Laporkan Jika Ada Link Mati!

Lupus - Bangun Dong Lupus

SMA MERAH PUTIH mau ngadain acara yang tujuannya bagus. Acara malam dana kesenian. Seperti tahun-tahun lalu, kelebihan duit yang didapat dari penjualan karcis yang dijual secara paksa, biasanya bakal disumbangkan ke panti-panti asuhan. Termasuk panti jompo dan panti orang jelek segala. Panti orang jelek memang cuma ada di sekolah Lupus. Anggotanya baru dua orang. Boim dan Gusur.

Dan alhamdulillah, belon pernah dapat sumbangan. Lantaran para donatur berprinsip, lebih baik menyumbang kambing daripada mereka berdua. Kalo kambing dagingnya kan bisa dibikin sate. Sedangkan mereka cuma ngabis-ngabisin dana, sementara manfaatnya belon ketahuan. Paling-paling untuk mengusir roh-rol halus yang merasa kalah kharisma sama mereka.

Karena acara malam dana kesenian positif diadakan, minggu-minggu belakangan ini sekolah pun jadi sibuk. Amo yang punya- hobi sok sibuk, mulai mondar-mandir dari satu kelas ke kelas lain.

Pura-pura ngasih pengumuman. Padahal tujuannya jelas, mejeng!

Tapi nggak cuma Anto yang sok sibuk, semua juga mendadak sibuk selain kegiatan belajar yang nggak b¬oleh berhenti, mereka masing-masing punya niat nyumbang acara. Termasuk kelasnya Lupus yang ngadain rapat siang itu.

Boim nampak paling antusias.

"Kita bikin tarian-tarian aja, yang mana saya ikut di dalamnya. Personilnya udah saya pilih. Nyit-nyit, Meta, Ita, Utari, Svida, Poppi, Vera, dan tentunya saya sendiri. Ceritanya tentang Jaka Tarub. Saya otomatis jadi Jaka Tarub-nya, dan sisanya jadi bidadari. Bagaimana, usul yang manis, kan?"

Anak-anak kontan nggak setuju. Apalagi Nyit-nyit.

"Segala tampang nggak kece aja mau jadi Jaka T¬rub. Kamu ngelamar main film King Kong Lives aja belon tentu keterima, Im," Fifi Alone yang tak tersebut namanya mengumpat.

"Atau kamu tari perut sendirian aja, Fi?" ledek Boim. Fifi mendelik sewot.

"Kalo gitu¬ kita bikin dance aja," ujar Boim lagi. "Personilnya tetap yang tadi."

Dan untuk kesekian kalinya ide itu pun ditolak sama anak-anak. Boim jadi frustasi.

"Bagaimana kalo Boim kita suruh melawak aja?" tukas Lupus tiba-tiba. "Dia kan paling pinter ngelawak. Diem aja yang nonton juga udah pada ketawa. Disangka makhluk apaan kali yang berdiri di atas panggung. Mau dibilang landak, rada-rada mirip. Tapi yang ini lebih jelekan."

Boim jelas ngamuk-ngamuk mendengar usul Lupus.

"Nggak bisa, emangnya saya pelawak? Wajah saya cukup kharismatik, nggak cocok jadi pelawak. Saya nggak bisa ngelucu...," protes Boim.

"Lah itu kan sudah lucu. Ada pelawak yang nggak bisa ngelucu kan sudah lucu banget," ungkap Lupus.

Boim tetap menolak. Suasana hening sejenak.

"Bagaimana kalo saya nyulap aja? Dikit-dikit saya bisa...," ujar Boiin di tengah nada putus asa.

"Wah, jangan. Mendingan kamu ngegado-gado aja," bantah Lupus. "Apa itu ngegado-gado?" tanya Boim bego.

"Bikin gado-gado. Ya, kamu bikin gado-gado di atas panggung. Kan orisinal tuh!"

Boim jadi keki berat.

"Saya bukan tukang gado-gado, tau!!!" jerit Boim.

"Kalo gitu mecel aja deh, Im. Bikin pecel. Lebih enakan," usul Aji.

"Jangan, bagusnya noge goreng aja. Dia lebih pantas. Engkongnya kan pensiunan tukang toge goreng," Anto mulai kasih reaksi.

Dan rapat hari itu pun berakhir tanpa keputusan, alias mereka belum pada tau paket kesenian ¬apa yang pantas disumbangkan untuk malam dana nanti.

"Besok, usai jam pelajaran kita lanjutin lagi. Kita sudah harus ngambil keputusan. Waktu udah mepet banget. Belon latihannya," teriak Anto.

Anak-anak bubaran.

Download


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger