Laporkan Jika Ada Link Mati!

Perbankan Syari'ah

TIGA PULUH TAHUN silam, bank Islam (bank syariah) sama sekali belum dikenal. Kini, sistem perbankan dan keuangan Islam telah beroperasi di lebih dari 55 negara yang pasarnya sedang bangkit dan berkembang. 1 Bahkan, beberapa lembaga keuangan Islam beroperasi di 13 lokasi lain, yaitu di Australia, Bahama, Kanada, Kepulauan Cayman, Denmark, Guernsey, Jersey, Irlandia, Luxemburg, Swiss, Inggris, Amerika Serikat, dan Kepulauan Virginia. Di Pakistan, Iran, dan Sudan, semua bank harus beroperasi sesuai dengan prinsip keuangan Islam. Sementara di beberapa negara lain, yang menerapkan sistem keuangan campuran, bank Islam beroperasi berdampingan dengan bank konvensional meski dengan skala yang sangat terbatas. Kendati telah tersebar luas, perbankan Islam masih kurang dipahami di beberapa belahan dunia Islam, bahkan masih menjadi teka-teki di sejumlah negara Barat. Buku ini disusun untuk menyajikan analisis ringkas mengenai ciri perbankan dan keuangan Islam yang dapat menjangkau pembaca lebih luas.

Gagasan dasar sistem keuangan Islam sebenarnya dapat dikemukakan secara sederhana. Sistem ini terutama didasarkan atas skema PLS (profit and loss sharing bagi hasil). Bank Islam tidak menawarkan bunga, tetapi mengajak deposan ikut serta dalam suatu usaha. Deposan akan mendapatkan bagian dari keuntungan bank sesuai dengan rasio yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan begitu, terjalin hubungan kemitraan antara bank dan deposan di satu pihak, dan di pihak lain antara bank dan nasabah investasi yang mengelola simpanan deposan dalam berbagai usaha produktif. Perbankan Islam berbeda dari bank konvensional yang pada intinya meminjam dana dengan membayar bunga di satu sisi neraca dan memberikan pinjaman dana dengan menarik bunga di sisi neraca lainnya. Kompleksitas sistem perbankan Islam tampak jelas dari keragaman (dan penamaan) berbagai instrumen pembiayaan yang dipergunakan, serta dari pemahaman terhadap dalil-dalil hukum Islamnya.

Buku ini mencoba membahas tema tersebut dengan perspektif yang berbeda mengenai beberapa aspek. Pertama, aspek kajian yang bersifat analitis. Bagian ini menjelaskan masalah pelarangan bunga (riba) menurut prinsip ekonomi Islam serta berbagai dampaknya terhadap sifat intermediasi keuangan dan struktur pengelolaan sistem keuangan Islam. Analisis ini dilatari oleh teori modern tentang intermediasi keuangan yang meliputi biaya transaksi, masalah informasi, dan rancangan kontrak dengan insentif yang sesuai. Jadi, bagian ini akan memadukan literatur Barat dengan literatur Islam.

Kedua, aspek empiris, yang akan membahas cara kerja bank Islam, baik dalam sistem keuangan yang sepenuhnya islami maupun campuran. Secara khusus, bagian ini akan mengkaji struktur hukum dan kelembagaan yang diperlukan untuk menerapkan sistem perbankan Islam serta berbagai masalah seputar penerapan teori perbankan Islam, yang sering kali diabaikan para sarjana Islam.

Ketiga, buku ini menyajikan analisis historis, karena Islam bukan satu-satunya agama (atau agama pertama) yang melarang bunga. Agama Kristen, misalnya, selama lebih dari 1400 tahun kukuh melarang keras pemungutan bunga. Apa dasar pelarangan itu dan bagaimana penera-pannya? Mengapa Islam berhasil sedangkan Kristen gagal? Jawaban kami akan menyuguhkan keterangan penting baru tentang pencapaian metode perbankan Islam, sekaligus mengungkapkan sejumlah persamaan dengan teknik-teknik keuangan Islam saat ini.

Perbankan Islam memberikan layanan bebas-bunga kepada para nasabahnya. Islam melarang kaum muslim menarik atau membayar bunga dalam semua bentuk transaksi. Inilah yang membedakan sistem perbankan Islam dari sistem perbankan konvensional. Secara teknis, riba adalah nilai tambah dari pokok pinjaman yang disesuaikan dengan jangka waktu dan jumlah pinjaman. Sebelumnya, para ulama berbeda pendapat tentang apakah riba identik dengan bunga atau tidak. Kini, tampaknya para ulama bersepakat bahwa istilah riba meliputi segala bentuk bunga.

Bab-bab selanjutnya mengkaji secara lebih detail asal mula istilah interest (bunga) dan usury (tambahan yang berlebihan), dan betapa dalam penggunaannya di Barat makna istilah itu berubah seiring waktu sehingga istilah usury identik dengan interest (Divine, 1967). Usury (dari bahasa Latin usura artinya kesenangan, kelebihan yang dibayarkan atas penggunaan uang) merupakan istilah yang awalnya berarti bunga (interest) secara umum, namun di zaman modern istilah usury berarti bunga yang sangat tinggi, terutama yang melebihi tingkat yang dite-tapkan oleh hukum (Munn, GarcĂ­a, dan Woelfel, 1991). Beberapa modernis Islam berpendapat bahwa riba adalah bunga yang ditarik oleh lintah darat, bukan bunga yang dibebankan bank-bank modern. Mereka juga berpandangan bahwa bunga yang dibebankan atas pinjaman produktif tidak mengandung unsur riba. Tetapi, kebanyakan penulis muslim tidak menerima argumen ini.

Bagaimanapun, pembedaan bunga dari riba bukan melulu urusan kaum muslim ortodoks. Istilah riba, menurut syariah, berarti tambahan, sekecil apa pun, pada pokok pinjaman. Federal Syariah Court of Pakistan (Dewan Syariah Federal Pakistan) menyatakan bahwa makna riba (dari bahasa Arab) meliputi bunga dan bunga berganda (usury). Segala jenis bunga, tidak hanya bunga berganda, adalah riba. Istilah itu mencakup semua bentuk bunga, besar atau kecil, berganda atau tunggal, berganda atau ganda-berganda. Ketetapan Islam tidak hanya berlaku untuk bunga yang terlalu tinggi atau sangat tinggi, tetapi juga untuk suku bunga minimal (Hamid, 1992; M.S. Khan, dan Mirakhor, 1992). Dengan demikian, sistem keuangan yang didasarkan atas ajaran Islam ditujukan untuk menghapus bunga dalam segala bentuknya. Larangan inilah yang membedakan bank dan lembaga keuangan Islam lainnya dari pesaingnya lembaga keuangan konvensional ala Barat.

Beberapa ulama mengajukan beberapa alasan ekonomi untuk menjelaskan pelarangan bunga dalam Islam. Misalnya, dikemukakan bahwa bunga, sebagai biaya produksi yang telah ditetapkan sebelumnya, cenderung menghalangi pelaksanaan kerja secara penuh (M.A. Khan, 1986; Ahmad, 1952; Mannan, [1970] 1986).

1952; Su'ud, 1980). Sebagian ulama lainnya mengemukakan pandangan yang agak berbeda, yakni bahwa teori ekonomi modern tak dapat memberikan pembenaran terhadap keberadaan bunga atau kebutuhan terhadapnya (Khan dan Mirakhor, 1992).

Namun, argumen-argumen ini kalah pamor oleh ketegasan dalil agama. Sumber utama Islam adalah Alquran dan sunah istilah yang di zaman Arab Kuno berarti "contoh leluhur" atau "adat suku", namun kini diartikan sebagai ajaran atau kebiasaan Nabi Muhammad saw. seperti yang diriwayatkan oleh para perawi hadis. Kedua sumber ini menegaskan bahwa penarikan bunga adalah tindak pemerasan dan sepenuhnya tidak adil sehingga tidak sesuai dengan prinsip Islam tentang keadilan dan hak milik. Meskipun diakui ada banyak hal lain yang melatari kemunculan perbankan Islam, seperti untuk membantu perkembangan ekonomi, distribusi pendapatan dan kekayaan yang lebih wajar, dan partisipasi ekonomi yang lebih adil (Capra, 1982), perbankan Islam mengambil raison d'etre-nya dari fakta bahwa Islam sepenuhnya melarang bunga.

Penolakan ini memunculkan pertanyaan: lalu apa yang dapat menggantikan bunga? Dan bagaimana bank Islam beroperasi tanpa bunga? Di sinilah PLS (bagi-hasil) muncul sebagai metode alokasi sumber daya menggantikan sistem bunga. Di antara sekian banyak bentuk kontrak, ada beberapa jenis transaksi penting dalam sistem keuangan Islam, yaitu mudharabah (kontrak permodalan), musyarakah (kontrak kemitraan), dan murabahah (mark- up, atau penaikan harga-jual). Mudharabah merupakan kontrak bagi-hasil, yang melibatkan dua pihak, yaitu pemodal dan pengelola. Pemodal memercayakan sejumlah dananya kepada pengelola dengan imbalan bagian....
Download


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger