Laporkan Jika Ada Link Mati!

Lupus Kecil - Jalan-Jalan Seram!

PAGI itu, sambil makan ubi goreng, Papi ­nyoel jidat Lupus. "Bagaimana dengan acara kempingnya, Pus? Jadi pergi ke Bukit Seram?"

"Hm," Lupus bergumam pelan. Mulutnya penuh ubi goreng.

"Apa nggak lebih baik ke Cibubur saja," kata Papi lagi. "Di samping deket, tempatnya juga rame. Dan tidak seserem Bukit Seram!"

Lupus berpaling ke ubi goreng. Wah, tinggal dua!

"Hm, juga ngirit ongkos, kan?" tukas Lupus sambil buru-buru meraih semua ubi goreng di situ.

"Hei, jatah Papi itu, Pus!" seru Papi panik.

­Lupus cuek. Mengunyah cepat ubi goreng itu dan menelannya. Glek.

"Oke, oke, pagi ini kamu menang, Pus." Papi duduk di muka Lupus. "Kamu dapat enam ubi goreng, Papi cuma tiga."

Lupus masih asyik mengamati peta Bukit Seram.

Bukit Seram? Di mana itu? Soal tempat, sebaiknya tak usah kalian pikirkan. Yang jelas, kalo kalian tertarik ke sana Bukit Seram itu adalah tempat yang asyik banget buat kemping. Alamnya indah. Hawanya sejuk. Walau... banyak setannya!

"Makanya lebih baik ke Cibubur saja. Cibubur kan deket rumah Tante Ina. Kalo kenapa-napa kamu bisa lari ke sana minta bantuan. Kalo lapar bisa minta makan. Dan kalo ketemu setan bisa teriak sama-sama!"

Diledek begitu Lupus cabut ke dapur. Tapi langsung balik lagi ke kamarnya. Karena di dapur ada Mami yang juga sudah siap akan meledek Lupus.

Lupus emang sebel banget. Dari kemaren ia digodain terus sama Mami sama Papi. Lulu juga ikut-ikutan ngeledekin Lupus. Tapi yang bikin Lupus sebel, karena oleh Mami dan Papi Lupus dianggap anak kecil yang masih takut sama setan. Dan akan merengek-rengek kalo lapar!

"Tolong dengar, ya! Lupus yang sekarang ini sudah lain dari Lupus yang dulu-dulu. Lupus sudah tidak takut pada setan, tuyul, kuntilanak, drakula... kalo mereka tidak ada. Lupus juga nggak nangis kalo perut sedang lapar!"

Tapi Mami dan Papi tetap nggak percaya. "Masa iya kamu tidak takut sama setan?"

"Buktinya Lupus akan kemping ke Bukit Seram, tidak ke Cibubur!"

Lupus memang kadang-kadang suka muncul keras kepalanya. Itu yang suka bikin Papi gondok, karena kalau sudah begitu, Lupus akan selalu ngotot dalam segala hal.

"Kamu memang selalu menyangka bahwa kamu benar," ucap Papi lagi. "Padahal kamu pernah salah juga, kan?"

Lupus memandang Papi, lalu berujar pelan, "Iya, sekali waktu Lupus memang pernah salah."

"Nah, akhirnya kamu ngaku juga," seru Papi dengan gembira, lalu mengelap tangannya yang habis dicuci di wastafel. "Kapan itu, Pus? Waktu berdebat soal telur?"

"Bukan. Kemaren dulu," tukas Lupus, "yaitu ketika Lupus menyangka bahwa Lupus salah, dan ternyata Lupus benar."

Papi gondok.

Kebetulan Sabtu depan sekolah Lupus memang pulang setengah hari. Anak-anak sudah bikin rencana untuk kemping. Selain Pepno, anak-anak lain macam Andi, Uwi, Happy, dan Iko pada mau ikut.

Mula-mula, karena Pepno penakut, ia mengusulkan pergi kemping di halaman rumahnya saja. Anak-anak ogah.

"Di sana tempatnya segar, kok. Kalo mau masak ambil airnya juga gampang. Tinggal buka keran." tukas Pepno.

Sementara Andi dan Uwi usul ke Pasar Minggu. "Tempatnya enak, banyak buah-buahan, lagi!" alasan mereka.

Kalo Iko lebih suka ke Cibubur. Tapi Lupus dengan tegas menolak semua usulan teman-temannya, "Kita mesti pergi ke tempat yang dapat mendatangkan pengalaman istimewa. Misalnya pergi ke suatu tempat yang jarang didatangi orang, atau pergi ke tempat yang ada penunggunya."

"Ada penunggunya? Halaman rumahku kan ada penunggunya, Pus. Pak Ihsan, tukang kebun."

"Bukan itu maksudku. Bukan penunggu macam Pak Ihsan.”
 
Download
 
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger