Laporkan Jika Ada Link Mati!

Kunanti Di Gerbang Pakuan (Buku III)

“Hati-hati anak muda. Kalau pun engkau bersedia ikut dalam misi ini, tapi jangan kau jadikan gerakan kita ini sebagai ajang untuk pemuas balas dendam. Ini adalah perjuangan. Dan tak ada urusan pribadi di sini. Dalam agamaku tabu melakukan peperangan dengan dada bersimbah dendam!” kata Perwira Goparana mengingatkandengan suara tegas.

Pragola masih menundukkan wajahnya.

“Sepuluh tahun silam, Cirebon mengutus ksatrianya untuk menyusup ke Pakuan. Dia sudah hampir berhasil mengemban misi dalam upaya melemahkan sendi-sendi kekuatan di pusat istana. Sayang sekali, ksatria yang masih muda itu terperosok ke dalam urusan pribadi. Dia mendendam Sang Prabu Ratu Sakti karena urusan cinta…” kata Perwira Goparana.

“Mungkin yang dimaksud olehmu adalah Raden Purbajaya. Sepuluh tahun lalu memang ada peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Ratu Sakti. Peristiwa ini hampir-hampir melibatkan Bangsawan Yogascitra,” gumam Pangeran Yudakara.

“Peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Raja sebetulnya di luar perintah Cirebon. Tapi apa pun kenyataannya, menurutku tindakan Purbajaya waktu itu bisa membantu usaha-usaha kita. Paling tidak dengan adanya peristiwa itu, telah terjadi bentrokan dan saling curiga di antara pejabat dan bangsawan Pakuan,” tutur Pangeran Yudakara seperti bicara pada diri sendiri.

“Namun harus diingat Pangeran,tujuan Cirebon menyusupkan orang-orangnya ke pusat pemerintahan Pajajaran bukan sekadar ingin mengadu-domba dan membuat kekacauan di Pakuan. Tujuan Cirebon adalah menginginkan Pajajaran benar-benar menjadi negara besar dengan landasan kepercayaan dan keyakinan agama baru,” giliran Perwira Jaya Sasana yang berbicara, padahal sejak tadi lelaki setengah baya ini kerjanya hanya mengatupkan bibir saja.

Perwira Goparana mula-mula termenung mendengar perkataan rekannya ini, namun pada akhirnya mengangguk jugasebagai tanda membenarkan akan pendapat Perwira Jaya Sasana ini.

Mereka bertiga berbincang-bincang dulu sebentar. Namun sesudahnya, kembali menatap Pragola.

“Sudah sejauh mana pengetahuanmu tentang Dayo Pakuan beserta tugasmu nanti, anak muda?” tanya Perwira Goparana. Pemuda itu tidak menjawab, melainkan menoleh kepada Paman Manggala.

“Sudah saya beri sedikit pengetahuan. Tapi alangkah baiknya bila Juragan sendiri yang memberi pengarahannya…”tutur Paman Manggala hormat sekali.

Suasana hening sejenak. Perwira Goparana malah tengahmenyaksikan seekor nyamuk yang mendekati api pelita. Nyamuk itu terbang mengelilingi cahaya pelita. Dan dengan gagah berani menyambar-nyambar lidah api pelita. Namun keberaniannya kurang perhitungan. Sebab pada suatu saat tubuhnya hangus menabrak lidah api pelita. Perwira Goparana tersenyum melecehkan manakala melihat tubuh nyamuk yang sedikit gosong dan jatuh tak berarti diatas tikar pandan.

“Syarat utama memasuki Pakuan bukan keberanian, melainkan kehati-hatian,” gumam Perwira Goparana tanpamenatap ke arah siapa pun. “Dan engkau anak muda, engkau hanya bisa berhasil ikut dalam ikut misi ini bila sanggup bertindak hati-hati,” sambungnya sambil mulai menatap Pragola.
“Seusai pergantian pucuk pimpinan dari Sang Prabu Ratu Sakti kepada Sang Lumahing Majaya, ada beberapa perubahan situasi di Pakuan. Dulu, zamannya Ratu Sakti, suasana di dalam istana seperti api dalam sekam. Sesama pejabat saling bercuriga satu sama lain. Atau bahkan saling bermusuhan dan saling menjelek-jelekkan. Akibat dari situasi ini, mereka lengah terhadap gerakan penyusupan. Namun kini keadaan sudah tak seperti itu. Sang Lumahing Majaya bukan orang berperangai keras, namun kendati dia bukan pemarah dan pendendam, dia adalah seorang Raja yang amat hati-hati. Barangkali rasa hati-hati ini terbentuk karena peristiwa yang menyertai sebelumnya. Kekacauan bahkan pertempuranyang beberapa kali terjadi di wilayah Pakuan, berlangsung karena adanya tindak penyusupan dan pengkhianatan.Maka bercermin dari peristiwa ini, semua pejabat dan perwira di Pakuan amat berhati-hati dalam menerima kedatangan orang dari luar. Wilayah-wilayah kandagalante seperti Tanjungpura, Muaraberes, Tanjungbarat, kendati masih di bawah kekuasaan Pakuan tapi penguasa di sana sudah menaruh kecurigaan lain. Apalagiterhadap wilayah Sagaraherang.Bahwa sepuluh tahun yang lalu wilayah ini menjadi pusat pengendali penyerbuan ke Pakuan, masih menjadi mimpi buruk yang tak mau mereka lupakan. Itulah sebabnya,, dalamupaya penyusupan ini, engkau harus bertindak hati-hati…” kata Perwira Goparana panjang-lebar.

Pragola mengangguk-angguk kecil beberapa kali sebagai tanda maklum akan penjelasan ini. Namun sesudah merenung sejenak, pada akhirnya pemuda bermata bulat binar ini mengemukakan pendapatnya.

“Ampun beribu ampun Juragan bila apa yang ingin saya kemukakan ini tak berkenan di hati,” tuturnya menyembah danmenunduk.

“Sampaikanlah apa yang menjadipikiranmu, anak muda. Sebab lebih banyak pendapat yang masuk, akan lebih bagus,” kata Perwira Jaya Sasana menatap pemuda itu.

“katakanlah anak muda!” kata Perwira Goparana pendek.

Download


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger