Laporkan Jika Ada Link Mati!

Berjalan Di Atas Cahaya

Inilah ayat Al-Qur’an yang menuntut kita mencari ilmu dengan segala panca indra yang kita miliki. Sebuah tuntutan melakukan perjalanan ilmu dari siapa pun yang kita temui, apa pun yang kita jumpai. Karena setiap apa yang kita lihat, dengar, dan rasa, adalah cahaya dari-Nya.

Dan, hakikat dari sebuah perjalanan adalah taaruf. Saling mengenal antarmanusia. Bahwa kita bersaudara meski terhadang letak geografis, ruang, dan waktu. Meskipun kita terparuh-paruh dalam berbagai bangsa, bahasa, dan warna kulit, terpisahkan samudra, gunung, gurun, dan hutan belantara, perasaan sebagai sesama saudara Muslim tetap melekat. Kita satu keluarga.

Kecintaan atau kebanggaan pada suatu suku, ras, atau bangsa tertentu hanya seperti debu yang menempel di permukaan, datang silih berganti, lalu dengan mudah hilang tersapu waktu. Sedangkan kecintaan pada Allah bagaikan akar kokoh yang menghunjam ke sanubari. Jutaan bahkan miliaran Muslim di seluruh dunia merayakan kepatuhan kepada Allah, sebuah keyakinan yang tak akan pernah lekang oleh zaman.

Selepas buku 99 Cahaya di Langit Eropa hadir, saya tidak pernah membayangkan mendapatkan respons luar biasa dari para pembaca budiman. Hampir setiap hari saya menerima e-mail, atau pesan dari pembaca yang menyatakan apresiasi mereka terhadap 99 Cahaya di Langit Eropa via sosial media. Banyak di antara mereka mengagumi keterkaitan antara Islam dan Eropa. Menyatakan percaya-tidak percaya akan banyaknya misteri Islam di Eropa. Ada pula yang kerap mengajukan pertanyaan bagaimana kehidupan Muslim di Eropa. Mereka menanyakan Fatma, Marion, atau Sergio.

Saya sungguh sangat terharu. Meskipun mereka tidak mengenal sahabat-sahabat saya secara pribadi, saya bisa merasakan kedekatan mereka sebagai sesama saudara Muslim. Saudara seiman, yang meskipun terpisah jarak puluhan ribu kilometer, tetap dekat di hati sebagai satu keluarga. Tersambung dalam ikatan persaudaraan yang tulus.

Hal inilah yang akhirnya memacu saya untuk kembali menulis buku tentang kisah dan cerita orang-orang yang tinggal di Eropa, yang bagi saya, mencerahkan batin. Kisah mereka bukan kisah extravaganza, tetapi begitu mendalam, menyejukkan, dan melegakan. Cerita tentang sesuatu yang
sepele, namun di balik cerita itu bersemayam kisah yang mendalam.

Bagi saya pula, kisah mereka adalah jembatan-jembatan yang memudahkan perjalanan saya selama di Eropa. Terakhir saya ke Eropa bersama salah satu televisi swasta untuk liputan Ramadhan, baik mereka saudara sebangsa Indonesia maupun orang lokal di Eropa, menjadi semacam malaikat kecil yang dikirim Tuhan kepada saya untuk memudahkan semua perjalanan panjang yang ”seharusnya” rumit.

Assalamu’alaikum (Semoga kedamaian selalu menyertai kamu).

Itulah bahasa universal yang saya gunakan untuk berhubungan dengan Muslim dunia. Yang membuat saya tercengang, ungkapan itu juga menjadi bahasa yang dilontarkan orang-orang bule kepada saya. Tentu, karena mereka melihat saya yang berjilbab. Ungkapan itu bukan dilontarkan sebagai permainan, melainkan sebagai bentuk penghormatan kepada saya.

Lagi dan lagi, perjalanan adalah pematang panjang tak bertepi tak berujung. Lebih daripada sekadar jalan-jalan untuk diunggah ke alam Facebook atau Twitter. Lebih daripada sekadar mendapatkan tebengan murah. Lebih daripada sekadar mendapatkan tumpangan mobil gratis. Lebih daripada
kepuasan ketika mendapatkan harga best deal alias harga paling murah dari maskapai penerbangan atau penginapan.

Saya percaya, dengan segenap kerendahan hati, semua dari kita adalah saudara yang terhubung dengan pilinan kasih dan cinta. Itulah yang membuat perjalanan hidup ini begitu
bermakna.

Jangan pernah menganggap satu manusia—yang kauanggap gak penting—yang kita temui dalam hidup, takkan pernah kita jumpai lagi. Setiap mereka adalah jalan keluar.

Satu demi satu dari mereka adalah jembatan-jembatan kita dalam mengarungi perjalanan. Mereka adalah malaikatmalaikat Tuhan yang Dia kirim untuk kita. Tak peduli dari mana, apa warna kulit, atau agama mereka. Yang kita kenal jauh sebelum kita sadar bahwa kita mengenalnya.

Satu demi satu cerita yang tertoreh dalam buku ini sungguh sebuah percikan cahaya kebaikan dan pengalaman yang tak ternilai harganya untuk saya. Tak kesemuanya adalah cerita traveling yang selalu diidentikkan dengan jalan-jalan mengembara dari satu area ke area lain. Tapi, cerita-cerita dalam buku ini merupakan rangkaian traveling hati dan perasaan. Dari pertemuan dengan orang-orang “tak penting” atau “tak diinginkan” inilah, kita sesungguhnya tengah berjalan di atas cahaya-Nya.

--> Cooming Soon <--



Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger