Laporkan Jika Ada Link Mati!

Protes! Protes! Protes!

Rumah itu masih terlihat besar, tapi tampak sederhana. Attar, si sulung yang berbadan tambun datang menjenguk ayah dan ibunya. Maklum, setelah punya rumah baru yang diperolehnya dengan cara mencicil, dan disibukkan pekerjaannya sebagai redaktur di Hari an Layar Perak, Attar jarang berkunjung ke rumah tempat dia dibesarkan itu.

Tapi sore itu tampak aneh. Baru saja Attar menginjak- kan kakinya di beranda depan, terlihat sosok yang unik. Sosok itu mirip dengan pahlawan film anak-an ak, Power Ranger atau Ultraman.

"Satu, dua, tiga, ciat! Satu, dua, tiga, ciat!"

Terdengar teriakan penuh semangat keluar dari bibir sosok aneh itu. Bagaimana tidak aneh, tampak seo- rang perempuan sepertinya memakai jilbab, tetapi ada helm besar di kepalanya. Helm itu berwarna hi- tam bertuliskan KAMMI lengkap dengan kaca di dep- annya. Bajunya juga unik seperti seragam silat. Tang- an dan kakinya bergerak-gerak layaknya sedang mem peragakan gerakan-gerakan silat aliran Partai Penge- mis dari Utara. Lengkap dengan Tongkat Penggebuk Anjing yang pernah dikuasai Oey Young, tokoh da- lam Sin Tiaw Eng Hiong alias Si Pendekar Pemanah Rajawali.

Tongkat itu dipakai, tampaknya untuk menghadang pukulan lawan, atau memukul bagian bawah sang musuh. Dengan penuh semangat sosok itu mempera- gakan gerakan bela diri dan menyerang secara ber- gantian.

Attar menatap sosok aneh itu dengan pandangan tak jub. Seolah tahu kalau dirinya ada yang mengamati, sosok ajaib tadi langsung menghentikan latihan silatnya.

Attar tiba-tiba sadar dan tergelak sendiri.

"Walah... walah... dikirain ada pendekar dari Pulau Bunga Persik. Ternyata adikku tersayang." ujarnya, sambil menahan tawa.

Ratna, sang adik, segera menghentikan latihannya dan mencibir, "Huuu...dasar Bocah Tua Nakal."

Mereka tertawa. Sudah lama keduanya tidak berceng kerama karena sibuk oleh kegiatan masing- masing.

"Lagi latihan apaan, sih? Teater ya?" Attar pura-pura tidak tahu.

"Ah, Abang. Ya, latihan buat demo besok dong! Gimana, sih! Apa gak lihat penampilanku yang udah heboh gini?" jelas Ratna, sambil memain-mainkan tongkatnya.

"Oooh..." mata Attar bersinar nakal.

"Udah, jangan ngeledek aku terus. Masuk dulu deh, ada Mama tuh."

"Ntar dulu, ah. Mau ngadem dulu di luar."

"Ya, udah."

Ratna membuka helmnya. Gadis itu lalu menaruh helm dan tongkatnya di garasi, tak jauh dari tempat sang Abang berdiri.

"Emangnya, kali ini apaan yang didemo?"

"Sekarang sih soal politikus busuk."

---> Download Disini <---


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger