Laporkan Jika Ada Link Mati!

Ali Topan Wartawan Jalanan

Ketika memasuki Pasar Kaget, Ali Topan melihat lelaki berbaret RPKAD bersama seorang cewek cakep lagi makan sate Madura di suatu meja. Lelaki itu adalah yang ia lihat di kios buah si Jaim di Pasar Melawai. Orang itu melihat pula ke arah Ali Topan. Mereka saling nremandang.

"Mau makan apa kau, Pan?" tanya Munir.

"Martabak aje," kata Ali Topan.

Mereka pun berjalan ke martabak di ujung selatan lorong Pasar Kaget. Ketemu surman dan Tresno, pengamen Pasar Kaget yang sedang menyanyikan lagu Groovy Kind of Love di kios nasi uduk tersenyum melihat Ali Topan. Ali Topan melambaikan tangan ke mereka. surman main gitar, Tresno main biola. Sambil makan mereka bicara singkat.

"Ini hari pertama gue melepaskan diri dari orang tua gue," kata Ali Topan. "Gue menanggung beban diri sendiri" lanjutnya.

"Jadi sudah pas niat kau?" tanya Munir.

Ali Topan mengangguk. Matanya menatap Munir yang bicara serius.

"Kau sudah hitung untung ruginya?"

"Sudah!"

"Lebih banyak untung apa rugi, kau pikir?"

"Wah, belum tau dong!"

"Nah, nah! Kau mesti tau itu! Kau musti hitung setiap langkah yang kau ambil. Harus ada rencana!" kata Munir. "Sekarang kau punya rencana apa?" sambungnya.

"Mau kerja!"

"Kerja apaan?"

"Apa saja, asal bisa hidup!" kata Topan, bersemangat.

Munir tersenyum, sinis.

"Kau mau jadi maling atau tukang pungut puntung rokok?" kata Munir, tandas.

Ali Topan sampai kaget mendengamya. "Kok gitu lu nanyanye, Nir?"

"Makanye, jangan bilang kerja apa aja! Tukang pungut puntung rokok pun bisa hidup, tau kau? Tapi apa mau begitu? Aku cuma mau kasih pandangan saja sama kau karena aku sejak dulu simpati sama kau. Aku pun dulu minggat dari rumah bapak tiriku di Medan, persoalannya tak usah kau tau. Pokoknya, sekali kau pergi dari rumah orangtua, jangan kembali dengan tangan kosong. Kau musti punya prinsip, harus sukses! Itu baru namanya anak laki-laki pan! Makanya kau musti pakai ini nih!" kata menunjuk keningnya sendiri.

“Iya” kata Ali Topan, perlahan.

“Nah! Kau pikir kau punya modal apa sekarang?”

Ditanya begitu, Ali Topan blingsatan.

Munir tersenyum.

“Hidup kan perlu modal," katanya.

“Berangkat dari rumah, gue cuma punya duit seribu. Mbok Yem, pembantu rumah ngasih go ceng. ya enem ribu seratus perak. Buat makan dan rokok habis empat ratus perak. Tadi sore gue dapat gopek dari Oji yang dagang kembang, kawan gue. Jadi gue ada modal cash enem ribu dua ratus perak. Sepatu, celana dalem, sama kaos kaki yang ada di badan ini. Itu deh semua modal gue, Nir!" kata ali topan.

Munir ketawa mendengar uraian Ali Topan.

“Yang lain ada?" tanyanya sembari ngulum.

Ali Topan berpikir sejenak.

“Itu uang dan barang memang termasuk modal."

“Yah jiwa raga gue deh, Nir... bakal fight!" cetusnya.

Munir bersiut ketika mendengar cetusan itu.

"Nah, itu! Itu yang penting! Jiwa dan raga dipakai buat untuk fight. Bertempur, Pan! Itu berarti kau siap! Banyak orang justru tak menyadari modal yang dimiliki itu! Gue seneng dengar omongan kau itu, Pan!" ucap Munir.
Ali Topan


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger