“Mahkota ini berat, Ayah. Orang-orang itu ingin menenggelamkan kita ke dalam neraka Jahim. Tidak mungkin aku melakukan itu. Mereka membenci sesama manusia dan sangat tidak suka dengan kebebasan orang lain."
Iyasu menatap wajah ayahnya. Air matanya mengalir deras membasahi pipinya. Dengan penuh pilu ia berkata, "Apakah memang sebuah kewajiban menuntun manusia ke jalan Allah dengan cambuk dan pedang? Lalu apakah ini jalan Allah yang sesungguhnya? Sungguh, tak ragu lagi Allah sangat benci dengan pemaksaan, penghancuran, dan penyiksaan terhadap jiwa orang-orang merdeka. Sekarang, beritahu aku, Ayah. Kcnapa Kakekku memenangkan pertempuran? Sungguh, aku sangat benci semua itu. Kenapa orang-orang jahat itu menang? Aku benar-benar tidak bisa memahami hikmah Allah ini. Aku ini orang bodoh yang tidak jelas keturunannya. Aku lemah, aku terpaksa! Oh, andaikan saja aku hanyalah seorang penggembala kambing yang lugu, yang menikmati susu kambing dan bergembira di antara gembalaan-gembalaan itu. Jauh dari segala teror dan siksa ini.. !"
Michael terdiam. Ketika ia hendak bicara Iyasu telah berdiri dan mendahuluinya.
"Beri tahu aku Ayah, apakah Muhammad menggembala kambing juga ?"
"Ya, lalu?”
"Kenapa ia tinggalkan?”
Untuk membimbing manusia sesudah mereka tersesat dalam kegelapan.”
“Apakah ia berbuat seperti yang telah diperbuat kakekku?”
Michael memekik seperti orang yang tercekik ular.
"Maha Suci Allah, Anakku Minta ampunlah kepada Tuhanmu. Muhammad tidak pernah mengangkat senjata kecuali hanya untuk membela kehormatannya ia tidak pernah membakar tempat ibadah atau membenci manusia karena agama yang diyakininya ia selalu mengulang ulang ayat Al Quran ini: Tidak ada paksaan dalam beragama dan jelaslah petunjuk di antara kesesatan itu.. Muhammad menyeru dan memberi petunjuk jalan yang benar. Ia dekat pada semua manusia dari segala jenis dan warna”
Iyasu memegang pundak ayahnya dan menatapnya sendu. "Lalu, kenapa kau tinggalkan agamamu? Kenapa!? Sungguh, hal itu amatlah mengerikan. Jawab Ayah, atau aku akhiri hidupku ini. Sungguh hal itu amatlah menyiksaku. Aku mencintaimu. Kau ayahku, katakanlah kenapa kau ubah Muhammad Ali menjadi Michael?"
Butiran-buhran air mata berjatuhan dari bulu-bulu mata lelaki tua yang lemah itu. Wajahnva yang penuh bekas luka dan cambukan nampak mendung.
“Maha Benar Allah dengan firman-Nya kecuali mereka yang dipaksa sedangkan hatinya penuh kedamaian iman.”
Air matanya mulai mengering. Ia melanjutkan kembali perkataannya, “Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri teman-teman dan saudara-saudaraku disiksa di depanku. Kudengar jeritan ribuan orang di sekitar rumahku begitu memekakkan telinga. Sementara itu, tentara kakekmu menebar ketakutan dan kematian di setiap tempat. Dan saat itu, aku dihadapkan pada dua pilihan: meninggalkan agamaku atau mengambil keputusan lain dengan segala resikonya. Anakku, sekarang aku dan keluargaku telah bersiap-siap memasuki neraka Jahim yang mereka buat agar aku dapat menyelamatkan mereka yang disiksa. Jadi, apakah arti akidah itu yang sebenarnya? Apakah ia itu sesuatu yang diucapkan ataukah sesuatu yang menggetarkan hati? Apakah ia itu kata-kata dan ritualiias ataukah akhlak dan pikiran? Naluriku mengatakan Allah tidak akan memurkaiku. Maka, aku pun menerima tawaran kakekmu agar aku menebus kebinasaan dengan menikahi ibumu, Shu Arkos.”
"Sungguh, ayahmu ini belum pernah mengufuri Allah dan meninggalkan keislamannya. Aku merahasiakannya dari pandangan mereka. Kutunaikan shalat dan aku selalu memohon ampun kepada Allah. Ah, sepertinya hal ini hanya menimpa diriku saja karena aku meletakkan senjataku sebelum menemui Allah dalam kesyahidan bersama teman-temanku para pahlawan itu. itulah kisah ringkasku dan kau telah mendengarnya untuk ke sekian ratus kalinya. Keluargaku di wilayah Islam tempat aku berkuasa dulu telah mengetahui malapetaka ini. Ah, rasa kerinduan dan kehilangan telah mencabik-cabik diriku selama bertahun-tahun. Sekarang, silakan jika kau ingin mengembalikanku pada musibah yang memilukan ini. Sungguh, aku telah bersabar menunggu hingga kau menduduki kursi kekuasaan dan menjadi kaisar Ethiopia. Sekarang waktunya kita bisa memulai segalanya dari awal. Kita perbaiki bersama segala sesuatu yang telah dihancurkan oleh fanatisme dan pemaksaan."
Iyasu menggerakkan kepalanya lalu berkata, "Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah."
"Selamat untukmu, Anakku Tapi, kau harus menyembunyikan keimananmu sampai tiba saat yang tepat"
"Akan kuumumkan pada mereka. Aku menang atau mati karenanya."
"Anakku, janganlah sekali-kali kau memetik buah sebelum matang karena hal itu akan pahit dirasakan, sedangkan masa depan jutaan umat Islam adalah amanah dalam keimanan kita. Ingat itu dan jangan sesekali kau berpegang pada tali yang rapuh.''
Iyasu menatap wajah ayahnya. Air matanya mengalir deras membasahi pipinya. Dengan penuh pilu ia berkata, "Apakah memang sebuah kewajiban menuntun manusia ke jalan Allah dengan cambuk dan pedang? Lalu apakah ini jalan Allah yang sesungguhnya? Sungguh, tak ragu lagi Allah sangat benci dengan pemaksaan, penghancuran, dan penyiksaan terhadap jiwa orang-orang merdeka. Sekarang, beritahu aku, Ayah. Kcnapa Kakekku memenangkan pertempuran? Sungguh, aku sangat benci semua itu. Kenapa orang-orang jahat itu menang? Aku benar-benar tidak bisa memahami hikmah Allah ini. Aku ini orang bodoh yang tidak jelas keturunannya. Aku lemah, aku terpaksa! Oh, andaikan saja aku hanyalah seorang penggembala kambing yang lugu, yang menikmati susu kambing dan bergembira di antara gembalaan-gembalaan itu. Jauh dari segala teror dan siksa ini.. !"
Michael terdiam. Ketika ia hendak bicara Iyasu telah berdiri dan mendahuluinya.
"Beri tahu aku Ayah, apakah Muhammad menggembala kambing juga ?"
"Ya, lalu?”
"Kenapa ia tinggalkan?”
Untuk membimbing manusia sesudah mereka tersesat dalam kegelapan.”
“Apakah ia berbuat seperti yang telah diperbuat kakekku?”
Michael memekik seperti orang yang tercekik ular.
"Maha Suci Allah, Anakku Minta ampunlah kepada Tuhanmu. Muhammad tidak pernah mengangkat senjata kecuali hanya untuk membela kehormatannya ia tidak pernah membakar tempat ibadah atau membenci manusia karena agama yang diyakininya ia selalu mengulang ulang ayat Al Quran ini: Tidak ada paksaan dalam beragama dan jelaslah petunjuk di antara kesesatan itu.. Muhammad menyeru dan memberi petunjuk jalan yang benar. Ia dekat pada semua manusia dari segala jenis dan warna”
Iyasu memegang pundak ayahnya dan menatapnya sendu. "Lalu, kenapa kau tinggalkan agamamu? Kenapa!? Sungguh, hal itu amatlah mengerikan. Jawab Ayah, atau aku akhiri hidupku ini. Sungguh hal itu amatlah menyiksaku. Aku mencintaimu. Kau ayahku, katakanlah kenapa kau ubah Muhammad Ali menjadi Michael?"
Butiran-buhran air mata berjatuhan dari bulu-bulu mata lelaki tua yang lemah itu. Wajahnva yang penuh bekas luka dan cambukan nampak mendung.
“Maha Benar Allah dengan firman-Nya kecuali mereka yang dipaksa sedangkan hatinya penuh kedamaian iman.”
Air matanya mulai mengering. Ia melanjutkan kembali perkataannya, “Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri teman-teman dan saudara-saudaraku disiksa di depanku. Kudengar jeritan ribuan orang di sekitar rumahku begitu memekakkan telinga. Sementara itu, tentara kakekmu menebar ketakutan dan kematian di setiap tempat. Dan saat itu, aku dihadapkan pada dua pilihan: meninggalkan agamaku atau mengambil keputusan lain dengan segala resikonya. Anakku, sekarang aku dan keluargaku telah bersiap-siap memasuki neraka Jahim yang mereka buat agar aku dapat menyelamatkan mereka yang disiksa. Jadi, apakah arti akidah itu yang sebenarnya? Apakah ia itu sesuatu yang diucapkan ataukah sesuatu yang menggetarkan hati? Apakah ia itu kata-kata dan ritualiias ataukah akhlak dan pikiran? Naluriku mengatakan Allah tidak akan memurkaiku. Maka, aku pun menerima tawaran kakekmu agar aku menebus kebinasaan dengan menikahi ibumu, Shu Arkos.”
"Sungguh, ayahmu ini belum pernah mengufuri Allah dan meninggalkan keislamannya. Aku merahasiakannya dari pandangan mereka. Kutunaikan shalat dan aku selalu memohon ampun kepada Allah. Ah, sepertinya hal ini hanya menimpa diriku saja karena aku meletakkan senjataku sebelum menemui Allah dalam kesyahidan bersama teman-temanku para pahlawan itu. itulah kisah ringkasku dan kau telah mendengarnya untuk ke sekian ratus kalinya. Keluargaku di wilayah Islam tempat aku berkuasa dulu telah mengetahui malapetaka ini. Ah, rasa kerinduan dan kehilangan telah mencabik-cabik diriku selama bertahun-tahun. Sekarang, silakan jika kau ingin mengembalikanku pada musibah yang memilukan ini. Sungguh, aku telah bersabar menunggu hingga kau menduduki kursi kekuasaan dan menjadi kaisar Ethiopia. Sekarang waktunya kita bisa memulai segalanya dari awal. Kita perbaiki bersama segala sesuatu yang telah dihancurkan oleh fanatisme dan pemaksaan."
Iyasu menggerakkan kepalanya lalu berkata, "Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah."
"Selamat untukmu, Anakku Tapi, kau harus menyembunyikan keimananmu sampai tiba saat yang tepat"
"Akan kuumumkan pada mereka. Aku menang atau mati karenanya."
"Anakku, janganlah sekali-kali kau memetik buah sebelum matang karena hal itu akan pahit dirasakan, sedangkan masa depan jutaan umat Islam adalah amanah dalam keimanan kita. Ingat itu dan jangan sesekali kau berpegang pada tali yang rapuh.''
Posting Komentar