Laporkan Jika Ada Link Mati!

Kemelut Di Istana Sribima (Buku I)

Katanya untuk menanamkan pengaruh, pertama kali harus berusaha menanamkan kepercayaan terhadap Raja. Raja yang berambisi mengembalikan kejayaan negara seperti masa silam, membutuhkan banyak dana. Dana harus diambil dari dalam negri sebab dari luar seperti perdagangan antar pulau sudah tak mungkin dilakukan sesudah semua pelabuhan milik Pajajaran direbut Banten dan Cirebon.

“Raja yang sudah punya dasar keperluan seperti itu, kalau disodori gagasan yang sejalan dengan jalan pikirannya, maka akan segera menyambut baik dan kita akan dipercaya sebagai pembantu yang tahu memikirkan kebutuhan. Itulah cara untuk menanamkan pengaruh,” kata Ki Bagus Seta. Katanya bila pengaruh sudah mulai kokoh menguasai sendi kehidupan di pemerintahan, maka selanjutnya akan sangat mudah untuk menyusun tatanan baru. “Pada saat itulah sebenarnya perjuangan sebenarnya kita lakukan. Kita rombak negara, campakkan yang buruk dan yang tak cocok lalu kita tegakkan sendi-sendi yang terbaik yang bisa membuat rakyat sejahtera!” kata Ki Bagus Seta ketika itu.

Sudah benarkah gaya perjuangan yang dilakukan Ki Bagus Seta dan kelompoknya? Entahlah. Yang jelas, dalam upaya menjaga nama baik negara juga banyak dikemukakan oleh fihak lain dengan cara yang berbeda. Purohita Ragasuci dan Pangeran Yogascitra pun sebenarnya merasakan bahwa tatanan negara sedang tak sehat dan perlu perbaikan. Tapi cara memperbaiki keadaan yang mereka inginkan tidak melalui cara-cara perombakan. Mereka bilang tak perlu merombak, apalagi merusak.

“Raja belum melakukan tapa di nagara dengan baik. Seorang Raja harus teuas peureup leuleus usap (tegas tapi punya rasa kasih sayang). Ini belum sempurna dilaksanakan  oleh Raja. Raja harus teuas peureup (tegas) saja sehingga akibatnya hanya menyakiti orang yang ditegasi saja. Raja juga mudah tergoda kehidupan lahiriah. Menyenangi kekayaan dan mudah jatuh cinta pada wanita cantik. Ini sebetulnya kurang sehat bagi kehidupan bernegara. Raja sedang menderita sakit dan harus segera disembuhkan agar bisa kembali memimpin dengan baik,” kata lagi Purohita Ragasuci.

Ucapan-ucapan ini hanya menegaskan pada semua orang bahwa dalam mengembalikan keberadaan negara yang dibanggakan rakyat beserta seluruh isinya, tidak perlu diadakan perombakan, tidak perlu menggusur Raja dan tidak perlu melakukan pemberontakan. “Pemberontakan adalah perbuatan hina bagi orang-orang Pajajaran!” kata Pangeran Yogascitra ketika pertemuan di purinya hari kemarin.

Jelas banyak perbedaan dalam mempertahankan keberadaan negara. Ginggi mau ikut ke mana, dia sendiri pun tak tahu. Itulah sebabnya, baik ketika berada di puri Ki Bagus Seta mau pun kini sesudah berada di puri Yogascitra, Ginggi merasa tidak betah, sebab semua percakapan dan cara berpikir mereka tentang kehidupan bernegara, pemuda ini tidak faham sama sekali. Terlalu banyak yang dipikirkannya, sampai-sampai Ginggi tak bisa tidur padahal kantuk sudah amat hebat menyerangnya.

Ketika dia hampir memejamkan mata karena rasa pedih pada kelopaknya, pemuda itu malah mendengar suara berkeresekan yang amat mencurigakan dirinya. Itu bukan suara kaki kucing atau kelepak sayap burung malam, tapi seperti benda yang lebih berat hingga di atas atap sirap.

Ginggi semakin menajamkan telinganya menggunakan ilmu dengar Hiliwir Sumping, Bunyi keresekan itu semakin meyakinkan dirinya bahwa itu langkah kaki seseorang yang  memiliki ilmu kepandaian tinggi. Siapakah dia? Untuk meyakinkannya, Ginggi segera meniup pelita sehingga ruangan menjadi gelap. Rupanya orang yang berjalan di atas atap pun merasakan bahwa lampu tiba-tiba gelap, sehingga Ginggi segera mendengar ada gerakan angin yang menandakan orang itu meloncat turun dari atas atap.

Ginggi tak membuang waktu, segera membuka jendela dan loncat lewat lubang jendela. Bulan sudah bersinar kurang dari setengahnya tapi cukup terang untuk melihat gerakan orang yang melarikan diri dari tempat itu. Ginggi segera mengejarnya. Ternyata orang misterius itu berlari menuju tepi benteng. Ginggi pun terus membuntutinya. Ketika bayangan itu meloncati benteng, Ginggi pun segera meloncat mengejar. Kini terjadi kejar-mengejar di antara keduanya.

Ginggi belum tahu, siapa bayangan misterius itu. Hanya yang membikin pemuda itu heran, bayangan itu seperti membimbingnya ke suatu tempat. Ginggi terus mengikutinya. Bayangan itu telah menyebrangi Sungai Cipakancilan. Berlari cepat lagi menuju arah timur. Dan nampaknya orang itu membawanya ke tepi Sungai Cihaliwung. Sesudah tiba di tepiannya, dia berlari menyusuri sungai, menuju arah utara. Dia melewati Leuwi Kamala Wijaya, masih terus ke utara. Tibalah di tempat tambatan perahu yang menyambungkan tepian itu dengan gugusan delta Pulo Parakan Baranangsiang. Bayangan itu tidak menaiki perahu, melainkan meloncat ke permukaan sungai dan berlari menggunakan ilmu Napak Sancang, yaitu ilmu meringankan tubuh untuk berlari cepat di atas permukaan air.

Download

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger