Laporkan Jika Ada Link Mati!

Gajah Mada [II] - Tahta Dan Angkara

Masih di hari yang sama. Ruangan di istana Ratu Gayatri sangat senyap. Tak seorang pun yang bicara. Duduk bersila tepat di hadapan Ratu Rajapatni Biksuni Gayatri, Gajah Mada yang telah siap menyampaikan laporan menunggu Ratu Gayatri bicara. Di belakang Patih Daha itu duduk bersila Senopati Gajah Enggon dan bekas prajurit Bhayangkara yang pernah memberikan sumbangsih pengabdian kepada negara. Ratu Rajapatni Biksuni Gayatri nyaris tidak mengenali laki-laki yang kini berambut amat panjang itu.

Mahapatih Mangkubumi Tadah berada di ruangan itu pula. Sementara itu, para Ibu Ratu yang lain tidak terlihat satu pun. Para Ibu Ratu yang lain sangat lelah mengikuti rangkaian upacara yang sangat menguras tenaga untuk ukuran usia mereka. Sangat terbatas dan tertentu yang boleh hadir dalam pertemuan itu, bahkan Raden Cakradara pun tidak diizinkan. Demikian pula dengan Sri Gitarja dan Rajadewi Maharajasa yang ingin mengetahui duduk persoalan yang terjadi, tidak diizinkan ikut. Ratu Rajapatni Biksuni Gayatri melarang mereka karena permintaan Gajah Mada. Di hadapan Ratu, Gajah Mada telah menyampaikan tidak bisa leluasa berbicara secara blak-blakan.

”Rupanya benar peringatan yang kauberikan, Gajah Mada?” ucap Gayatri.

Gajah Mada tidak menjawab ucapan itu. Yang ia lakukan adalah merapatkan dua telapak tangannya. Hanya Gajah Mada yang melakukan itu, Gajah Enggon dan Pradhabasu tidak melakukan. Patih Arya Tadah pun tidak.

”Bagaimana, Paman Tadah?” lanjut Ratu Gayatri ditujukan kepada Mahapatih Arya Tadah.

Arya Tadah segera merapatkan dua telapak tangannya yang kemudian dibawa melekat ke ujung hidung.

”Hamba, Tuan Putri Ratu,” jawab Patih Mangkubumi. ”Ternyata benar kecemasan Patih Daha.”

Ratu Rajapatni Biksuni Gayatri mengedarkan pandangan matanya. Sebelum Ratu meminta penjelasan panjang lebar dari Gajah Mada, perhatiannya diarahkan lebih dulu kepada Pradhabasu. Ratu Biksuni ingat, telah beberapa tahun lamanya Pradhabasu menghilang dari istana. Kecewa berat yang dirasakan menyebabkan Pradhabasu pilih berada di luar lingkungan istana. Ratu Biksuni juga amat memahami apa penyebab Pradhabasu memilih berada di luar istana. Rasa kecewanya kepada Bhayangkara Gagak Bongol yang menyebabkan.

”Bagaimana kabarmu, Pradhabasu?” bertanya Gayatri.

Pradhabasu segera memberikan penghormatannya. Kedua telapak tangannya segera dirapatkan dan dilekatkan ke hidung.

”Sembah dan bakti hamba, Tuan Putri Biksuni,” jawab Pradhabasu.

Gayatri tersenyum.

”Aku terima,” jawab Ratu Rajapatni Biksuni Gayatri. ”Ke mana saja selama ini kau menghilang, Pradhabasu?”

Pradhabasu kembali merapatkan dua telapak tangannya, kali ini diletakkan di depan dada.

”Hamba, Tuan Putri,” jawab Pradhabasu. ”Hamba sibuk bercocok tanam di kaki Gunung Arjuno, tetapi hamba juga memuasi rasa ingin tahu hamba dengan berkeliling dari satu tempat ke tempat lain. Dari satu wilayah ke wilayah lain untuk melihat bagaimana keadaan dan kehidupan wilayah Majapahit. Hamba mengunjungi Singasari, hamba juga mengunjungi Kediri. Selanjutnya, hamba berjalan jauh ke timur sampai melintas Selat Bali, melihat kehidupan rakyat Blambangan yang tenang dan damai, namun juga melihat semangat yang makantar-kantar di Keta dan Sadeng. Hal itu antara lain yang harus hamba sampaikan kepada Tuan Putri Ratu untuk mendapatkan perhatian. Kalau disebut sepenuhnya menghilang sebenarnya tidak benar, Tuan Putri, karena setidaknya dalam dua bulan ini hamba menghadap Kakang Gajah Mada untuk menyampaikan laporan penting. ”

Hening ruangan itu. Semua menyimak apa yang disampaikan Pradhabasu. Tak satu kalimat pun yang tercecer dari perhatian. Senopati Gajah Enggon memerhatikan dengan penuh minat. Gajah Mada sama sekali tak menampakkan perubahan pada raut wajahnya. Ratu Gayatri mengedarkan pandangan matanya menggerataki semua wajah yang menghadap. Ia lakukan itu sambil mengunyah apa yang diucapkan bekas Bhayangkara Pradhabasu.

Download
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger