Laporkan Jika Ada Link Mati!

Misteri Anak-Anak Iblis

Sekitar pukul dua dinihari, Dokter Anwar menutupkan pelan pintu kamar tidur dibelakangnya. Seketika ia didatangi serempak oleh tiga sosok tubuh. Sumirah, pelayan bertubuh montok, sehat. ".... dengan majikannya yang begitu lemah dan bertambah kurus akhir-akhir ini!" Dokter Anwar membathin, selagi ia mengawasi wajah Sumirah yang sedang menyembunyikan kegugupan. Sementara wajah Asep suami Sumirah, tampak jelas memperlihatkan kebingungan. Tetapi sikap supir pribadi yang merangkap pengurus rumah itu, masih tetap waspada.

Perhatian Anwar lebih tertarik pada wajah orang ketiga. Bukan hanya karena wajah itu memperlihatkan intelektualitas tinggi pemiliknya, melainkan terutama karena wajah dengan lekuk mata yang khas itu memancarkan kekuatiran.

Kearah wajah itulah Dokter Anwar menggumamkan kata: "Tak ada yang perlu dicemaskan. la hanya shock.....!"

Sumirah mendesaihkan sesuatu yang tak jelas. Asep menarik nafas lega. Sementara si pemilik mata yang khas tadi, tetap saja dengan reaksi yang sama: kuatir.

Anwar tersenyum lembut padanya. "Punya aktu untuk ngobrol barang semenit dua, Farida?"

"Dengan senang hati," gadis itu menjawab dengan suara mengambang. Tanpa menunggu, ia langsung melangkahkan kakinya kearah sebuah kursi di ruang tengah yang luas dan megah dengan perabotannya yang serba wah. Dokter Anwar bermaksud mengikuti, tetapi keburu teringat sesuatu. la mengawasi kedua orang lainnya yang sudah akan beranjak ke koridor yang menuju bagian belakang rumah.

"Sebentar!" Anwar menahan mereka. Suami isteri itu berdiri menunggu. "Kuharap aku hanya salah dengar saja." Dokter itu mendesah lembut. "Tadi, salah seorang dari kalian meributkan sebilah pisau..."

"Pencacah daging!" Sumirah berujar cepat. Wajahnya memerah karena semangat tinggi. "Bayangkan, Tuan Dokter. Pisau pencacah daging! Sungguh mengerikan jika sampai terjadi."

Asep, suaminya tampak tak senang.

Anwar segera menembak: "Apa yang kau perkirakan akan terjadi. Mirah? Nyonyamu bermaksud... bunuh diri?"

"Bunuh diri? Astaga, Tuan Dokter. Jika saja Tuan tahu....."

Deheman Asep menghentikan ucapan Sumirah yang semakin bersemangat itu. "Tuan Dokter pasti haus. Pergilah ambil minuman, Mirah!"

"Tetapi...." Sumirah mencoba bertahan.

"Kopi atau teh, Tuan Dokter?" suaminya menyambar, seraya melempar seulas senyum sopan pada tamu mereka.

"Teh saja."

"Nah, Mirah. Tunggu apa lagi?" Asep mendeliki isterinya.

Kecewa dan sakit hari, Sumirah berlalu dari ruangan itu. Baru setelah menghilang di ujung koridor Asep berpaling lagi ke Anwar, memandang dengan tatap mata segan dan setengah menyesal. "Maafkan isteri saya, Tuan Dokter..." ujarnya dengan suara direndahkan. "la begitu keranjingan film horor. Sehingga ketika menemukan pisau pemotong daging di kamar Tuan Muda, ia lantas berpikir yang bukan-bukan..."

Anwar mengangguk penuh pengertian. "Kau bermaksud mengatakan, bukan Nyonyamu yang membawa pisau itu ke kamar Babby?"

Asep memerlukan tempo dua tiga detik untuk berpikir, sebelum kemudian ia menjawab hati-hati: "Tuan pasti tahu banyak mengenai Tuan Muda...."

"Aku dokter keluarga, bukan?" Anwar mengingatkan dengan senyuman manis.

"Nah. Jadi Tuan tentunya sependapat bahwa Tuan Muda suka berlaku nakal. Terkadang, Tuan Muda malah...." Asep berhenti. Bimbang.

Anwar lantas membantu: "Agak liar. Begitu?"

Asep tampak lega. Namun masih tetap bimbang.

Sekali lagi Anwar menolongnya: "Pernah selagi aku berkonsultasi dengan ibunya di tempat atau praktek, Bobby diam-diam mengambil gunting bedah. la mempergunakannya untuk memotong kuku....."

Mendengar itu, barulah Asep bisa tersenyum. Bicaranya pun lantas lebih lancar. "Begitulah Tuan Muda, Tuan. Jika sifat badungnya bangkit, apa saja diambil. Apa saja dibongkar. Beberapa kali, ketika saya tengah memperbaiki mesin mobil, saya dibuat kalang kabut. Dan...."

Anwar memotong tak sabar, namun tetap dengan nada lembut: "Anak seusia Bobby terkandang memang suka menjengkelkan. Tetapi, bagaimana dengan pisau yang tadi diributkan istrimu?"

"Itulah, Tuan. Menurut saya, tentulah Tuan Muda yang mengambilnya dari dapur. Pernah, isteri saya meributkan setumpuk sendok dan garpu, yang baru dua hari kemudian kami temukan berserakan di kolong ranjang Tuan Muda. Di situ juga ada beberapa buah kaleng bekas. Tuan Muda hilang, ia mau minta band. Di lain ketika..."

Anwar mengerling kearah lain. "Ah. Minumanku sudah datang!"

Sumirah memang sudah muncul lagi. Menating baki dengan cangkir teh diatasnya, lengkap dengan poci-poci kecil yang tentunya berisi gula dan susu.

Anwar menyambar cangkir itu dengan cepat. "Cukup teh saja Mirah. Terima kasih."

Download


Share this article :

+ komentar + 1 komentar

25 April 2019 pukul 12.37

Bukan hanya karena wajah itu memperlihatkan intelektualitas tinggi pemiliknya, melainkan terutama karena wajah dengan lekuk mata yang khas itu memancarkan kekuatiran.

https://www.bolavita.ltd/klik4d-pasang-togel-sg-hk-kl-nomor-online/

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger