Laporkan Jika Ada Link Mati!

Ahmad Tohari (2) - Kemukus Lintang Dini Hari

Hari-hari selanjutnya Srintil makin larut dalam dunia Goder, larut dalam ocehan bayi yang lucu menawan. Sentuhan kulit bayi itu menggugah perasaan aneh pada diri Srintil. Demikian, maka entah apa yang dirasakan Srintil ketika dia membenamkan hidung dalam-dalam ke pipi Goder. Pada saat seperti itu Srintil kadang merasa begitu dekat dengan Rasus, kadang dia merasa dirinya adalah ibu kandung Goder tak kurang suatu apa. Ibu kandung yang dengan senang hati menyediakan diri menjadi tanah bagi sebutir kecambah yang sedang tumbuh, menjadi air yang mengalirkan kasih-sayang, dan menjadi pagar pelindung bagi si kecambah. Amanat alam ini entah mengapa, menggema dalam sanubari Srintil dan biasnya mencapai fitrah keibuannya.

Makin lama Srintil makin lekat dengan Goder, bayi Tampi. Sering kali Srintil menyuruh, jelasnya mengusir Tampi pulang bila Goder sudah di tangannya. Hasrat meneteki Goder telah berubah menjadi renjana jiwanya, renjana hatima, dan renjana sistem ragawinya. Maka alam jangan disalahkan bila Dia menggerakkan kelenjar air susu Srintil bekerja meskipun ronggeng itu belum pernah melahirkan dan bukan pula dalam masa menyusukan. Ketika kali pertama Srintil sadar teteknya mengeluarkan air susu maka dia berurai air mata. Namun semangat hidupnya bangkit segera. Srintil kini banyak makan, banyak minum air sayur, bahkan minta diramukan jamu pelancar air susu. Hanya dalam beberapa hari tubuhnya kembali segar dan kelihatan lebih hidup.

Lihatlah seorang perempuan tujuh belas tahun dengan sepasang tetek yang penuh. Adalah di sana gabungan antara kesegaran remaja dan citra kematangan seorang ibu; dua unsur utama pesona perempuan bertemu pada diri seorang ronggeng Dukuh Paruk.

Srintil makin mempesona. Orang-orang Dukuh Paruk terutama yang tua-tua mengaku baru sekali inilah pedukuhan kecil itu memiliki seorang ronggeng yang demikian cantik. Tetapi sesungguhnya orang-orang Dukuh Paruk tidak akan puas dengan kecantikan Srintil. Mereka baru benar-benar puas bila Srintil sudah kembali berjoget, kembali ke pentas ronggeng. Kecuali Tampi, tak seorang Dukuh Paruk pun berkepentingan dengan Srintil yang ke sana kemari membopong bayi. Mereka tak peduli bahwa bayi itu telah menjadi bagian hidup Srintil dan terbukti telah berhasil memberinya motivasi baru dan gairah baru dalam hidupnya. Terlebih lagi orang takkan peduli karena tidak tahu bahwa ketika meneteki Goder, Srintil merasakan kepuasan seksual yang setidaknya mengurangi kebutuhan seksual yang sebenarnya.

Orang-orang Dukuh Paruk tidak peduli semuanya. Mereka hanya ingin melihat Srintil kembali menari dan menari. Bagi mereka apalah arti seorang ronggeng yang tidak menari, dan apalah arti Dukuh Paruk tanpa suara calung serta lenggang-lenggok seorang ronggeng. Anggapan seperti itu terutama melekat demikian kuat pada diri Sakarya, Kartareja, dan istrinya. Sakarya bukan hanya kakek Srintil; dia adalah orang yang dituakan di Dukuh Paruk dan merasa mengemban amanat Ki Secamenggala untuk memangku kelestarian Dukuh Paruk dengan segala coraknya. Pada masa hidupnya, pada bcberapa generasi lalu, Ki Secamenggala (moyang semua orang Dukuh Paruk) bukan hanya penggemar ronggeng. Tokoh bromocorah ini member wasiat turun-temurun agar ronggeng dan calung menjadi bagian lestari pedukuhan kecil itu.

Sementara itu suami-istri Kartareja adalah dukun ronggeng. Merekalah yang paling tahu segala tetek-bengek dunia peronggengan dan mereka menggunakan pengetahuan serta statusnya sebagai dasar mata pencarian. Dari ongkos pentas mereka mengambil bagian yang kadang-kadang lebih besar daripada bagian yang diterima Srintil. Dan keuntungan yang lebih besar lagi diterima oleh suami-istri Kartareja manakala mereka bertindak sebagai mucikari. Seorang laki-laki yang mabuk kepayang terhadap Srintil dan ingin tidur bersamanya barang satu-dua malam harus melalui perantaraan Nyai Kartareja. Maka baginya untuk sementara tak mengapalah kalau Srintil masih enggan menari asalkan dia mau melayani laki-laki yang menginginkannya.

Download
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger