Laporkan Jika Ada Link Mati!

Wiro Sableng 101 : Gerhana Di Gajah Mungkur

Ini Episode Wiro Sableng yang sangat Mimin Suka, ceritanya seolah-olah berakhir tapi ternyata masih berlanjut. Kemudian, cerita pun berlanjut ke Episode-episode pengembaraan Wiro Sableng Ke Negeri Latanah Silam... Dan jujur saja, Episode Latanah Silam adalah episode yang paling bagus ceritanya menurut Mimin... Meski Om Bastian Tito masih dengan "gaya khas-nya" yaitu, selalu muncul kata TIBA-TIBA ketika tokoh sedang akan dibunuh.

Berikut Cuplikan ceritanya:

 BERLARI cukup lama Wiro belum juga mencapai tepi barat Telaga Gajahmungkur. Di satu tempat dia berhenti dan mendongak ke atas. Langit gelap gulita. Memandang berkeliling hanya kepekatan dan pohon-pohon serta semak belukar menghitam dilihatnya.

Tiba-tiba murid Sinto Gendeng merasa sambaran angin di samping kirinya disertai berkelebatnya satu bayangan. Namun dia tidak melihat apa-apa.

"Ratu Duyung.... Kaukah itu?" ujar Wiro karena menyangka gadis bermata biru itu menyusulnya. Tak ada jawaban. "Orang bercadar.... Kau ada di sekitar sini?!" ujar Wiro kembali menduga sambil memandang berkeliling. Tetap tak ada jawaban. Mendadak satu tawa mengekeh merobek kesunyian di tempat itu. Membuat Pendekar 212 tersentak kaget dan cepat berpaling ke kiri. "Astaga! Makhluk apa yang ada di bawah pohon besar itu.

"Pendekar 212, lihat baik-baik! Apa kau masih mengenali diriku?!"

Wiro buka matanya lebar-lebar. Sejarak sepuluh langkah di hadapannya, di bawah bayang-bayang gelap sebuah pohon besar berdiri satu sosok yang tubuh dan pakaiannya menebar bau busuk. Bukan bau busuk ini yang menyebabkan Wiro merasa tercekat, namun cara orang itu berdiri yang membuatnya melengak ngeri.

"Makhluk aneh. Berujud seorang kakek. Berdiri di atas dua tangannya. Sepasang kakinya sebatas lutut ke bawah tidak berdaging. Hanya merupakan tulang pipih. Aku tidak ingat apa pernah melihat makhluk ini sebelumnya.

"Kau tidak menjawab pertanyaanku. Kau mungkin lupa. Orang yang mau mati memang sering-sering lupa. Ha... ha... ha...."

"Orang aneh! Kau siapa?!" tanya Pendekar 212.

"Ingat peristiwa-di sebuah pulau di pantai barat Andalas beberapa waktu lalu? Kau dan Tua Gila menjebloskan aku ke dalam sebuah makam batu tanpa nisan!"

"Kau...!" Wiro coba mengingat-ingat. "Kau Datuk Tinggi Raja Di Langit!" Lidah Wiro mendadak seolah menjadi kelu.

"Ha... ha... ha! Kau ingat sekarang! Itu julukanku di masa lalu. Sekarang gelarku adalah Jagal iblis Makam Setan. Artinya setiap orang yang menjadi musuhku akan kujagal dengan sepasang kakiku dan kuburnya adalah di makam setan! Ha... ha... ha!"

Tengkuk Wiro menjadi dingin. Dia tahu sekali bagaimana jahatnya manusia satu ini. Apalagi dia menaruh dendam kesumat pula pada dirinya. "Celaka! Kalau dia berniat hendak membunuhku, apa aku bisa bertahan dengan jubah sakti yang melekat di tubuhku? Apa yang harus kuperbuat. Kabur saja selamatkan diri? Mustahil aku mampu!

"Jagal Iblis.... tidak ada waktu membicarakan ikhwal masa lalu denganmu. Aku harus pergi! Aku tertarik pada perempuan cantik yang berdiri di belakangmu. Apakah datang bersama-samanya?"

Jagal iblis Makam Setan berpaling ke belakang. Secepat kilat Wiro melompat ke balik semak belukar di dekatnya lalu menghambur lari. Namun baru berlari sejauh beberapa tombak, di depannya terdengar tawa bergelak dan tahu-tahu makhluk berjuluk Jagal iblis

Makam Setan itu telah menghadang jalannya. Berdiri dengan tangan di bawah kaki di atas. Wiro merasa nyawanya seperti terbang. Tipuannya tidak mengena.

"Pendekar keparat! Kau tak bisa menipuku! Kau tak bisa lolos dari tanganku! Malam ini adalah malam kematianmu!"

"Wuutt!" Kaki kanan Jagal iblis Makam Setan yang hanya tinggal tulang pipih menyerupai pedang tajam itu menabas ke arah lehernya. Secepat kilat dia jatuhkan diri ke samping. Lehernya selamat. Tapi "bukkk! Breettt!"

Wiro tak mampu menghindar, tak berani menangkis ketika kaki kiri Jagal iblis membacok ke arah dadanya. Wiro terlempar sampai satu tombak dan terkapar di tanah.

Jagal iblis Makam Setan pelototkan mata. "Jahanam ini punya ilmu apa! Kudengar dia kehilangan kesaktian dan tenaga dalam! Mengapa kaki pedangku tak mampu membacok dadanya!"

"Wuuutt!"

Kakek angker berjuluk Jagal iblis itu jungkir balik di udara. Sesaat kemudian dia telah berdiri sebagaimana wajarnya manusia yaitu dengan dua kaki berada di tanah.

Wiro merasa dadanya seperti dihantam pentungan besar terbuat dari besi. Nafasnya sesak. Dia berusaha bangkit tapi kaki kanan si kakek tahu-tahu sudah menginjak lehernya. Sedikit saja kaki itu ditusukkan atau disayatkan ke leher Wiro, tamatlah riwayat sang pendekar.

Si kakek masih memandang dengan mata mendelik. "Pakaian merahnya jelas-jelas robek besar! Tapi mengapa badannya tidak cidera? Bangsat ini pasti memiliki semacam ilmu kebal. Atau mungkin pakaian merahnya yang berbentuk jubah ini? Hemmm...."

#



Share this article :

+ komentar + 2 komentar

24 Juli 2018 pukul 12.04

Ngerubahx dlm pdf bsa kh..

29 Juli 2018 pukul 05.42

Kita lagi nyiapin juga blog khusus buat file-file PDF. yang ini memeng sengaja untuk file Digibook aja.

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger