Laporkan Jika Ada Link Mati!

Pudarnya Pesona Cleopatra

Dalam pergaulatan jiwa yang sulit berhari-hari,akhirnya aku pasrah. Aku menuruti keinginan ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi mentari pagi dihatinya, meskipun untuk itu aku harus mengorbankan diriku.

Ibu Durhakalah aku Jika dalam diriku,

Tak kau temui inginmu Ibu

Durhakalah aku

Jika dalam diriku, Tak kau temui legamu

Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya dalam hatiku ada kecemasan-kecemasan yang mengintai. Kecemasan-kecemasan yang datang begitu saja dan aku tidak tahu alasanya, yang jelas, sebenarnya aku sudah punya criteria dan impian tersendiri untuk calon istriku. Namun aku tidak bisa berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai itu. saat khitbah sekalis kutatap wajah Raihana, dan benar kata si Aida, ia memang baby face dan lumayan anggun. Namun garis-garis kecantikan yang kuimpikan tak kutemukan sama sekali. Adikku, ibuku, sanak saudaraku semuanya mengakui Raihana cantik. Bahkan tante Lia, pemilik salon kosmetik terkemuka di Bandung yang seleranya terkenal tinggi dalam masalah kecantikan mengacungkan jempol tatkala menatap foto Raihana.

“Cantiknya benar-benar alami. Bisa jadi iklan sabun Lux lho, asli!” komentarnya tanya ragu.

Tapi seleraku lain. Entah mengapa. Apakah mungkin karena aku telah begitu hanyut citra gadis-gadis Mesir Titisan Cleopatra yang tinggi semampai? Yang berwajah putih jelita dengan hidung melengkung indah, mata bulat bening khas Arab, dan bibir merah halus menawan. Dalam balutan jilbab sutra putih wajah gadis Mesir itu bersinar-sinar, seperti permata Zabarjad yang bersih, indah berkilau tertempa sinar purnama. Sejuk dan mempesona.

Jika tersenyum, lesung pipinya akan menyihir siapa saja yang melihatnya. Aura pesona kecantikan gadis-gadis Mesir Titisan Cleopatra sedimikian kuat mengakar dalam otak, perasaan dan hatiku, sedimikian kuat menjajahkan cita-cita dan mimpiku. Aku heran, kenapa aku jadi begini? Dimanakah petuah-petuah suci kenabian itu kusimpan? Apakah hati ini telah sepenuhnya diduduki oleh mata bening dan wajah kemialu gadis Mesir? Dimanakah hidayah itu? apakah aku telah gila? Mana ada kecantikan Cleopatra di jawa!?

Dihari-hari menjelang akad nikah aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku pada istriku, tetapi usahaku selalu saja sia-sia. Usahaku justru membuat diriku sangat tersiksa. Bibit cinta yang kuharapkah malah menjelma menjadi pohon-pohon kaktus berduri yang tumbuh yang menganjal didalam hatiku. Terkadang bibit cinta yang kuharapkan itu malah menjelma menjadi tiang gantungan yang mencekam. Aku hidup dalam hari-hari yang mengancam. Aku hidup dalam hari-hari yang mencekam. Aku meratapi nasibku dalam derita yang tertahan. Ingin aku memberontak pada ibu. Tapi teduh wajahnya selalu membuatku luluh.

Ibu, durhakalah aku

Jika dalam maumu tak ada mauku Tapi durhakakah aku, ibu?

Jika dalam diri raihana taka ada cintaku

Oh tuhanku, haruskah aku menikah dalam keadaan tersiksa seperti ini? Haruskan aku menikah dengan orang yang tidak aku cintai? Dan lagi-lagi aku hanya bisa pas-pas. Sinar wajah ibu berkilat-kilat, hadir didepan mata duh gusti tabahkan hatiku!

Hari pernikahan itu datang. Aku datang seumpama tawanan yang digiring ketiang gantungan. Lalu duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa, tanpa cinta. Apa mau dikata, cinta adalah anugerah Tuhan yang tak bisa dipaksakan, pesta meriah dengan bunyi empat grup rebana terasa konyol. Lantunan shalawat nabi terasa menusuk-menusuk hati. Inna lillahi wa ilahi rajiun! Perasaan dan nuraniku benar-benar mati.

Kulihat Raihana tersenyum manis, tapi hatiku terasa teriris-iris dan jiwku meronta-ronta. Aku benar-benar merana. Satu-satunya, harapanku hanyalah berkah dari Tuhan atas baktiku pada ibu yang amat kucintai. Rabbighfir li wa liwalidayya!

Layaknya pengantin baru, tujuh hari pertama kupaksakan hatiku untuk memuliakan Raihana sebisanya. Kupaksakan untuk mesra, bukan karena cinta. Sungguh, bukan karena aku mencintainya. Hanya sekedar karena aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-ayat nya, oh, alangkah dahsyatnya sambutan cinta Raihana atas kemesraan yang ku merintih menangisi kebohongan dan kepura-puraanku. Apakah aku telah menjadi orang munafik karena memdustai diri sendiri dan banyak orang?

Download

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger