Laporkan Jika Ada Link Mati!

Toedjoeh Tjemara

"Ini penginapan yang dulu pernah kamu pakai?" tanya Ham.
Re menggeleng.

"Ini ... ini sih, lebih mirip sarang vampir," Rosa menggumam dan secara refleks ia berpelukan dengan Wanda. Mendadak bulu tengkuk kedua cewek itu berdiri. Suasana vila benar-benar mencekam. Redup, sepi, dan mengesankan misteri.

"Mendingan kita cari tempat lain, daripada ...."

"Mendorong mobil lagi? Kita nggak punya pilihan lain. Hujan tampaknya bakal deras lagi!" potong Gilas yang turun dari mobil. "Besok pagi aja kita cari tempat lain yang lebih cocok. Pokoknya, kita harus segera mendapat kamar yang hangat, minuman yang hangat, dan tidur sampai pagi. Kalian sih, enak. Aku capek nih, seharian nyopir terus!"

Ham yang lebih dulu mendekati pintu pagar yang cukup tinggi dan membukanya, karena pin-tu itu memang nggak terkunci. Yang lain nggak bisa mencegah, kecuali berjalan mengikuti langkah Ham.

"Ngeri, Ros," bisik Wanda pada Rosa. Padahal, Rosa sendiri udah puluhan kali berdoa dalam hati untuk menenangkan diri.

"Kita tidur sekamar aja, deh!" usul Wanda.

"Ngeri ... kayak mau masuk sarang hantu.

"Mudah-mudahan ada penghuninya yang ramah. Kamar yang bersih dan terang. Ada televisinya, nggak? Mendingan kita berlima nonton teve sampai pagi!"

Hingga mereka berlima berdiri di depan pintu utama, nggak ada tanda-tanda seseorang
menyambut kedatangan mereka. Mungkin karena penghuni vila ini udah kedinginan dan sama sekali nggak membayangkan bakal ada tamu yang hendak bermalam. Siapa yang mau datang kalo suasana seburuk ini?

Re dan Ham mencari-cari bel pintu, namun nggak juga menemukannya. Terpaksa mereka mengetuk pintu berkali-kali, namun nggak ada tanda-tanda pintu segera terbuka.

Diketuk lagi makin keras. Semenit berlalu, dan masih sunyi.

"Mungkin kosong," kata Rosa agak senang. Artinya,    mereka  harus mencari tempat lain.

Pengi-napan yang lebih "hidup" suasananya. Tapi, harapan itu kembali sirna ketika petir menyambar dengan suara yang sangat keras. Guruh bersahut-sahutan, kemudian hujan yang lebat telah tercurah dari langit yang gelap pekat.

Gilas menggedor pintu sangat keras dengan kepalan tangannya.

"Kulo nuwun ...!" Gilas mengucapkan salam.

Petir menyambar, sedetik menerangi halaman vila.

"Li ... lihat!" Re berkata terbata-bata sambil me-nunjuk ke halaman.

"Apa?" tanya Rosa dan Wanda tersentak. Mereka berlima memandang satu arah yang ditunjuk Re. Cuma halaman yang gelap.

"Ada apa?" tanya Ham berusaha tenang. Diam-diam, ia merasa bertanggung jawab karena memilih tempat ini, walau terpaksa.

"Ada ... ada batu nisan di sana!"

"Wuuuaaa ...!!!"

Mendengar ucapan Re, mereka berlima sangat ketakutan. Bahkan, Wanda nggak bisa menyembunyikan kakinya yang gemetaran, dan berdiri go-yah.

"Kuburan?"

"Jangan mengada-ada, Re!" kata Ham. "Jangan nakut-nakutin, ah!"

"Sungguh, aku ... aku melihatnya di sana!"

"Ah, gelap begini. Pasti cuma batu besar yang menyerupai ...."

"Hm, benar juga."

"Kita pindah tempat aja, deh! Biar aku sendiri yang mendorong mobil itu sendirian, kalau kalian keberatan," kata Rosa.

Rosa selesai bicara, mendadak pintu besar itu terbuka. Gerakan pintu itu disertai suara berderit engsel pintu.

"Hantuuu ...!" Wanda menjerit dan yang lain mundur beberapa langkah.

Pintu terbuka dan di ambang pintu besar itu berdiri seorang laki-laki tua berpakaian serba hitam. Ketika ia berjalan keluar dan berhenti tepat di bawah lampu, tampaklah sosoknya dengan jelas. Wajah yang keriput, tubuh yang agak bungkuk dan sepasang mata yang berkilat, memandang kelima anak muda di depannya dengan teliti.

"Selamat malam," sapa Ham dengan santun.

"Ada yang bisa saya bantu?" Terdengar suara parau milik orang tua itu. Sangat parau, seperti orang sakit batuk parah.

http://www.mediafire.com/download/mdttd26a2689yij/Vila_Toedjoeh_Tjemara_Sketsa_Bulan.rar

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger