian tiba-tiba satu ringkikan keras menggelegar di kawasan bebatuan itu.

"Wuuuutt!"

Kalau tidak lekas menyingkir pecahlah keualn Latandai kena tendangan dua kaki depan kuda raksasa berkaki enam!

Download

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger