Laporkan Jika Ada Link Mati!

Pendekar Wanita Penjebar Bunga

Yang Tjong Hay telah saksikan itu semua, dia berlompat memburu. Dia ada sangat lincah, gerakannya sangat pesat. Kepandaiannya ilmu enteng tubuh memang istimewa.

Sin Tjoe dapat lihat orang datang, ia memapaki dengan satu tikaman tombak.

"Crok!" demikian satu suara benterokan, dan ujung tombak itu terbabat kutung!

Tanpa menghiraukan tombaknya buntung, Sin Tjoe mengeprak kudanya, supaya binatang itu berlompat maju, guna pergi menyingkir lebih jauh.

"Awas!" teriak Tjong Hay, yang sudah lantas menimpuk dengan ujung tombak lawannya itu.

Sin Tjoe menangkis, tetapi tombak itu terpental ke samping, tepat nancap di pundaknya Tjoei Hong, hingga darahnya si nyonya lantas saja bercucuran keluar.

"Panah!" Tjong Hay berteriak pula, mengasi titahnya.

Ie Sin Tjoe putar tombak buntungnya, untuk mengeprak jatuh setiap anak panah. Dan kudanya, di lain pihak, sambil meringkik keras, sudah berlompat, untuk kabur. Dia dapat lari keras walaupun punggungnya memuat tiga orang. Sama sekali binatang ini tidak menjadi kaget dengan datangnya anak-anak panah.

Tiba-tiba saja San Bin ingat suatu apa dan terus berseru: "Mari kita tolongi si pengurus rumah makan!"

"Lambat sedikit saja, kita semua tidak bakal lolos!" Sin Tjoe bilang.

"Toako, kau perlu lolos terlebih dulu," Tjoei Hong pun bilang.

"Dia telah tolongi kita, apa boleh kita tidak menolongi dia?" tanya San Bin keras.

Justeru itu terdengar teriakan aneh dari Law Tong Soen, kapan San Bin menoleh ke belakang, ia tampak si tongnia Gielimkoen tengah mengangkat tu-buhnya pengurus rumah makan itu, kedua tangan siapa telah tertelikung, setelah mana orang dilemparkan kepada satu perwira berpangkat geetjiang. Habis itu, Tong Soen lari memburu.

Saking gusar dan mendongkol, San Bin berseru keras, hingga ia memuntahkan darah, habis mana ia pingsan, tubuhnya terjatuh ke belakang, syukur Tjoei Hong lantas menyamber untuk dipeluki.Dengan tangannya yang sebelah lagi, nyonya ini mainkan goloknya, untuk melindungi diri. Di waktu begitu, ia melupakan luka di pundaknya.

Kuda putih lari terus, akan membuka jalan di antara serdadu-serdadu tukang panah itu. Di mana kuda sampai, orang lari menyingkir. Maka sebentar kemudian, kuda jempolan ini sudah meninggalkan jauh tentera negeri itu, malah Yang Tjong Hay pun tidak sanggup mengejarnya, hanya ia penasaran dan menya-yangi yang kuda itu dapat lolos. Achirnya ia menjadi seperti nekat, ia siapkan panahnya, dengan mengertak gigi, ia menarik tali panah. Di saat itu, ia bersangsi pula, maka sejenak kemudian, kuda putih itu dan penunggangnya semua telah pergi jauh...

Untuk beberapa lie, kuda itu kabur terus, sampai di jurusan timurnya terdengar suara tambur dan terompet tentera. Ie Sin Tjoe tidak ingin bertemu pula sama tentera negeri, ia tarik les kuda, untuk lari ke arah barat, hingga di lain saat mereka berada di mana tak ada seorang lain jua. Di sini kuda lari di jalanan gunung yang sempit dan berliku-liku.

Sampai di situ, lega hatinya Tjoei Hong, tetapi justeru itu, ia seperti kehabisan semangat, hingga ia rasai tubuhnya lemah, tubuh itu bergoyang- goyang seperti hendak jatuh dari atas kuda.

Sin Tjoe lihat orang lelah, ia lantas memeluk. Ia sekarang melihat tegas darah di pundak nyonya itu, yang masih mengalir. Tidak ayal lagi, ia buka baju si nyonya, untuk di atas kuda juga mengobati lukanya itu.

Sampai di situ, San Bin pun sadar dengan pelahan-lahan. Ia terkejut akan menyaksikan Sin Tjoe tengah mengolah tubuh isterinya. Ia lantas ulur sebelah tangannya, guna merangkul isterinya itu, dengan hawa amarah naik, ia membentak: "Eh, kau bikin apa?"

Sin Tjoe terkejut akan mendapati orang bergusar. Dalam sesaat itu, ia lupa bahwa ia dandan sebagai satu anak muda.

Tjoei Hong tertawa tiba-tiba. Ia kata: "Toako, kau bikin berisik apa? Dia adalah satu nona!"

Ia ingat halnya dulu In Loei, yang telah permainkan padanya, maka itu, setelah pengalamannya itu, ia lantas ketahui Sin Tjoe adalah satu nona.

Sin Tjoe pun tertawa, terus ia kasi turun kopianya, hingga terlihat rambutnya yang bagus.

"Tjioe Tjeetjoe, untuk apa kau bercem- buru?" ia pun menanya sambil tertawa.

San Bin tahu ia ke-cele, ia jengah sendirinya, tetapi lekas ia menghaturkan maaf.

Ketika itu matahari sudah doyong rendah ke barat, manusia dan kuda letih bersama. Sin Tjoe lompat turun dari kudanya, ia membantui suami isteri itu turun. Ia pun lantas periksa lukanya San Bin, Kalau luka Tjoei Hong tidak mengenai urat atau tulang, luka itu tidak berbahaya, tidak demikian dengan tjeetjoe ini, jeriji tangannya Tong Soen membuatnya ia terluka parah. Sin Tjoe lantas kasi ia makan dua butir pil Siauwyang Siauwhoan tan dan menitahkannya dia beristirahat.

Berselang lama juga, San Bin merasakan kesegarannya pulih sedikit. Ingat kepada lukanya, ia jadi sengit. Katanya: "Pernah aku berperang sama tentera Watzu, sampai beratus kali, belum pernah aku terkalahkan sebagai ini. Sakit hati ini mesti aku balas!"

Tjoei Hong hiburkan suami itu.

"Mana gurumu?" ke-mudian San Bin tanya Nona Ie. "Oleh karena kami mendengar kabar pemerintah bermaksud tidak baik terhadapnya, kami sengaja datang untuk menyambut padanya. Apakah dia tidak kurang suatu apa?"

"Soehoe sudah menyingkir sejak siang- siang," sahut Sin Tjoe. "Untukmu ia telah titipkan sepucuk surat."

Nona itu lantas keluarkan surat gurunya itu.

San Bin sambuti surat itu, untuk dibuka dan dibaca, habisnya, ia menghela napas: "Ah! Gurumu melarang aku menuntut balas!"

"Apakah yang Thio Tan Hong tulis?" Tjoei Hong tanya.

"Dia bilang di pesisir timur selatan keamanan tengah terganggu oleh perompak-perompak bangsa kate, jikalau aksinya kawanan perompak itu tidak dicegah, mereka bisa menjadi bencana besar di belakang hari," sahut San Bin. "Karena ini ia menghendaki aku memecah sebahagian tenteraku, guna dipin-dahkan ke Kanglam, untuk bekerja sama kawan sepaham di pesisir timur selatan itu untuk menentang pengaruhnya perompak- perompak bangsa kate itu. Inilah bukan pekerjaan gampang."

"Apakah yang sulit?" Sin Tjoe menanya.

"Pertama-tama kita orang Utara tidak bisa berenang," jawab San Bin. "Kedua kita telah lama bermusuh sama pemerintah, sekarang kita mesti bawa pasukan tentera melintasi tempat-tempat jagaan pemerintah, sulitnya bukan main. Ketiga, dengan begini apa kita bukan seperti juga membantu pemerintah si orang she Tjoe itu?"

"Kau telah belajar si-lat, apakah kau anggap belajar berenang lebih sukar daripada belajar silat itu?" Sin Tjoe tanya.

"Tentu saja belajar silat ada terlebih sukar."

Si nona lantas ter-tawa.

"Kalau begitu, kesu- karanmu yang pertama itu tidak beralasan!" ia berkata. "Siapa pun tak bisa begitu dilahirkan lantas dapat berenang. Orang Utara juga, satu kali dia sampai di Selatan, dia bakal bisa berenang. Kita bisa belajar berperang di air."

"Dan tentang kesulitan tentera kita berangkat ke selatan," Tjoei Hong turut bicara, "untuk bisa melintasi tempat jagaan tentera negeri, baiklah kita atur supaya mereka menyamar sebagai pelbagai golongan penduduk, jalannya pun dengan berpencaran. Kita mesti masuk ke Selatan dengan menyelundup."

San Bin tertawa.

"Kamu berdua mem-bilang begini, aku jadinya tak seperti kamu kaum wanita!" ia kata. "Aku bukannya tidak mengarti maksudnya Thio Tan Hong, bahwa menolongi rakyat dari ancaman bahaya adalah tugas kita.

Memang tidak dapat aku menampik. Aku hanya tidak puas kita keluarkan tenaga untuk pemerintah si orang she Tjoe. Pemerintahlah yang mesti tolong rakyat di Selatan itu. Kalau sekarang kita yang menolongi, habisnya, pemerintah bakal melabrak musna pada kita!"

"Tetapi kau harus ingat, toako, Thio Tan Hong sendiri tidak mengutarakan penasaran seperti kau ini," berkata Tjoei Hong, sang isteri. "Bicara perihal sakit hati, dia sebenarnya lebih mem-benci dan mendendam kepada pemerintah!"

San Bin memang mengarti soal itu.

"Baiklah!" katanya. "Asal kita bisa pulang ke tempat kita, akan aku kerahkan tenteraku..."

https://www.mediafire.com/file/hidl9dhk454hi7l/Pendekar%20Wanita%20Penjebar%20Bunga%20-%20San%20Hoa%20Lie%20Hiap%20%283%20Jilid%29.rar

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger