Laporkan Jika Ada Link Mati!

Goran : Sembilan Bintang Biru

Goran, bacanya mungkin 'goran', ala Indonesia, atau bisa juga 'gorang', dengan cara pengucapan Jepang. Kenapa gitu? Kita bahas ntar.

Kembali muncul satu novel fiksi / fantasi karya pengarang lokal, diterbitkan oleh penerbit Serambi. Covernya langsung menohok memproklamirkan diri sebagai sebuah 'space-novel' dengan gambar planet bumi, sembilan titik bintang, serta sepasang mata menatap tajam. Gak jelas, itu sorot mata tokoh protagonis atau antagonis. Maia, anakku yg berusia nyaris 3 tahun membantuku melakukan review ini dengan mencoba melakukan interpretasi, "bapaknya lagi marah ya, yah?". Maksudnya bapak-bapak yg matanya di gambar itu lagi marah-marah. Ok, he must be the bad guy, then :)

Tidak ada detail mengenai pengarang. Namun kelihatannya ini novel perdana beliau, atau saya yang memang kurang tahu tokoh-tokoh pengarang generasi sekarang. Boleh jadi Imelda A Sanjaya sudah punya sederet judul dalam portfolio kepengarangannya.

Membaca Goran, jauh lebih nyaman dibanding novel-novel yg terlebih dulu sudah saya review di blog ini. Penyebabnya karena bukunya memang tipis (hanya 336 hal), dengan layout yang relatif lega dengan font cukup besar.

Tapi ada lagi faktor lain yang membuat novel ini juga lebih mudah dikunyah: Adegannya pendek-pendek.

Itu cukup menjelaskan bahwa ada style tertentu yang dipakai pengarang. Dan saya jadi cukup salut atas hal itu, terlepas apakah itu pilihan yang disengaja atau style bercerita si pengarang emang udah dari sononya begitu. Bahwa 'eh ternyata ada style kayak gini, ya' itu saja sudah membuat saya cukup mengapresiasi.

Walau saya juga bisa nggak setuju dengan style-nya. Itu soal lain.

Adegan pendek-pendek = Style? Mungkin lebih dari itu. Dalam mengikuti plot yang singkat-singkat, berpaling dari satu tokoh ke tokoh lainnya, dan speed cerita yang menjadi lambat karenanya, Saya merasakan (to my ashtonishment), bahwa saya bukan seperti membaca novel, melainkan seperti sedang membaca,.... Manga!

(buat yang belum tahu, Manga, dibaca 'mang-ga' adalah komik jepang. Yang memang memiliki kekhasan dalam cara bercerita, yang berbeda dari pakem komik barat. Sehingga bahkan gambar-gambar manga pun sampai dianggap sebagai suatu karya sastra tersendiri)

Uniknya Goran, membaca tulisan si pengarang, rasanya persis seperti menikmati gambar manga. Bukan dari semata-mata dari deskriptifnya, tapi juga dari cara pengarang mengolah setting dan menempatkan tokoh-tokoh, persis seperti cara manga bercerita.

Sesungguhnya tidak aneh, mengingat saat ini manga memang sudah menjadi makanan sehari-hari kita, sehingga bisa saja cara bertuturnya terserap dan menjadi style penulisan seorang pengarang.

Spekulasi pengaruh manga ini juga muncul dalam pilihan setting yang dilakukan si pengarang, dimana mengambil Jepang sebagai titik awal setting tokoh utama, Aniki Kodama, tinggal. Sedikit penasaran aja di sisi saya, apakah pengarang memang sangat familiar dengan budaya Jepang. Kelihatannya sih begitu. Tapi rasanya nama 'Aniki',.. koq ngga terasa jepang yah? Atau mungkin nama-nama jepang modern udah seperti itu, saya kurang tahu. Atau bisa juga Aniki adalah nama umum buat orang-orang suku Ainu (orang jepang asli yang konon berbeda dengan orang jepang yg datang belakangan dari tanah Korea). Tapi kelancaran pengarang menuturkan kehidupan di jepang, terlepas apakah dia pernah mengalaminya sendiri atau 'mengalami' lewat membaca manga, cukup menghidupkan cerita di dalam pikiran pembaca.

Pengarang memilih berbagai setting budaya untuk diaduk dalam karyanya. Ada setting Jepang, ada setting Mongolia, ada setting Cina, dan tambahan satu setting lagi di planet Vida sebagai setting sentral. Penggambaran masing-masing setting cukup realistis, cukup believable walaupun saya nggak bisa bener-bener terlarut di dalamnya. Mungkin karena 'tone' komedi yang bertaburan di sana sini, sebagai bagian intergral dari style manga yang dilakoninya.

Saya bahkan bisa membayangkan butir-butir keringat khas manga mengalir dari kening tiap tokoh yang 'kena' adegan semacam, "Capeee deh,..." :) pokoke manga banget!

Tapi itu dia, entah bagaimana, tone komedi yg digunakannya memang membuat novel terasa lebih nyaman dan gampang dikunyah. Beberapa joke, terutama kalo udah mengenai sepasukan prajurit Mongol dibawah komando 'letnan' Kamuchuk dan Panglima Sam (Kamuchuk, good Mongolian name. Sam? Nggak cool. Sebenernya lebih asik nama Panglima Sam jadi Kamuchuk aja!), asli kocak dan bener-bener bikin ketawa. Namun di sisi lain, itu juga yang membuat kening gue jadi agak berkerut. Bangunan kisah novel ini menjadi sedikit 'gak kena' akibat tone komedi tersebut.

Tapi itu menurut saya looh,.. udah berkaitan dengan selera. Siapa tahu justru tone seperti itu yang lebih disukai pembaca muda. Kembali, humor manga memang suka muncul seenak udel kagak terkait konteks.

Keunikan lainnya adalah tokoh-tokoh ciptaan pengarang yang cukup hidup, dan tak lepas terkesan manga-ish juga. Tokoh utama Aniki, Jepang banget. Tokoh Orphann, seperti gambaran anak bule dalam tarikan tinta manga Jepang. Tokoh Xin Ai dari Cina, juga menarik digambarkan sebagai salah satu tokoh utama yang berlawanan dengan pakem: rada bogel (gendut pendek) dan gak cantik-cantik amat. I like it. Ada tokoh dengan penggambaran unik lainnya seperti Soil, sahabat Orphann di planet Vida, cewek yang justru mengesankan maskulinitas dengan wajah yang keras dan kepala botak, dan tanda-tanda cinta yang mendalam pada Orphann. Dan lain-lain.

Download

Share this article :

+ komentar + 1 komentar

19 Maret 2018 pukul 10.16

Link Dead OM,.... Please Reupload ya To Google Drive.
#Syukron.

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger