Laporkan Jika Ada Link Mati!

Road To The Great Success

Suatu ketika terjadi perdebatan antara seorang lelaki yang sedang berkuasa dengan Nabi Ibrahim as. Perdebatan itu terkait konsep Tuhan. Nabi Ibrahim as. memahami dan meyakini seyakin-yakinnya bahwa Penciptanya dan juga Pencipta alam semesta adalah Tuhan yang bisa menghidupkan dan mematikan. Sang penguasa tak mau kalah. Dia mengklaim bahwa dia juga mampu menghidupkan dan mematikan, kendati dengan argumentasi (hujjah) yang sangat aneh dan tidak masuk akal. Dia memanggil dua orang; yang satu dibunuh, satu lagi dibiarkan hidup.

Namun demikian, Ibrahim as. tidak kalah jeli memilih argumentasi lain yang sangat kuat, akurat, dan tidak mungkin dapat dibantah lagi oleh penguasa tersebut. Ibrahim pun berkata:

Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari arah timur, maka terbitkanlah dia (matahari) dari barat, lalu heran terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim. (Q.S. Al Baqarah, 2: 258)

Dalam kehidupan ini, sering kita melihat kenyataan bahwa manusia mengingkari Pencipta mereka seperti yang diceritakan Al Qur'an di atas. Ada yang mengingkari Pencipta sambil mendeklarasi ke masyarakat bahwa mereka adalah Tuhan yang patut disembah seperti halnya Namrud di za-man Nabi Ibrahim dan Fir'aun di zaman Nabi Musa.

Namun, ada pula yang mengingkari-Nya dengan malu- malu, berkedok ilmu pengetahuan, seperti yang dilakukan Charles Darwin dan kaum evolusionis lainnya. Ada lagi yang menolak eksistensi Pencipta setengah-setengah dengan berkedok ideologi negara yang bernama nasionalisme. Mereka mengklaim nasionalisme itu lebih baik dari apa yang dirumuskan dan diciptakan Tuhan Pencipta mereka. Anehnya, manusia semacam ini tidak pula berani menolak keberadaan Tuhan dengan tegas dan secara total seperti yang dilakukan Namrud, Fir'aun, dan Charles Darwin.

Apa pun bentuk penolakan tersebut sesungguhnya menunjukkan sebuah realitas bahwa manusia memiliki sifat sombong, sok kuasa, tak tahu diri, serta lupa akan keagungan Pencipta mereka. Sifat-sifat tersebut telah mendorong manusia berlaku zalim dan berbuat kerusakan dalam kehidupan dunia yang sementara ini. Baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun terhadap lingkungan.

Kesombongan dan lupa diri telah pula menyebabkan mereka hidup tidak sesuai misi dan visi penciptaan mereka, yakni beribadah kepada sang Pencipta sekaligus menjadi khalifah-Nya di atas bumi. Kewajiban yang ada di punggung mereka adalah menegakkan keadilan lewat sistem yang adil serta membangun kehidupan makmur sentosa.

Sesungguhnya, penolakan —bahkan kedurhakaan— terhadap sang Pencipta, (baik yang total maupun setengah-setengah, yang nekat maupun malu-malu) merupakan fenomena sepanjang masa. Iblis adalah makhluk pertama yang dikutuk Allah karena tidak mau menjalankan perintah-Nya untuk sujud kepada Adam hanya dengan alasan sepele yaitu kebanggaan terhadap materi asal-usul penciptaan Iblis berkata, "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah." (Q.S. Shad, 38:76)

Sikap Iblis tersebut dipicu ketidakmatangan sekaligus ketidakseimbangan dirinya secara spiritual, emotional dan intellectual dalam mengendalikan hawa nafsu. Itu membuat ia enggan melaksanakan perintah Penciptanya dan menyombongkan diri di hadapan aturan main Penciptanya.

Adam, sebagai manusia pertama, pun tak luput dari lupa akan kebesaran dan keagungan Penciptanya. Tercatatlah dalam sejarah manusia pertama itu, ia juga pernah melanggar aturan main Penciptanya sehingga dinyatakan bersalah.

Namun, ada perbedaan mendasar dalam proses pelanggaran antara Adam dan Iblis. Adam dengan mudah mengakui kesalahan dan kelemahannya ketika ditegur dan diingatkan Allah. Kesalahannya disebabkan kelalaian dan ketergiurannya terhadap godaan dan tipuan setan.

Kesalahan Adam bukan bermuara pada sifat sombong dan angkuh. Sedangkan iblis tidak mau mengakui kesalahannya karena kesombongan dan keangkuhan yang ia pelihara. Dia menolak perintah Allah dengan mencari- cari alasan dan membangun persepsi keliru (tidak ilmiah) bahwa api sebagai unsur penciptaannya (raw material) lebih baik daripada tanah yang menjadi unsur penciptaan Adam.

Pengalaman spiritual, emotional, dan intellectual manusia sepanjang sejarah selalu ditandai dengan penolakan atau penerimaan eksistensi Tuhan dan konsekuensi logis dari kemutlakan (absoluteness) penerimaan itu, yakni ibadah dan ketaatan kepada-Nya.

Tidak ada corak dan warna lain yang menonjol dalam penolakan dan penerimaan konsepsi Tuhan sepanjang sejarah kecuali itu-itu saja. Pada dasarnya, sikap hidup manusia hanya bergerak antara dua pilihan: menolak atau menerima kenyataan konsep Tuhan. Sejak zaman prasejarah sampai zaman modern yang disebut serbacanggih seperti yang kita saksikan hari ini, pilihannya hanya bergerak antara dua sikap itu.

Ada yang menolak (durhaka) total, ada yang menerima (taat) total. Kendati kadangkala yang terbanyak ialah mereka yang serbabingung, serba-tidak jelas pilihannya, serbasetengah-setengah, namun tetap masih berada dalam kategori mereka yang menolak dan durhaka.
Download
Share this article :

+ komentar + 1 komentar

19 Maret 2018 pukul 10.26

Link Dead OM,.... Please Reupload ya To Google Drive.
#Syukron.

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger