Laporkan Jika Ada Link Mati!

Cinderela Jakarta

ELLIZA gemar melukis, terutama melukis wajah cowok yang ditaksirnya. Bila Elliza melihat cowok yang disukai di sekolah maupun di jalan maka ia simpan sketsa wajah cowok itu di benaknya. Setibanya di rumah, barulah ia tuangkan ke kanvas.

Seperti malam itu. Elliza baru saja melukis wajah seorang cowok yang ia lihat di sebuah taman. Cowok itu Elliza temukan di sebuah kursi taman saat ia pulang sekolah. Ketika melintasi taman itu, wajahnya sempat beradu pandang dengan wajah si cowok.Sekilas senyum si cowok mengembang, hingga membekas dalam ingatan Elliza. Senyum cowok itu begitu manis, semanis susu rasa stroberi yang sering disediakan mama di rumah.

Sayangnya,cowok di taman itu duduk berdua dengan seorang cewek. Entah siapa cewek yang duduk bersanding dengan cowok itu. Mungkin adiknya, sodaranya, teman sekolahnya, atau ...?

Ah,Elliza enggan berpikir yang nggak-nggak! Ia nggak mau termakan perasaan. Melenyapkan rasa cemburu yang tiba-tiba menghampiri jiwanya. Ke-mudian,Elliza mengandaikan cowok di bangku taman itu masih sendirian, dan senyumnya itu memberikan tanda bahwa si cowok sangat mengharapkan kenal dengan Elliza.

Elliza pernah punya pengalaman tentang seorang cowok yang duduk berduaan dengan seorang cewek. Kala itu, cowok yang Elliza lihat duduk berdua dengan seorang cewek, kemudian cowok itu mendekati Elliza untuk berkenalan.Tetapi, Elliza menolaknya. Elliza takut melukai perasaan cewek yang duduk di sebelah sang cowok. Elliza memutuskan pergi meninggalkan cowok itu, dan melupakannya.

Namun, belakangan Elliza baru tahu. Ternyata, cewek yang duduk di sebelah si cowok itu bukan pacarnya, tetapi hanya teman biasa. Elliza tahu karena di kemudian hari, melihat cewek itu jalan dengan cowok lain. Dan si cowok itu tetap sendirian. Tentu saja, Elliza menyesal. Apalagi ketika Elliza ingin mengenal lebih dekat dengan cowok itu, sang cowok keburu akrab dengan cewek lain! Pupuslah harapannya.

Oleh sebab itulah, Elliza nggak mau berpikir macam-macam terhadap cewek yang duduk di sebelah cowok di bangku taman itu, cowok yang wajahnya ia lukis di sebuah kanvas berbingkai indah. Dan Elliza hanya mau mengingat-ingat cowok itu. Senyum manis cowok itu ia letakkan di sebuah dinding, berjejer dengan lukisan lain yang pernah ia lukis, menambah koleksi lukisannya.

"ELLIZA, berhentilah melukis wajah cowok! Lukislah momen lain.Bukankah masih banyak hal yang bisa kamu lukis, selain wajah cowok-cowok itu?"

"Elliza nggak bisa, Ma.Elliza hanya bisa melukis wajah cowok. Siapa tahu, cowok yang Elliza lukis mau jadi teman dekat Elliza?"

"Mendapatkan seorang cowok nggak harus melukisnya lebih dulu, Sayang!"

"Mengapa, Ma? Bukankah Mama dulu pernah melukis wajah papa, waktu Mama ingin mengenal papa? Mama memberikan lukisan wajah papa itu ke papa, hingga akhirnya papa suka sama Mama?"

"Iya, Sayang, kamu benar. Tapi, Mama hanya melukis wajah papa, bukan pria lain."

"Elliza belum bisa mendapatkan wajah cowok yang mau sama Elliza, Ma?"

"Lalu, apa kamu harus terus melukis wajah- wajah itu?"

"Iya, M a."

"Sampai kapan?"

"Sampai Elliza mendapatkan dia dan menjadikan cowok itu teman spesial Elliza!"

Mamanya geleng-geleng, tetapi tentunya sangat mengerti. Putri tersayangnya yang saat ini duduk di kelas tiga SMA, memang belum pernah terdengar dekat sama cowok. Setiap kali Elliza cerita, yang ia dengar adalah keluhan mengapa Elliza sulit mendapatkan teman cowok yang ia inginkan. Keputusan melukis wajah-wajah cowok yang ia suka akhirnya menjadi pilihan. Sebelum Elliza benar-benar mendapatkan cowok yang dilukisnya itu.
 
Download


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger