Laporkan Jika Ada Link Mati!

Hafalan Shalat Delisa

Delisa dengan bangga memamerkan kalung itu (setelah membujuk Ummi habis-habisan agar ia bisa memperlihatkan kalung tersebut kepada kakak-kakaknya). Kalung itu biasa saja sebenarnya. Kalung emas 2 gram. Sama seperti milik Fatimah, Zahra, juga Aisyah. Yang membuatnya berbeda, karena kalung itu diberikan gantungan huruf. Huruf D.

"D untuk Delisa!" Delisa riang berseru (menirukan Koh Acan tadi pagi).

Aisyah menatap sirik. Ia benar-benar cemburu. Kalung milik Delisa jelas-jelas lebih bagus dibandingkan miliknya. Kan nggak ada huruf A. A untuk Aisyah.

Aisyah diam saja sepanjang sisa sore. Ia hanya datar melihat Fatimah, Zahra dan Delisa bermain bulu tangkis di halaman rumput sebelah rumah. Harusnya permainan itu berempat. Ganda. Fatimah berpasangan dengan Delisa lawan Zahra dan Aisyah. Biar seimbang.

"Kakiku sakit!" Itu kata Aisyah pendek menolak ajakan bermain. Lantas duduk di ayunan. Benci melihat Delisa yang tertawa-tawa mengejar kok kesana-kemari. Bahkan Aisyah tidak bergerak sedikitpun saat kok terjatuh dekat kakinya. Ia kan bisa bantu lempar balik ke lapangan? Cuma menggapai sedikit, kok bulu tangkis itu sudah bisa terambil tangannya.

Fatimah menghela nafas melangkah mendekat mengambil kok tersebut. Menyeringai sebal ke arah Aisyah.

"Kaki Aisyah segitu sakitnya ya? Sampai-sampai ngambilin kok saja nggak bisa?"

Aisyah hanya menggerakkan hidung dan bibirnya. Menyeringai tak peduli. Fatimah malah tertawa melihatnya; urung melanjutkan omelan. Itu selalu lucu dilihat. Permainan terus berlanjut hingga menjelang maghrib.

Malamnya Aisyah yang duduk bersama Zahra juga berdiam diri saat mengerjakan PR buat besok. Tidak sedikitpun mengganggu Delisa yang terbata-bata terus menghafal bacaan shalat di ruang belajar.

"Su-bha-nal-lah rab-bi-yal a'-la wa-... wa-... wa.... bihamdih!"

"Aduh itu kan bacaan buat sujud, Delisa!" Fatimah yang juga sedang belajar bersama-sama menoleh. Tadi Delisa bukankah baru saja membaca surat pendek, kemudian takbir hendak ruku1.... Jadi harusnya ia kemudian baca bacaan ruku1 kan. Bukan bacaan sujud.

"Eh, emang Delisa lompat langsung hafal bacaan sujud kok! Entar-entar bacaan ruku'nya...." Delisa nyengir. Padahal sungguh ia suka sekali ketukar-tukar menghafal bacaan shalat tersebut.... Doa iftitah tadi saja ketukar-ketukar. Apalagi ini. Bedanya cuma a'la dan azdhimi. Delisa suka bingung mana bacaan ruku1, mana bacaam sujud.

Fatimah menyeringai. Adiknya selalu saja bisa menjawab pertanyaan orang. Meneruskan membaca entahlah (bacaan kak Fatimah sekarang aneh-aneh; baca buku-buku tebal; judulnya panjang-panjang; juga terkadang baca komik? Kalau Abi tahu kak Fatimah baca komik bisa diomelin kan?)

Delisa mengulang lagi menghafal dari bacaan surat pendek. Takbir. Kemudian bacaan ruku1 lagi.

"Su-bha-nal-lah rab-bi-yal a... a... aa'-la wa-bi-ham-dih!" Aduh ketukar lagi kan?

Delisa nyengir. Fatimah menatapnya sambil tersenyum tipis. Malas menegur lagi. Jawabannya juga pasti ngeles.

Delisa menoleh ke arah Aisyah. Maksudnya teramat jelas.... Kalau tadi pagi kak Aisyah bisa kasih "tips" bagus biar do'a iftitah-nya nggak ketukar-tukar, sekarang pasti bisa kasih tips yang keren biar bacaan sujud dan ruku tak ketukar-tukar.

Sayang yang ditoleh, sibuk belajar. Hening tak mempedulikan kegiatan Delisa. Lebih hening dari pada Zahra yang memang pendiam. Hanya goretan pulpennya yang terdengar. Benar-benar diluar kebiasaan Aisyah yang selama ini seperti minum obat menjahili Delisa. Bukan tiga kali sehari, tetapi tiga kali setiap tiga puluh menit iseng.

Ummi sedang menjahit di luar. Suara mesin jahit juga terdengar hingga ke dalam ruang belajar.

Delisa menarik nafas. Menggaruk-garuk rambut pirangnya. Ia teringat hadiah kalung itu..... Indah sekali kan! Delisa tersenyum senang. Ia harus hafal bacaan shalat ini segera biar dapat kalung itu. HARUS!

Delisa malah sibuk membayangkan ia mengenakan kalung itu sekarang. Manyun senyum-senyum sendiri. Saking senangnya mengkhayal, Delisa lantas beranjak dari kursi. Berlari-lari kecil menuju Ummi. Kakak-kakaknya tidak memperhatikan. Sibuk dengan kegiatan masing-masing.

"Ummi, Delisa bisa lihat kalungnya sekali lagi?" Delisa membujuk Ummi yang sibuk memotong kain.

Ummi menoleh. Menatap sebentar. Menggeleng tegas.

"Ah.... Delisa lihat bentar saja, kok...." Ummi menggeleng lagi.

"Bener... sebentar saja!" Delisa mengacungkan dua jarinya. Suer! Entah ia melihat dari mana gaya seperti itu.

Ummi tersenyum. Menggeleng sambil mengusap rambut ikal Delisa yang pirang. Delisa mendesah kecewa. Ia kan hanya pengin lihat sebentar saja, biar belajar menghafalnya semangat. Ummi kalau sudah menggeleng susah dibujuk.

Dan ternyata kalung itu sakti sekali.

Esok shubuhnya Delisa bangun tepat muadzin di meunasah baru membaca "Allaahu-akbar!" pertama kali. Delisa menggosok matanya. Teringat kalungnya. Buru-buru turun dari atas ranjang. Menuju ke kamar mandi.

Yang justeru tidak bergeming sekarang adalah siapa lagi kalau bukan Aisyah. Cemburu itu membakar apa saja. Termasuk rekor bangun tidurnya.

"Aisyah bangun!" Fatimah pelan membangunkan.

Tidur semalaman justeru membuat hati Aisyah terbakar lebih luas, lebih dalam. Ia mengibaskan tangan Fatimah. Hatinya pagi ini teramat dongkol. Ia sebenarnya sudah dari tadi bangun. Hanya saja malas sekali melihat Delisa ada di dekatnya. Melihat Delisa turun dari ranjang dengan riang. Mereka bertiga sekamar. Kak Fatimah punya kamar sendiri.

Download

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger