Laporkan Jika Ada Link Mati!

Arok Dedes

Tulisan Tantripala itu tiba-tiba menimbulkan perasaan teri-makasih yang mendalam pada orangtua pungut itu. Dan ia berjanji pada suatu kali akan membalas semua kebaikannya. Juga pada semua saudara pungutnya, juga pada Umang si gadis kecil yang suka melebihkan jatah makannya.

Ia tersenyum. Barangkali anak itu kini sudah mulai dewasa. Umang! Begitu sakit-sakitan ia dulu semasa kecil.

Dan ia ingat betul hari pertama ia tinggal di rumah keluarga itu. Umang masih menungguinya waktu Bango Samparan datang padanya dan berkata:

“Semoga kau memang putra tunggal Hyang Brahma. Sini, biar beruntung aku hari ini” dan diciumnya ubun-ubunnya.

Keesokan harinya Ki Bango datang di tempat kerjanya di ladang, langsung memeluknya dan mencium ubun-ubunnya, berseru:

“Brahmaputra, ya, Brahmaputra!” ia sorongkan pada genggamannya lima buah mata uang perak dari masing-masing satu catak, kemudian berjalan bergegas pulang.

Dari saudara-saudara pungutnya ia mengerti, Ki Bango Samparan adalah seorang pemain dadu.

Apa artinya lima catak untuknya? Ia bisa memegang dan memiliki ratusan kali jumlah itu. Yang lima catak itu ia bagikan pada saudara-saudaranya. Dan mereka menerimanya tidak dengan wajah gembira. Bahkan yang tertua dengan nada protes bersungut:

“Apa sebabnya catak ini datang ke tangan kami melalui tanganmu?”

Pada waktu itu juga ia mengerti mereka cemburu pada kasih bapak mereka kepada dirinya, seorang pendatang yang tak menentu asalnya. Dan ia berjanji pada dirinya sendiri, tidak akan melakukannya lagi.

Bertahun-tahun ia tinggal pada keluarga itu. Setiap hari ia bekerja bersama saudara-saudaranya. Bila Ki Bango Samparan pergi, ia pun pergi, mengumpulkan teman-temannya di desa Karangksetra. Kembali ia memimpin mereka melakukan gangguan di pusat-pusat pengumpulan dana negeri Tumapel, mempersenjatai barisannya, dan membangunkan dana sendiri, dengan Tanca sebagai pengurusnya.

Bertahun-tahun? Berapa tahun? Tidak lebih dari tiga. Dan cemburu saudara-saudara meningkat jadi tiga kali. Ki Bango Samparan semakin sayang padanya, hampir tak lagi turun ke sawah atau ladang, menjadi bandar dadu, dan selalu membawa pulang kemenangan.

Semakin banyak yang diterimanya, dan dengan sembunyi-sembunyi diberikannya pada Umang.

“Biar aku simpankan untuk Kakang” sambutnya selalu.

“Buat apa aku? Untuk kau sendiri”

Dengan diam-diam Umang menyimpannya untuk dirinya. Dan ia semakin terpikat pada budi bahasanya yang manis tanpa pamrih. Sayang dia tidak rupawan, sering ia menyesali Umang.

Cemburu saudara-saudaranya kemudian pecah menjadi kebencian waktu mereka menemukan simpanan Umang dan mulai memeriksanya. Dengan menangis gadis itu mengadu pada Nyi Bango Samparan, mengakui itu milik Temu yang disimpan-kannya. Sekarang giliran datang padanya diperiksa mereka, dari mana catak sebanyak itu.

Download

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger