Laporkan Jika Ada Link Mati!

Sang Raja Jin

Manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri (Al-Qiyamah: 14)

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Password E-Book ini 1982

Aku, Ishaq, penulis buku ini, diperintah Guruku untuk menceritakan kisah sebuah perjalanan. Berkat rahmat Allah, hanya aku saja dari kelompok pengembara ini yang berhasil kembali.

Ali dan Rami telah tiada. Aku melihat mereka masuk ke dalam api. Dan Jasus, yang berhati suci, pun melompat ke dalam api. Sementara yang terjadi pada orang bijak Yahudi dan putrinya, atau Si Kapten, sama sekali aku tak tahu. Mereka tak mau pergi saat kuminta pergi.

Tetapi aku yakin pada satu hal: Jin jahat itu masih ada.

Baalzeboul—Si Raja Jin.

Akan Kami perlihatkan pada mereka tanda-tanda Kami pada segenap lengkung langit dan diri mereka sendiri (Fushshilat: 53)

Ketika fajar merekah di hamparan pasir, kumbang- kumbang menyeruak dari dalam gurun, bergegas merayap ke permukaan untuk mendoa. Binatang- binatang itu berjalan berbaris di sepanjang punggung bukit pasir, menghadapkan wajah ke matahari, lalu menundukkan muka, seakan bersujud penuh khusyuknya. Mereka mengangkat kaki belakangnya dan menyambut urapan hangat cahaya matahari. Lalu dikumpulkannya embun pagi yang  menempel di tubuh mereka yang pejal, yang entah bagaimana muncul dari dinginnya malam di gurun. Tetes-tetes air bening pun menggelincir turun ke mulut-mulut yang telah menanti.

Air mataku menetes tatkala menyaksikan pemanda- ngan itu. Air mata yang terakhir.

Aku berpikir, inilah pantulan dari Yang Maha Pengasih. Inilah jawaban dari doa setiap pagi. Ia mencurahkan rezeki bagi kehidupan. Andai saja hatiku memantulkan ketaatan para kumbang Andai saja keyakinan yang tak terbatas itulah yang melimpahi hatiku, bukan degup kecemasan yang melekat pada manusia, keraguan dan hasratku. Bahkan kebingungan yang tertanggungkan akan merasuki nalar ketika pikiran berusaha mati-matian memahami dirinya sendiri.

Demikianlah, bukannya tanpa alasan jika Guruku memerintahku untuk menceritakan kisah ini. Ia mengetahui hasrat dan keraguanku. Bahkan sejak awal, mata hatinya yang sudah tak terhijab tahu dengan jelas keraguan dan hasratku ini.

Aku berjalan lagi semalaman tanpa air, membelok ke barat, lalu ke utara melintasi erg1 di Tenere. Aku berharap bisa memotong jalan menuju Agadez. Kekuatanku hampir punah. Tiga jam sebelum cahaya pertama fajar merekah, tubuhku telah ambruk di sebelah bukit pasir kecil berbentuk bulan sabit. Kugali pasir untuk menutupi badanku agar memperoleh sedikit kehangatan untuk menahan gamparan angin dingin.

Angin telah mereda. Bintang-gemintang di angkasa tak bersanding dengan rembulan. Anehnya, aku tak merasa takut, walau mungkin besok aku sudah tak mampu bertahan hidup lagi. Pikiranku begitu tenang dan jernih,  melayang jauh menggapai bintang. Putus asa dan kesedihan yang selama ini meluapiku kini hampir lenyap, menghilang bersama surutnya cairan tubuh yang terus berkurang sela-ma pengembaraan. Aku tak bisa menjelaskannya. Barang-kali aku dikaruniai sedikit sakinah, kedamaian hati yang hanya bisa datang melalui kepasrahan kepada Allah. Atau mungkin aku sudah gila karena terpapar panas matahari dan kehausan. Saat menutup mata, aku tak merasa takut pada kalajengking, ular, atau hewan buas macam apa pun. Bahkan aku tak merasa jeri sedikit pun pada kematian. Pikiranku kosong dan muram, mengalir tak tentu arah hingga fajar mengembang.

Download


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger