Laporkan Jika Ada Link Mati!

Better

BEBERAPA TAHUN lalu, pada tahun terakhir di fakultas kedokteran, saya menangani seorang pasien yang sampai sekarang masih bercokol dalam benak saya. Saya sedang dalam rotasi penyakit dalam, rotasi terakhir sebelum lulus. Dokter residen senior memberi saya tanggung jawab utama atas tiga atau empat pasien. Salah seorangnya adalah perempuan Portugis keriput berumur tujuh puluhan yang dirawat karena saya pakai istilah teknisnya di sini, dia kurang enak badan. Badannya pegal linu. 

Dia terus- menerus merasa lelah. Dia tidak demam. Denyut nadi dan tekanan darahnya baik. Tapi tes laboratorium menunjukkan jumlah sel darah putihnya terlalu tinggi, tidak normal, hasil roentgen dada menunjukkan kemungkinan pneumonia, mungkin benar, mungkin tidak. Jadi, dokter internis merujuk si pasien ke rumah sakit, dan sekarang dia berada dalam perawatan saya. Saya lakukan biakan dahak dan darah, lalu, mengikuti saran si dokter internis, mulai memberikan antibiotik untuk mengobati kemungkinan pneumonia. Saya menengok dia dua kali sehari selama beberapa hari berikutnya. Saya memeriksa tanda-tanda vitalnya, mendengarkan bunyi parunya, memeriksa hasil laboratorium. Tiap hari keada-annya tetap sama. Dia batuk-batuk. Dia tidak demam. Dia hanya tidak enak badan. Kami beri antibiotik dan tunggu hasilnya, saya pikir. Dia akan baik-baik saja.

Suatu pagi, dalam jadwal keliling saya pada pukul tujuh, dia mengeluh tak bisa tidur dan berkeringat terus semalaman. Kami periksa catatan tanda-tanda vital. Tetap saja dia tidak demam. Tekanan darahnya normal, nadinya barangkali agak lebih cepat daripada sebelumnya. Tapi hanya itu. Perhatikan dia baik-baik, pesan dokter residen senior kepada saya. Pasti, saya bilang, walau semua yang kami lihat tampaknya tidak berbeda dengan kemarin-kemarin. Dalam hati saya membuat rencana untuk menengok dia pada tengah hari, sekitar waktu makan siang. Tapi residen senior menengok sendiri si pasien dua kali lagi pada pagi yang sama.

Perbuatan kecil itulah yang terus tertanam dalam benak saya sesudahnya, hanya tindakan kecil, yang penuh kecermatan. Dokter residen senior telah melihat sesuatu yang mengkhawatirkan pada si pasien. Dia juga mengamati saya ketika melakukan keliing pagi. Dan yang dia lihat adalah mahasiswa tahun keempat dengan posisi sebagai residen bagian bedah umum, pada rotasi akhirnya di fakultas kedokteran, apakah dia percaya saya? Tidak, dia tidak percaya saya. Jadi, dia memeriksa sendiri si pasien.

Dan yang dilakukannya pun tidak hanya pemeriksaan sambil lalu. Si pasien berada di lantai empat belas rumah sakit. Ruang kuliah pagi, kantin, dan semua tempat yang kami harus datangi hari itu ada di dua lantai terbawah. Lift rumah sakit sangat lambat. Dokter residen senior memberi kuliah juga. Bisa saja dia menunggu perawat memberi tahu kalau timbul masalah, sebagaimana kebiasaan sebagian besar dokter. Bisa saja dia tugaskan residen junior untuk menengok si pasien. Tapi bukan itu yang dia lakukan. Dia sendiri yang menengok si pasien.

Pertama kali dokter residen senior menengok si pasien, didapatinya si pasien demam 39 derajat Celsius dan aliran oksigen lewat hidung si pasien perlu ditambah. Kali kedua, dokter residen senior mendapati tekanan darah si pasien menurun dan perawat mengganti selang oksigen dengan masker, dan dia memindahkan pasien ke ruang rawat intensif. Saat saya sadar apa yang terjadi, dia sudah menangani si pasien dengan antibiotik baru, infus, obat penunjang tekanan darah, karena sedang mengalami syok septis akibat pneumonia fulminan. Karena sang dokter senior menengoknya, si pasien bertahan hidup. Bahkan, karena ditengok itulah perawatan si pasien jadi lancar. Si pasien tak pernah perlu dipasangi ven-tilator. Demamnya hilang dalam 24 jam. Dia diperbolehkan pulang tiga hari kemudian.

BAGAIMANA CARANYA menjadi hebat dalam suatu bidang di mana kegagalan begitu gampang terjadi? Ketika saya masih mahasiswa dan kemudian menjadi dokter residen, tujuan utama saya adalah menjadi mahir bekerja. Tapi yang ditunjukkan dokter residen senior hari itu lebih daripada kemahiran, dia tidak hanya langsung menangkap bagaimana pneumonia biasanya berevolusi dan ditangani, tapi juga tindakan-tindakan khusus untuk mengatasi pneumonia pada satu pasien itu, pada saat itu, dengan sarana tertentu dan orang yang tersedia.

Sering kali orang mencari teladan prestasi hebat dari para atlet. Dan bagi dokter seperti saya, atlet memang.....

Download

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger