Laporkan Jika Ada Link Mati!

Pelangi Di Atas Glagahwangi

Kisah yang diawali dengan berkunjungnya Mpu Janardana bersama adik angkatnya Woro Kembangsore ke padepokan kakak seperguruannya Resi Wiyasa di padepokan Indrakila. Kunjungan akibat rasa rindu yang telah lama pada saudara tua seperguruan, membawa jalinan kisah yang pelik dan panjang. Dan dari sinilah kisah terus terangkai terjalin satu sama lain, mengalun bagai tembang sendu penuh liku. Mereka tidak sadar bahwasannya sinar pagi cerah itu akan membawa kehidupan pada pergerakan mentari ke senjakala.

Kunjungan seorang Mpu Janardana yang masih melajang meski sudah berumur, ditemani adik angkatnya yang juga masih gadis ke padepokan Indrakila, yang disana ada dua gadis remaja yang sedang dalam masa perkembangan, kemudian membawa dan menimbulkan konflik cinta tak berbalas. Dua orang gadis belia, Woro kembangsore dan Endang Kusumadewi sama-sama jatuh cinta pada sang Mpu Janardana yang masih melajang meski berumur tapi tetap gagah perkasa. Cinta yang tak terbalas, hanya lantaran sikap sang Mpu yang memang lemah-lembut dan perhatian pada tiap orang mendapat tanggapan berlebihan dari dua gadis muda belia tersebut.

Keberadaan Mpu Janardana di padepokan Indrakila juga sempat memberikan bantuan pada seorang warga muslim di desa Sibalungu yang bernama Naradipa, seorang penganut muslim yang baru, ajaran baru yang sedang berkembang dipesisir utara pulau Jawa. Keberadaan Naradipa dengan agama yang berbeda menimbulkan ketidak senangan bagi beberapa orang, karena adanya beberapa warga yang mulai datang dan bertandang ke rumah Naradipa untuk sekadar mengetahui tentang agama baru itu. Dan ini menjadi alasan beberapa orang picik seperti Mudra dan Kalpika, pemuda dari desa itu sering mengganggu dan tidak menginginkan keberadaan Naradipa di desa Sibalungu. Namun Resi Wiyasa sebagai pemuka agama Syiwa tidak suka denga sikap para pemuda yang dapat dikatakan tidak menjunjung hak asasi pribadi dalam beragama, maka ditugaskanlah Mpu Janardana untuk membantu Naradipa terbebas dari tekanan beberapa warga itu. Dan dari kondisi ini juga merupakan titik awal bagi seorang Mpu Janardana untuk mulai mengenal agama baru tersebut, Islam. Meski dia tidak serta merta menganut agama baru itu. Mpu Janardana dan Resi Wiyasa tetap pada sikapnya bahwasannya tiap manusia berhak hidup dengan pilihannya, dan tak ada orang yang berhak untuk mencampurinya, apalagi untuk urusan kepercayaan pada Tuhan.

Di sisi kehidupan lain, bibit konflik telah tertanam. Kehidupan akan merangkai kisahnya. Kecemburuan dari adik angkatnya, Woro Kembangsore, akan sikap dan kebaikan Mpu Janardana pada putra sang Resi, Endang Kusumadewi, mengawali segala konflik. Rencana untuk berkunjung dan tinggal dalam waktu sebulan di padepokan Indrakila akhirnya harus di batalkan, kepulangan ke Antahpura mesti dipercepat. Dan merekapun memang kembali lebih awal. Namun kisah cinta tak berakhir di sini. Endang Kusumadewi bersikeras mengejar cintanya pada Mpu Janardana. Endang Kusumadewipun sering datang ke padepokan Antahpura hanya untuk dapat melihat pujaan hatinya, meskipun dilakukannya hanya dengan sembunyi-sembunyi saja. Namun kehadiran Rake Hambulu, cantrik padepokan Indrakila, yang kebetulan menaruh hati pada Endang Kusumadewi, cantik yang senantiasa ditugaskan oleh Sang Resi untuk mengawasi dan mencari gadis tersebut tiap kali menghilang, mengacaukan segalanya

Pada akhirnya pilihan memang mesti ditetapkan. Mpu Janardana secara tiba-tiba saja malah jatuh hati pada saudara tua Endang Kusumadewi yang bernama Endang Puspitasari. Hal ini terjadi berkaitan sebuah benang merah antara perkembangan fisik gadis remaja tersebut kepuncak kesempurnaan akibat ilmu Rikma Sidi atau Rembulan Dingin yang telah dikuasainya kemudian. Ilmu yang dapat meningkatkan segala aura keindahan seorang perempuan pada puncaknya, namun sekaligus ilmu yang membawa pemiliknya pada kematangan puncak kanuragan. Dengan beberapa kondisi akhirnya Mpu Janardana dapat memperistri Endang Puspitasari. Dan kondisi ini juga merupakan titik pijak pergerakan kisah yang masih terasa datar di awal, dari Bab1 sampai dengan Bab 17.

Setelah pernikahan Mpu Janardana dengan Endang Puspitasari, maka dua gadis yang sama-sama jatuh cinta pada Mpu Janardana memutuskan untuk meninggalkan masing-masing perguruannya untuk mengembara menghilangkan kepedihan hati….dan kisah semakin luas, semakin mendekati pada cakupan wilayah kerajaan Majapahit. Masing-masing, Woro Kembangsore dengan pilihan jalurnya dan Endang Kusumadewi juga dengan pilihan pengembaraannya, secara tidak sengaja bermuara di wilayah yang sama, Wilwatikta. Meskipun mereka tak pernah bertemu kemudian. Namun mereka sebenarnya ada dalam lingkungan kerajaan Majapahit.

Woro Kembangsore bertemu dengan Raden Bondan Kajawen (Lembu Peteng), putra Maharaja Majapahit yang lahir dari perempuan penyelamatnya, Putri Wandansari, ketika beliau sedang sakit. Dan Endang Kusumadewi bertemu dengan Raden Husein, saudara muda Raden Patah, putra dari Putri Campa di kadipaten Palembang, yang juga kebetulan sedang melakukan perjalanan ke Wilwat
ikta untuk mengabdi pada Maharaja Majapahit.

Kisah mulai bergerak cepat ketika Mpu Janardana melakukan perjalanan untuk mencari adik iparnya Endang Kusumadewi. Dalam perjalanannya inilah secara kebetulan bertemu dengan Raden Patah. Pertemuan yang membawa perubahan hidupnya. Pertemuan yang kemudian menggiring dia pada perpindahan keyakinannya, berpindah jadi penganut ajaran baru, Islam. Perjalanan hidup tiap orang memang tak pernah bisa diprediksikan.

Dari Bab 18 inilah kisah kemudian berkembang. Fokus pada pergerakan penyebaran agama baru, Islam di Nusantara yang diawali dari Ngampel Denta yang dipimpin oleh Sunan Ngampel kemudian bergerak ke wilayah Glagahwangi yang dilakukan oleh Raden Patah, Sunan Bonang, Sunan Drajat dan Sunan Ngundung, wilayah hutan rimba dan rawa yang juga dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit. Wilayah yang diduduki tanpa pemberitahuan pada kerajaan. Namun sang Maharaja tidak mempermasalahkannya karena Prabu Brawijaya sangat menghargai segala perbedaan keyakinan keagamaan dalam lingkungan rakyatnya.

Banyak konflik pergesekan antara penganut ajaran lama dengan para penganut ajaran baru terjadi. Pergesekan yang sebenarnya terjadi karena kesalahan kecil, kesalah pahaman, pemakasaan kehendak oleh para santri yang memaksa masuk ke wilayah kerajaan untuk menjemput Raden Patah yang sedang menjadi tamu undangan sang Maha Raja Wiwatikta Sri Maharaja Brawijaya yang juga merupakan ayah kandung Raden Patah.

Sejarah masuknya agama Islam ke Bumi Nusantara, Wilwatikta, bahkan kemudian penyerangan ke wilayah istana Kerajaan Majapahit, sampai kemudian menumbangkan dan menguasainya diceritakan cukup padat namun singkat.

--> Cooming Soon <--
Share this article :

+ komentar + 2 komentar

14 November 2018 pukul 09.52

Mana nih link ny -_&

5 Desember 2018 pukul 05.29

Masih PR untuk yang ini hehe

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger