Laporkan Jika Ada Link Mati!

Ksatria Hutan Larangan (Buku III)

Ketika langit sebelah barat merah bagai tirai api, tampaklah punggung gunung yang pohon-pohonnya tcr-atur seperti sebuah taman yang besar. Itulah Padepokan Resi Sirnadirasa, ujar Banyak Sumba dalam hatinya dengari lega. Ia tidak akan kemalaman dalam hutan dan ia dapat beristirahat dengan tenang malam itu juga, seraya mencurahkan kerinduan kepada Nyai Emas Purbamanik melalui Raden Girilaya. Maka, dipercepatlah lari kudanya yang dengan kelelahan, mendaki dan melompati cadas-cadas.

Tak lama kemudian, tibalah Banyak Sumba di pinggir hutan yang indah itu, lalu ia turun dari kudanya dan membelok ke kampung kecil tempat badega-badega tinggal. Ia menitipkan kuda di sana. Setelah membersihkan badan, ia berjalan kaki mendaki punggung gunung menuju Padepokan Sirnadirasa. Raden Girilaya menyambutnya ketika ia tiba.

"Betapa cemas kami akan nasib Saudara. Tidak pernah ada siswa yang meninggalkan padepokan begitu lama”

"Tidak ada bahaya yang akan menimpa saya” kata Banyak Sumba, walaupun ia tahu bahwa perkataannya itu tidak benar dan baru saja ia lepas dari ancaman kematian.

"Bukan begitu” kata Raden Girilaya, "tapi kami cemas, Saudara tidak betah di sini, di tempat yang sunyi ini”

"Saya akan selalu kembali ke tempat saya mempelajari ilmu keperwiraan karena itulah yang menjadi panggilan hidup saya” kata Banyak Sumba seraya mereka berjalan menuju gua tempat Resi Sirnadirasa tinggal. Banyak Sumba menghaturkan sembah ketika mereka sudah duduk di hadapan sang Resi. Sementara itu, para siswa yang mengetahui kedatangannya menunggu di luar.

"Selamat datang kembali di padepokan, Raden. Bagaimana orangtuamu?" tanya sang Resi.

"Mereka menyampaikan sembah kepada Eyang”

”Syukurlah, dan bagaimana engkau sendiri? Tampaknya sehat dan segar”

"Tak kurang suatu apa, Eyang” ujar Banyak Sumba.

"Sudahkah kau beristirahat?"

"Saya sempat beristirahat sebentar di perkampungan badega-badega di bawah, Eyang” kata Banyak Sumba dengan agak keheranan.

"Raden datang pada saat yang tepat” ujar sang Resi, kemudian sang Resi berpaling kepada Raden Girilaya dan berkata, "Sore ini, kita akan berkumpul. Ada berita yang sebenarnya sudah Eyang sampaikan kepada kalian. Tapi, rupanya Sang Hiang Tunggal menghendaki Raden Banyak Sumba ikut menghadiri pertemuan kita”

"Baik, Eyang, saya akan mengumpulkan kawan-kawan”  ujar Raden Girilaya sebelum Eyang Resi meminta untuk mengumpulkan para siswa yang lain. Maka, setelah membicarakan hal-hal kecil dan setelah Eyang Resi bertanya tentang berbagai hal yang tidak penting di Kota Medang dan Kutabarang, Banyak Sumba dan Raden Girilaya pun mohon izin mengundurkan diri.

Malam itu, ketika bulan berayun antara gumpalangumpalan awan yang putih bersih, berkumpullah para siswa Padepokan Sirnadirasa di lapangan kecil, duduk di atas lumut tebal tempat mereka beristirahat pada hari panas terik.

Setelah seluruh siswa siap di lapangan kecil itu, datanglah Eyang Resi diiringi oleh Raden Girilaya dan Bagus Setra.

Setelah Eyang Resi duduk, menyembahlah seluruh siswa kepada beliau. Angin bertiup semilir, hutan sepi, hanya suara air terjun sayup-sayup di sebelah utara padepokan. Eyang Resi berdeham, kemudian berkata,

"Anak-anakku, tentu kalian merasa agak heran, mengapa Eyang mengumpulkan kalian. Sebenarnya, sudah dua hari berita datang ke padepokan. Akan tetapi, Eyang tidak segera memberitahukan tentang berita itu kepada kalian. Pertama, karena Eyang harus memikirkan, bagaimana cara Eyang menanggapi berita itu. Kedua, mungkin kehendak Sang Hiang Tunggal bahwa berita itu harus Eyang sampaikan setelah saudaramu, Raden Banyak Sumba, datang. Seperti kalian ketahui, Raden Banyak Sumba sudah berada di antara kalian lagi”

Download

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger