Laporkan Jika Ada Link Mati!

Wiro Sableng : Bola-Bola Iblis (102)

Braaakkk! Tiga pasang kaki berbulu aneh mendarat di atas bukit batu. Itu adalah kaki-kaki seekor kuda hitam bermata merah yang pada kepalanya terdapat dua buah tanduk mencuat tajam. Keanehan lain dari kuda ini ialah dia memiliki tiga pasang kaki. Tiga di sisi kiri dan tiga di sisi kanan!

Di atas kuda aneh itu duduk seorang lelaki yang muka dan tubuhnya penuh luka bersimbah darah.

"Lakasipo!" teriak Luhrinjani begitu melihat orang di atas kuda yang bukan lain adalah suaminya sendiri. Bagaimana hal ini bisa terjadi. Bukankah menurut Lahopeng suaminya itu telah menemui ajal di tangan komplotan pemberontak. Luhrinjani berpaling ke arah Lahopeng. Pemuda ini tampak tegak tertegun. Matanya terbeliak dan mukanya yang kebiru-biruan menda dak pucat. Luhrinjani hendak menghambur lari mendapatkan lelaki itu tapi langkahnya tertahan begitu sadar akan keadaan dirinya yang saat itu tidak tertutup selembar benang pun karena tadi Lahopeng telah sempat menanggalkan pakaiannya. Dengan cepat Luhrinjani mengambil pakaiannya lalu mengenakannya dengan tergesa-gesa. Lahopeng segera pula menyambar celana merahnya.

Walau matanya laksana ditusuk tombak api dan dada- nya seolah terbakar menyaksikan keadaan istrinya namun Lakasipo tidak perdulikan perempuan itu. Dia melesat dari atas kuda dan langsung menghadapi Lahopeng.

"Lahopeng kerabat keparat! Busuk tidak kusangka sifatmu! Diriku kau khianati!"

"Lakasipo, jangan salah kau bersangka! Biar kujelas- kan padamu..." Lahopeng tergagap.

"Tidak perlu penjelasan! Aku tahu sudah apa yang ter- jadi! Lebih dari itu sudah kubuktikan sendiri apa yang ada dalam bungkusan kepalamu! Keji!" Alis dan kumis Lakasipo yang lebat sampai berjingkrak saking marah- nya.

"Lakasipo, tunggu dulu!"

"Jahanam! Jangan kau berani bermulut banyak! Kau sengaja menjebak aku Lahopeng! Kau katakan ada se- kelompok orang hendak merampas kedudukanku seba gai Kepala Negeri Latanahsilam. Kau bawa aku ke Lembah Labengkok. Ternyata yang menunggu di sana bukan pemberontak. Tapi kaki tanganmu. Dibantu Hantu Muka Dua! Kau begitu yakin aku akan terbunuh! Kau beritahu Luhrinjani bahwa aku sudah tewas. Agar kau bisa mengawininya! Pengkhianat laknat ter- kutuk! Dari belakang kau menohok! Kau gunting leher ku dalam lipatan! Tapi para roh dan para dewa menolongku! Aku masih hidup Lahopeng! Kau harus tebus kejahatanmu dengan nyawa busukmu!"

"Lakasipo wahai suamiku!" jerit Luhrinjani yang saat itu sudah mengenakan pakaiannya dan menghambur ke arah Lakasipo. Tapi lelaki itu membentaknya dengan suara garang dan wajah sebuas setan.

"Perempuan tidak berbudi! Mana kesetiaanmu!"

"Suamiku...."

"Jangan panggil aku suamimu! Tiga hari baru kau jadi istriku! Belum satu minggu kau kukawini! Sampai hati kau menyerahkan hati dan tubuhmu pada lelaki lain!"

"Lakasipo, aku tertipu. Aku...."

"Kau tidak tertipu Luhrinjani! Justru kau sendiri meni- pu diri!" Lakasipo lalu mendorong tubuh perempuan itu hingga Luhrinjani jatuh terjengkang dekat pelaminan batu.

Di tempat gelap Lamahila dan Laduliu saling berbisik.

"Tak kusangka hal seperti ini bakal terjadi! Lahopeng dan kaki tangannya rupanya sengaja menipu Luhrinja ni agar dapatkan randa itu. Kita ikut tertipu Nenek Lamahila..." suara Laduliu bernada penuh khawatir.

"Ditakuti tak ada yang perlu!" jawab Lamahila. "Bukankah aku sudah merapal. Apapun yang bakal terjadi semua tanggung jawab Lahopeng dan Luhrinjani! Itu perjanjian disaksikan langit dan bumi. Disaksikan pela minan batu! Didengar para roh, para Peri dan para Dewa!"

"Tapi Nenek Lamahila. Pikirkan keselamatan sendiri. Lebih baik kita segera angkat kaki dari puncak Bukit Batu Kawin ini!"

Si nenek berambut putih riap-riapan anggukkan kepala. "Aku setuju ucapanmu Laduliu! Lekas kita merat dari sini!" kata si nenek pula. Lalu dua orang itu deng- an cepat segera tinggalkan Bukit Batu Kawin, menghilang dalam kegelapan.

Dengan keluarkan suara menggembor Lakasipo me- nerjang ke arah Lahopeng. Tangan kanannya bergerak. Lima jari tangan kanannya menjentik. Lima larik sinar hitam menderu menghantam Lahopeng.

"Pukulan Lima Kutuk Dari Langit!" teriak Lahopeng yang mengenali pukulan maut itu dan menjadi sadar kalau Lakasipo benar-benar nekad ingin membunuh- nya.

Secepat kilat Lahopeng jatuhkan diri ke bukit batu. Lima larik sinar hitam lewat hanya sejengkal di sampingnya. Menghantam dua buah pohon besar enam tombak di ujung kiri. Sesaat kemudian terdengar suara bergemeletak seperti kayu kering dimakan api. Padahal tak ada kayu yang terbakar. Ketika Lahopeng palingkan kepalanya untuk melihat apa yang terjadi, mu kanya yang kebiru-biruan menjadi putih dan nyawanya seperti terbang. Dua pohon tinggi besar yang terkena pukulan Lima Kutuk Dari Langit saat itu telah berubah ciut mengkeret menjadi dua pohon kering kerontang tanpa daun. Dan tingginya kini hanya sampai sebatas lutut!
Download


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger